JAN M EKKLESIA

The geographical condition of Indonesia with a maritime pattern with islands has consequences for the welfare of coastal communities that live and develop, one of which is the fishing community in Jakarta Bay. Fishing communities on the coast of Jakarta Bay are experiencing marginalization along with the rapid growth of the city of Jakarta. The problems faced include: 1) structural and cultural poverty; 2) damage to ecosystems and vulnerability to disasters, and; 3) the potential of the fishing community to remain subsistence. The Asset Based Community Development (ABCD) model is used as a base for the resilience of coastal fishing communities that are considered to lack pontence and assets. The ABCD model focuses on empowering a community through the assets and strengths that the community already has before. This paper is still a basic theoretical assumption. The data and information sources collected are secondary so further research is needed. Keyword: resilience, fishermen, community development, poverty, aset based model Abbreviations: ABCD, aset based community development; IPM, indeks pembangunan manusia (human development index); KKP, kementerian kelautan dan perikanan (ministry of marine affairs and fisheries); PPKM, pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (community activities restrictions enforcement); GKN, garis kemiskinan nasional (national poverty line); BPS, badan pusat statistik (central bureau of statistics); DJPT, direktorat jenderal perikanan tangkap (directorate general of capture fisheries); ABK, anak buah kapal (crew ship members).

Era digital mulai menunjukkan taringnya untuk mendepak segala jenis kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat. Isu-isu yang sedang hangat di republik ini menyangkut perlawanan netizen diberbagai sektor, seperti lembaga negara, aktor politik (eksekutif), maupun sistem. Misalnya, tahun ini terjadi isu mengenai kegagalan Indonesia menjadi Tuan Rumah Piala Dunia U-20 semarak di platform TikTok, Twitter, dan Instagram; kebocoran data rahasia; pembongkaran massal harta pejabat publik di Twitter; disinformasi dan propaganda yang berkaitan dengan ideologi, agama, atau kepentingan golongan; kritik tajam dari seorang netizen di TikTok bermodal power point terhadap kinerja pemerintah; dan panasnya ruang politik digital menjelang Pemilu 2024. Kendati demikian, perspektif teoretis dari ilmu sosial menyatakan bahwa gerakan sosial (social-political movement) hanya dapat dikaji dengan suatu bukti yang menyangkut motivasi untuk menolak total sistem takadil dengan menganut ideologi anti-ekstorsi atau anti-pemerasan. Gerakan sosial merupakan reaksi spontan atau ekspresi protes terhadap kejengkelan moral yang dilukis oleh para elite politik. Gerakan sosial memerlukan sarana atau alat.

Wajah baru Indonesia ditentukan oleh kualitas pemuda. Indonesia yang digadang-gadang menjadi negara maju tahun 2045 memiliki berbagai masalah dan kendala. Masalah umum yang dapat diuraikan dalam makalah ini terbagi dalam dua garis, yaitu absis dan ordinat. Pada garis absis, kutub-kutub diisi oleh mentalitas nilai-budaya pemuda Indonesia. Hasilnya, mentalitas integratifinovatif di kutub positif dan mentalitas disintegratif-monoton di kutub negatif. Kemudian pada garis ordinat, kutub-kutub diisi oleh pola kepemimpinan dalam kekuasaan. Hasilnya, pola kepemimpinan kuat (strong leadership) sebagai kutub positif dan kepemimpinan lemah (weak leadership) sebagai kutub negatif. Pertemuan dari garis-garis tersebut membentuk empat kuadran, yaitu Kuadran I strong civil society dan synergetic system. Kuadran II dan III intermediet civil society dan able system. Kuadran IV deterioration civil society dan disengaged system. Ke empat kuadran dapat menjadi wajah Indonesia di masa depan. Oleh sebab itu, kesiapan Indonesia dalam menghadapi perubahan ekonomi, sosial, politik, dan teknologi penting dalam pembangunan mentalitas nilai-budaya dan pola kepemimpinan bangsa.

Sistem Politik Indonesia telah melewati pasang surut dalam pelaksanaannya. Karena sifatnya terbuka, maka proses pelaksanaan dan pergantian unit-unit dalam sistem tersebut sangat dinamis. Sistem politik adalah unit-unit yang memiliki sifat identifikasi, input-output, diferensiasi, dan integrasi sistem. Hubungan – hubungan militer dengan politik, bisnis dengan politik, agama dengan politik, birokrasi dan media yang lepas dari cengkraman otoritarianisme menuju demokrasi, mengalami perubahan – perubahan yang sangat signifikan dalam sistem politik Indonesia. Penguatan reformasi birokrasi, profesionalisme, serta akuntabilitas seiring bergemanya proses politik yang menuju konsolidasi demokrasi. Permasalahan yang harus dihadapi untuk memelihara tatanan baru (new-institutionalism) ini adalah penguatan menjaga kebebasan hak – hak berbagai kelompok dan elemen masyarakat serta berperilaku peka terhadap permasalahan politik yang ada.

During the COVID-19 pandemic, people have the ability to adapt according to their goals, circumstances and environment. Sociological analysis is required to understand how noncompliance attitudes or behaviors arise and how they are handled. Also given the important points of the Christian faith to correlate the relationship between citizens and the government as a complex aspect of the cultural mandate of God. This paper uses two main theories, namely regulatory social theory and emancipatory social theory. The results of this paper when reviewed from the theory of social regulation, both the public and the government are bound by the dependence of relationships in the system that has been mutually agreed. Community noncompliance due to systemic dysfunction that has a recital relationship with other subsystems. The review of emancipatory social theory focuses on critical awareness of the phenomenon of disobedience of citizens. The theory also presented a recital and causalistic relationship. The Christian view sees people and society as-in functional relationships-positivistic in reference to the understanding of Theodition. Nevertheless, Christian values teach theologically that the relationship between citizens and the state has spiritual awareness and spiritual solidarity in various aspects.

The consumption life of Indonesian people is inseparable from the factors of happiness and influence of the cultural industry. This research focuses on the Korean Wave Level phenomenon that impacts the selection process, the level of loyalty, and the formation of fandom solidarity. Another aspect that will be reviewed is the emergence of potential new social movements with the term the sympathetic consumers. This study uses this research using descriptive research method with library study. The data used in this study is secondary data taken from various internet sources, previous journals, or relevant books. The results of this study show that fandom and connoisseurs of Korean cultural products are strongly moved by the emotional or happiness side. Meanwhile, the significance of the Korean Wave Level will strengthen a new social movement based on sympathization of workers behind cultural products produced by the Korean cultural industry

Child labor engaged in the digital culture industry is still missed from the handling of government and child institutions. There are forms of exploitation and violation of rights that occur when the child works. This study aims to see, describe, and analyze how forms of child exploitation, violations of children's rights committed by companies, public discourse on child artists, as well as the responses of proparents in terms of approving children to be in the world of digital culture industry. This research uses descriptive research methods with library studies. The data used in this study is secondary data taken from various internet sources, previous journals, or relevant books. The study used theory strains of Robert K Merton and child researchers to analyze the strains and adaptation processes performed by children. The results of this study show that there are forms of child exploitation, especially in terms of education, play opportunities, mental condition, self-development and physical child. These processes occur in an environment that is not child-friendly and difficult to handle by the relevant institutions.

The change in the pattern of the political system in Indonesia is inseparable from the development of democratization and the political turmoil that engulfed it. the most significant change is the shift of authoritarian systems to more democratic systems. This paper will explain the causes of the Reformation Era and their impact on the relationship between the executive and legislative, the relationship between central and local governments, and the democratic process in the region.

Man is always bound to the source of truth, both when making decisions and as a guide to life. The source of truth today is still a unique debate by people from different backgrounds and points of view. This paper discusses human dualism in moral truth seen in terms of philosophy, individuals in society, and human dilemma exposure in deciding right and wrong. This paper also reveals the truth of morality in accordance with the study of human philosophy.

Menjadi Indonesia secara sosiologis terbagi menjadi dua : Menjadi Masyarakat Indonesia dan menjadi "manusia" atau individu Indonesia. Menjadi manusia Indonesia merupakan suatu anugerah Tuhan yang patut kita syukuri dan dipergumulkan. Kita tidak dapat memilih mau dilahirkan dimana, memilih dengan siapa kita dilahirkan dan berkembang, serta memilih suku, agama, dan ras kita. Tetapi, dilahirkan sebagai manusia Indonesia dan menjadi manusia Indonesia adalah dua hal yang berbeda. Paradigma positivistik dalam Sosiologi menilai aspek-aspek sosio-kultural yang diinternalisasi dan diinstitusionalkan oleh lingkungan dimana kita dilahirkan dan berkembang itulah yang kita terima dengan "apa adanya" (taken for granted). Berkaitan dengan ciri moralitas diri manusia Indonesia, yang secara lisan dikemukakan oleh Mochtar Lubis secara lisan pada tahun 1977 menyatakan bahwa manusia Indonesia : 1. Hipokrit/munafik, 2. Enggan bertanggung jawab atas perbuatan dan keputusannya, 3. Berjiwa feodal, 4. Percaya takhayul, 5. Artistik, dan 6. Berwatak lemah. Ketika diminta kembali untuk merevisi pernyataan diatas pada tahun 1982, dengan tegas ia menyatakan tidak ada perubahan, malah lebih parah (Lubis, 2008) (Mochtarom, 2015). Kenyataan lain seperti : korupsi, konflik nir kekerasan, etnosentrisme, patriakhalisme, primordialisme, konflik agama, disintegrasi mayoritas-minoritas, serta masih banyak problemnya. Seakan-akan, Pancasila sebagai cita-cita luhur bangsa sama sekali hilang kekuatannya. Kalau benar seperti itu, Apakah proses sosialisasi dan internalisasi nilai kultur semasa sekolah hingga perguruan tinggi tidak cukup mampu menjadikan individu Indonesia tidak hanya sekadar dilahirkan sebagai manusia Indonesia, tetapi menjadi individu yang sadar akan keberadaannya untuk menjadi manusia Indonesia? Untuk memahami kondisi seperti diatas, penulis memilih menggunakan pendekatan mikro dan nilai-nilai Kristiani untuk menjelaskan permasalahan menjadi manusia Indonesia.

Penanggulangan Covid - 19 di Indonesia mengalami berbagai masalah. Salah satu masalahnya adalah gagalnya pemerintah mengatur keadaan ekonomi, sosial dan politik masyarakat. Penanganan medis dan pengandalan di bidang kedokteran belumlah cukup untuk mengatasinya. Artikel ini berusaha memaparkan bagaimana penanggulangan wabah Covid - 19 di Indonesia dari perspektif Sosiologi Ilmu.