AGRIVET
VOLUME 26 NO 2, 2020
HALAMAN 15 - 24
KAJIAN TINGKAT DEKOMPOSISI SERASAH DAUN DENGAN
MEMANFAATKAN AGEN PENGENDALI HAYATI TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN HASIL CABAI MERAH
THE STUDY OF LEAF LITTER DECOMPOSITION USING
BIODIVERSAL CONTROL AGENTS ON THE GROWTH
AND YIELDS OF RED CHILI
Padmini O.S.*, R.R. Rukmowati Brotodjojo, D. Arbiwati
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia
*Corresponding author: oktaviassarhesti@upnyk.ac.id
ABSTRAK
Penurunan hasil buah cabai terutama disebabkan oleh penurunan produktivitas tanah
yang disebabkan oleh penggunaan pupuk kimia yang meninggalkan pengendapan
residu. Upaya peningkatan hasil cabai merah adalah selain menggunakan bahan
organik, juga menggunakan agen hayati Trichoderma sp., Mikoriza sp. dan Plant Growth
Promoting Regulator (PGPR). Tujuan penelitian yaitu untuk mengkaji tingkat
dekomposisi serasah daun dan agen pengendali hayati+NPK terhadap pertumbuhan
hasil cabai merah. Percobaan pot dilakukan di Kampus Condongcatur, Depok, Sleman,
Yogyakarta mulai bulan Juni sampai November 2020. Percobaan menggunakan split
plot, disusun menurut Rancangan Acak Kelompok Lengkap dengan tiga ulangan. Main
plot adalah tingkat dekomposisi serasah daun dengan rasio C/N 28,52 dan rasio C/N
16,57. Sub plot adalah jenis agen pengendali hayati dengan enam perlakuan sebagai
berikut: 1) Hanya menggunakan NPK dosis rekomendasi (500 kg.ha-1), 2) Kombinasi
Trichoderma + 50 % dosis NPK, 3), Kombinasi Mikoriza sp. + 50 % dosis NPK, 4)
Kombinasi PGPR + 50 % dosis NPK, 5) Lem pengendalian hama, 6) Stimulan. Data
dianalisis varians, bila berpengaruh nyata dilanjutkan denga Uji Jarak Berganda Duncan
taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dekomposisi serasah daun dengan rasio
C/N 16,57 meningkatkan tinggi tanaman umur 3 MST, jumlah cabang umur 5 dan 7 MST,
serta jumlah buah dan bobot buah panen pertama dan kedua dibandingkan dengan
perlakuan dekomposisi serasah daun dengan rasio C/N 28,52. Tanaman lebih tinggi
pada penyemprotan stimulan+50% dosis NPK, tetapi tidak diikuti oleh pertumbuhan
cabang, serta jumlah dan bobot buah. Kombinasi agen pengendali hayati jenis
Trichoderma sp, Mikoriza sp. dan PGPR + dosis 50% NPK meningkatkan jumlah cabang
serta menghasilkan jumlah dan bobot buah, namun, tidak ada perbedaan yang signifikan
antara ketiga jenis agen pengendali hayati. Pertumbuhan tanaman yang hanya diberi
pupuk NPK tanamannya paling rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Kata kunci: Dekomposisi serasah daun, agen hayati, cabai
ABSTRACT
The decline in chili fruit yield was mainly due to a decrease in soil productivity caused by
the use of chemical fertilizers which left residual deposition. Efforts to increase the yield
of red chilies are not only using organic materials but also using biological agents
Trichoderma sp., Mycorrhiza sp. and Plant Growth Promoting Regulator (PGPR). The
15
AGRIVET
Padmini et al., 2020
research objective was to assess the decomposition rate of leaf litter and biological
control agents + NPK on the yield growth of red chilies. The pot experiment was carried
out at the Condongcatur Campus, Depok, Sleman, Yogyakarta from June to November
2020. The experiment used a split plot, arranged according to a Complete Randomized
Block Design with three replications. The main plot was the level of leaf litter
decomposition with a C / N ratio of 28.52 and a C / N ratio of 16.57. The sub-plot is a
type of biological control agent with six treatments as follows: 1) Only using the
recommended dose of NPK (500 kg.ha-1), 2) Trichoderma combination + 50% NPK
dose, 3) Mycorrhiza sp. combination + 50% NPK dose, 4 ) Combination of PGPR + 50%
NPK dose, 5) Pest control glue, 6) Stimulant. Data were analyzed for variance, if the
significant effect was continued, Duncan's Multiple Range Test at 5% level. The results
showed that the decomposition of leaf litter with a C / N ratio of 16.57 increased plant
height at 3 WAP, number of branches aged 5 and 7 WAP, as well as the number of fruit
and fruit weight of the first and second harvest compared to leaf litter decomposition
treatment with a C / ratio N 28.52. Plants were higher in stimulant spraying + 50% of the
NPK dose, but not followed by branch growth, as well as the number and weight of fruit.
Combination of biological control agents of Trichoderma sp, Mycorrhiza sp. and PGPR
+ 50% NPK dose increased the number of branches and yielded fruit number and weight,
however, there was no significant difference between the three types of biological control
agents. Plant growth that was only given the lowest NPK fertilizer compared to other
treatments.
Key words: Leaf litter decomposition, biological control agents, and chili
PENDAHULUAN
Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas hortikultura yang
memiliki nilai ekonomis tinggi. Cabai dikonsumsi dalam bentuk segar atau olahan
atau sebagai bahan baku industri untuk obat-obatan, pewarna, dan kegunaan
lainnya (Fitria, 2019). Keistimewaan cabai yaitu memiliki kandungan vitamin A, C
dan B1 pada setiap 100 g adalah Vitamin A (470 SI), Vitamin C (18 mg) dan
Vitamin B1 (0.1mg). Perkembangan produktivitas (kuintal/ha) cabai Indonesia
periode 2011 - 2016 menunjukkan pergerakannya melambat, bahkan menurun
pada tahun 2016, produktivitas cabai besar dari tahun 2012-2016 masing-masing
sebesar 79,34 ku/ha, 81,61 ku / ha, 83,35 ku/ha, 86,49 ku/ha dan 84,73 ku / ha
(BPS, 2019; Fajar 2018). Masalah utama gagal panen cabai adalah penyakit
keriting (bulai) yang disebabkan oleh virus Gemini dan layu Fusarium yang
disebabkan oleh jamur Fusarium. Penurunan hasil dan kualitas buah cabai juga
disebabkan oleh serangan lalat buah dan thrips sebagai vektor pembawa virus.
Untuk mengendalikan hama tersebut, petani masih mengandalkan penggunaan
pestisida kimiawi sintetis yang meninggalkan residu pada produk dan lingkungan
serta mengganggu kesehatan manusia serta tanaman menjadi tahan terhadap
serangan patogen. Upaya peningkatan produktivitas cabai membutuhkan
terobosan teknologi.
Terobosan teknologi baru diutamakan pada penggunaan teknologi
pemupukan yang lengkap dan berimbang, penggunaan pupuk organik terstandar
dan dolomit sebagai unsur penting dcalam meningkatkan kesuburan tanah, serta
teknologi pengendalian hama dan penyakit terintegrasi. Hama utama yang
menyerang tanaman cabai adalah patogen tular tanah, virus Gemini, layu
16
AGRIVET
Padmini et al., 2020
Fusarium, serta Thrips dan lalat buah. Upaya untuk mengatasi masalah dan
mengurangi dampak negatif penggunaan pestisida sintetis dilakukan untuk
pengendalian biologis. Ketersediaan agen hayati dalam jumlah yang cukup
dengan kualitas yang dapat dipertanggungjawabkan sebagai agen pengendali
hayati sangat penting. Upaya lain pengendalian patogen, peningkatan hasil, dan
mutu cabai merah adalah dengan menggunakan kompos. Selama pengomposan
terjadi perubahan fisika dan kimia dari bahan organik (Kutsanedzie et al., 2015),
juga peningkatan aktivitas mikroorganisme seperti jamur, bakteri dan
aktinomycetes (Omar et al., 2011). Kualitas kompos ditentukan oleh tingkat
kematangannya. Keberhasilan dan kecepatan proses pembuatan kompos
sangat ditentukan oleh banyak faktor, antara lain rasio C/N bahan, ukuran partikel
bahan, jumlah mikroorganisme, temperatur, kelembaban, aerasi, dan pH
(Iskandar, 2014). Kompos yang masih segar atau baru bila diaplikasikan
terhadap tanaman, maka pertumbuhan dan perkembangan tanaman akan
terganggu, hal ini disebabkan karena terjadi imobilisasi atau perubahan bentuk
hara N menjadi bentuk yang tidak tersedia bagi tanaman. Selain itu, kompos yang
belum matang apabila diberikan pada tanah mengalami dekomposisi secara
anaerobik sehingga menghasilkan senyawa-senyawa fitotoksik seperti ammonia,
nitrit-nitrogen, besi dan mangan (Setyorini et al., 2006).
Pemberian pupuk organik dapat meningkatkan kualitas lahan karena
berperan dalam memperbaiki struktur tanah, sebagai sumber hara,
meningkatkan kemampuan menahan air, meningkatkan kapasitas tukar kation
tanah (KTK) dan sebagai energi bagi mikroorganisme pada saat dekomposisi
(Hardjowigeno, 2010). Penguraian bahan organik merupakan perubahan fisik
dan kimiawi sederhana oleh mikroorganisme tanah, termasuk bakteri, cendawan,
dan hewan tanah lainnya menjadi senyawa anorganik sederhana (Susanti dan
Halwany, 2017). Mikroorganisme termasuk agensia hayati dalam tanah
memegang peranan penting karena dapat menguraikan bahan organik dalam hal
ini serasah daun segar dan melepaskan unsur hara ke dalam tanah menjadi
bentuk yang tersedia bagi tumbuhan (Choirul, 2010; Iskandar, 2014). Penguraian
akan berjalan lebih cepat jika terdapat tambahan mikroorganisme. Penambahan
cendawan pada serasah daun diharapkan proses dekomposisi dapat lebih cepat
(Aisyah dan Kuswytasari, 2014).
Penggunaan Trichoderma sp. merupakan alternatif dalam meningkatkan
aktivitas biologi mikro organisme tanah. Trichoderma herzianum adalah jamur
antagonis yang paling banyak digunakan untuk mengendalikan patogen tular
tanah (agen biologis), organisme pembusuk, dan merangsang pertumbuhan
tanaman. Menurut Islami et al. (2019). Pemberian Trichoderma herzianum
berpengaruh baik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai. Penerapan
Mikoriza sp. membantu meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman
dengan cara meningkatkan daya serap air dan unsur hara di dalam tanah,
terutama fosfor. Fosfor merupakan unsur hara esensial yang dibutuhkan
tanaman dalam jumlah banyak (Powell and Bagyaraj, 1984). Rhizobacteria yang
mempromosikan Pertumbuhan Tanaman bermanfaat bagi pertumbuhan dan
kesehatan tanah, serta memiliki kemampuan untuk mengendalikan hama dan
penyakit serta dianggap penting dalam pertanian berkelanjutan (Sharma et al.,
2017). Selain itu, terbukti juga mempercepat proses bioremediasi dan
17
AGRIVET
Padmini et al., 2020
biodegradasi senyawa toksik yang terdapat pada tanah, air, logam berat, dan
polutan organik (Srivastava dan Singh. 2019.
Penggunaan mikroorganisme untuk mengendalikan serangan patogen dan
penggunaan pupuk organik pada tanaman cabai telah banyak diteliti. Penelitian
tentang penggunaan kombinasi agen hayati diantaranya PGPR, Trichoderma sp,
dan Mikoriza sp. tidak banyak yang dilakukan. Penelitian tentang pemanfaatan
agen hayati dan tingkat kematangan serasah daun sangat penting dilakukan
untuk menentukan memperoleh hasil dan kualitas hasil beberapa varietas
tanaman cabai merah terbaik
Pengendalian hayati dengan menggunakan agen pengendalian hayati
(APH) merupakan salah satu alternatif untuk mengantisipasi dampak serangan
hama. Agen pengendalian hayati ini dimanfaatkan karena dapat menekan
pertumbuhan hama dalam waktu yang lebih lama, sehingga tidak meninggalkan
residu dan dapat mempercepat proses penguraian bahan organik (Ningsih,
2016). Menurut Sihombing et al. (2013), pemberian Trichoderma sp. dalam
budidaya bawang merah memiliki pengaruh nyata terhadap parameter tinggi
tanaman dan bobot segar per plot. Hal ini disebabkan karena penambahan
Trichoderma sp. menghasilkan ekskresi hormon auksin yang meningkatkan laju
pertumbuhan dan efisiensi penggunaan nutrisi (Bugisinesia et al., 2008). Aplikasi
Trichoderma sp. memberikan respon baik pada beberapa parameter
pengamatan yaitu jumlah daun, bobot basah per tanaman, bobot basah per petak,
dan bobot kering per petak (Sukmasari dan Ikeu, 2018)
METODE PENELITIAN
Percobaan dalam polt di lapangan dilakukan di Kampus Condongcatur,
Depok, Sleman, Yogyakarta dari bulan Juni sampai November 2020. Percobaan
menggunakan split plot, disusun menurut Rancangan Acak Kelompok Lengkap
dengan tiga ulangan. Sebagai Main plot adalah Dekomposisi serasah daun
dengan rasio C/N 28,52 dan dekomposisi serasah daun dengan rasio C/N 16,57.
Sub plot adalah jenis agen pengendali hayati dengan enam perlakuan sebagai
berikut: 1) Hanya menggunakan NPK dosis rekomendasi (500 kg.ha-1), 2)
Kombinasi Trichoderma + 50 % dosis NPK, 3) Kombinasi Mikoriza sp. + 50 %
dosis NPK, 4) Kombinasi PGPR + 50 % dosis NPK, 5) Lem pengendalian hama,
6) Stimulan. Data dianalisis varians dengan taraf 5%. Apabila ada beda nyata
antara perlakuan dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan taraf 5%.
Varietas cabai yang digunakan dalam penelitian ini adalah varietas hibrida
Tropy F1. Bibit ditanam dalam polibag berukuran 35 cm berisi tanah yang
dicampur kompos sesuai perlakuan dengan perbandingan 1:1. Pupuk NPK 50%
dosis rekomendasi (500kg/ha), agen pengendali hayati Trichoderma sp, Mikoriza
sp. dan PGPR, pengendali hama menggunakan lem ajaib dan stimulant,
pengamatan tinggi tananan, jumlah cabang. Jumlah buah dan bobot buah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penerapan dekomposisi serasah daun dengan rasio C/N 16,57 secara
signifikan meningkatkan tinggi tanaman pada 3 MST dibandingkan dengan cabai
yang diberi perlakuan dekomposisi serasah daun dengan rasio C / N 28,52,
18
AGRIVET
Padmini et al., 2020
namun tidak berbeda nyata di antara kedua perlakuan pada 5 MST, dan 7 MST.
Penyemprotan stimulan setiap minggu tidak berbeda nyata dengan pemberian
agensia hayati jenis PGPR+50% dosis NPK. Kedua perlakuan tersebut
tanamannya lebih tinggi pada umur 3, 5 dan 7 MST dibandingkan dengan
pemberian agensia pengendali hayati jenis Mikoriza sp dan Tricoderma sp. +50%
dosis NPK (Tabel 1).
Dekomposisi serasah daun yang memiliki rasio C/N 10-20 meningkatkan
bahan organik. Peningkatan bahan organik yang berasal dari serasah daun yang
membusuk sempurna (rasio C/N 16,57 dan bahan organik 78,86%) akan
mensuplai unsur hara makro dan mikro bagi tanaman dan menciptakan kondisi
tanah yang ideal untuk perkembangan semua mikroba.
Peran mikroba dalam serasah daun adalah untuk menguraikan bahan
organik besar menjadi molekul yang lebih kecil. Dekomposisi, Bacillus sp.
menghasilkan enzim protease; Bakteri asam laktat menguraikan gula menjadi
asam laktat, asam format, etanol, dan CO2; ragi mengubah gula menjadi etil
alkohol dan CO2. Ragi digunakan untuk proses fermentasi (Kosit, 2011). Agen
hayati yang menguntungkan mengandung 1) mikroba utama sebagai penyedia
unsur N, P, K melalui biosintetik, bio enzimatis dan fiksasi sehingga tersedia bagi
tumbuhan; 2) Mikroba sekunder penghasil makanan sumber perkembangbiakan
semua mikroba dalam asosiasi biotik (Ngrembakatingkir.blogspot.com. 2011).
Bahan organik berpengaruh baik pada peningkatan kesuburan tanah.
Ketersediaan unsur hara makro dan mikro ditandai dengan meningkatnya tinggi
tanaman. Demikian pula Stimulan mengandung nutrisi, hormon auksin dan unsur
hara mikro yang memperkuat pertumbuhan batang. Auksin berpengaruh pada
pertumbuhan tunas (Wattimena, 2001) yang ditunjukkan dengan meningkatnya
tinggi tanaman.
Penerapan dekomposisi serasah daun dengan rasio C/N 16,57 secara
signifikan meningkatkan jumlah cabang pada 5 dan 7 MST dibandingkan dengan
cabai yang diberi perlakuan dekomposisi serasah daun dengan rasio C/N 28,52.
Table 1. Perlakuan tingkat dekomposisi serasah daun dan jenis agensia hayati
terhadap tinggi tanaman cabai umur 3, 5 dan 7 MST
Perlakuan
Laju dekomposisi seresah daun (S)
Dekomposisi seresah daun dengan
rasio C/N 28,52 (S1)
Dekomposisi seresah daun dengan
rasio C/N 16,57 (S2))
Jenis agensia hayati (A)
Hanya NPK dosis rekomendasi (A0)
Kombinasi Trichoderma+50% dosis NPK (A1)
Kombinasi Mikoriza + 50% dosis NPK (A2)
Kombinasi PGPR + 50% dosis NPK (A3)
Lem pengendali hama (A4)
Stimulant (A5)
Tinggi tanaman (cm)
3 MST
5 MST
7 MST
34,56 b
71,89 a
83,94 a
36,44 a
77,56 a
87,61 a
36,67 pq
35,83 q
34,33 q
34,33 q
34,33 q
37,50 p
68,83 r
73,50 q
74,50 q
76,00 pq
82,67 pq
83,00 p
80,33 r
83,00 r
83,00 qr
85,50 pqr
86,83 pq
96,00 p
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf sama dalam satu kolom tidak berbeda
nyata satu sama lain pada P≤ 0,05 (DMRT).
19
AGRIVET
Padmini et al., 2020
Table 2. Perlakuan tingkat dekomposisi serasah daun dan jenis agensia hayati
terhadap jumlah cabang umur 5 dan 7 MST
Perlakuan
5 MST
Laju dekomposisi seresah daun (S)
Dekomposisi seresah daun dengan rasio C/N 28,52
19,39 b
(S1)
Dekomposisi seresah daun dengan rasio C/N 16,57
23,17 a
(S2))
Jenis agensia hayati (A)
Hanya NPK dosis rekomendasi (A0)
20,33 p
Kombinasi Trichoderma+50% dosis NPK (A1)
21,17 p
Kombinasi Mikoriza + 50% dosis NPK (A2)
22,67 p
Kombinasi PGPR + 50% dosis NPK (A3)
22,50 p
Lem pengendali hama (A4)
20,82 p
Stimulant (A5)
20,17 p
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf sama dalam satu kolom tidak
nyata satu sama lain pada P≤ 0,05 (DMRT).
7 MST
22,89 b
28,67 a
23,83 q
26,83 p
27,00 p
27,33 p
25,00pq
24,17 q
berbeda
Pemberian ketiga jenis agensia hayati mempunyai jumlah cabang nyata
lebih banyak dibandingkan dengan penyemprotan stimulan dan pupuk kimia NPK
dosis rekomendasi 500 kg/ha (Tabel 2). Bahan organik tinggi dengan C/N rasio
rendan, yaitu 16,57 menghasilkan pertumbuhan cabang lebih baik, karena unsur
hara tersedia bagi tanaman. Menurut Suresh et al. (2011) C/N ratio antara 10-20
ditandai dengan meningkatnya aktivitas pertumbuhan mikroorganisme yang
menguntungkan. Mikroorganisme tersebut dapat meningkatkan serapan dan
efisiensi mikronutrien seperti Zn, Cu, Fe dan Mg). Meningkatnya tinggi tanaman
kerena perlakuan penyemprotan larutan stimulant (Tabel 1) tidak diikuti
penambahan jumlah cabang pada Tabel 2. Jumlah cabang nyata lebih banyak
pada pemberian Trichoderma sp, Mikoriza dan PGPR+50% dosis NPK.
Agensia hayati tersebut sangat penting dalam membantu pertumbuhan
cabang tanaman dengan memberikan nutrisi (misal mikroba pengikat N, mikroba
pelarut P), membantu penyerapan nutrisi (misal jamur arbuskular mikoriza),
merangsang pertumbuhan tanaman (misal: stimulan), dan pengendalian hama
dan penyakit (misalnya mikroba penghasil antibiotik, antipathogen) (Kosit, 2011).
Berbagai unsur hara makro dan mikro, fitohormon dan biopestisida yang mampu
memenuhi sebagian besar unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan
perkembangan tanaman.
Penerapan dekomposisi serasah daun dengan rasio C/N 16,57 secara
signifikan meningkatkan jumlah buah pada panen pertama dan panen kedua
dibandingkan dengan tanaman yang diberi perlakuan dekomposisi serasah daun
dengan rasio C/N 28,52. Pemberian agensia pengendali hayati jenis
Trichoderma sp, Mikoriza dan PGPR+ 50% dosis NPK menghasilkan buah nyata
lebih banyak pada panen pertama, kedua dan ketiga dibandingkan dengan
penyemprotan stimulan an pupuk NPK saja (Tabel 3).
20
AGRIVET
Padmini et al., 2020
Table 3. Perlakuan tingkat dekomposisi serasah daun dan jenis agensia hayati
terhadap jumlah buah panen pertama, kedua dan ketiga
Jumlah Buah (buah)
Perlakuan
Panen 1 Panen 2 Panen 3
Laju dekomposisi seresah daun (S)
Dekomposisi seresah daun dengan rasio
6,61 b
10,50 b
10,22 a
C/N 28.27 (S1)
Dekomposisi seresah daun dengan rasio
9,83 a
22,50 a
11,06 a
C/N 16.57 (S2))
Jenis agensia hayati (A)
Hanya NPK dosis rekomendasi (A0)
4,50 q
14,82 q
9,33 q
Kombinasi Trichoderma+50% dosis NPK
4,50 q
17,00 pq 12,00 p
(A1)
Kombinasi Mikoriza + 50% dosis NPK (A2)
9,17 pq 16,00 pq 12,83 p
Kombinasi PGPR + 50% dosis NPK (A3)
10,17 p
24,83 p
12,00 p
Lem pengendali hama (A4)
10,00 p
16,50 p
11,67 p
Stimulant (A5)
7,00 q
12,83 q
6,00 q
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf sama dalam satu kolom tidak berbeda
nyata satu sama lain pada P≤ 0,05 (DMRT).
Pertumbuhan tanaman vegetatif yang baik berkorelasi positif dengan
pertumbuhan generatif. Ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah cabang diikuti
dengan meningkatnya jumlah buah. Setiap cabang tanaman cabai selalu diikuti
dengan munculnya bunga. Inisiasi bunga merupakan akumulasi metabolit
terutama asam amino dan asam nukleat. Senyawa organik tersebut berasal dari
proses fotosintesis di setiap ujung percabangan ataupun ujung tangkai daun
(Taiz dan Zeiger, 2001). Sebaliknya penggunaan stimulant tidak mendukung
pertumbuhan jumlah cabang umur 7 MST yang diikuti dengan pengurangan
jumlah buah pada setiap panen. Stimulat yang diperkaya dengan hormon
tanaman dan formula anti kedil membuat tanaman jadi besar dan memacu
proses rejuvenil, tetapi apabila tidak diikuti dengan penambahan unsur hara
maka proses proses metabolisme tanaman tidak seimbang.
Penerapan dekomposisi serasah daun dengan rasio C/N 16,57 secara
signifikan meningkatkan bobot buah pada panen pertama dan panen kedua
dibandingkan dengan tanaman yang diberi perlakuan dekomposisi serasah daun
dengan rasio C/N 28,52, pemberian agensia pengendali hayati jenis Trichoderma
sp, Mikoriza sp dan PGPR ditambah 50% dosis NPK menghasilkan buah nyata
lebih nyata lebih berat pada panen pertama, kedua dan ketiga dibandingkan
dengan penyemprotan stimulan dan pupuk NPK saja (Tabel 4).
21
AGRIVET
Padmini et al., 2020
Table 4. Perlakuan tingkat dekomposisi serasah daun dan jenis agensia hayati
terhadap bobot buah panen bertama, kedua dan ketiga
Bobot Buah (g)
Perlakuan
Panen 1
Panen 2 Panen 3
Laju dekomposisi seresah daun (S)
Dekomposisi seresah daun dengan rasio C/N 17,84 b
33,49 b
34,67 a
28,52 (S1)
Dekomposisi seresah daun dengan rasio C/N 32,56 a
69,12 a
39,65 a
16,57.52 (S2)
Jenis agensia hayati (A)
Hanya NPK dosis rekomendasi (A0)
14,15 r
42,80 qr 29,23 pq
Kombinasi Trichoderma+50% dosis NPK (A1) 18,07 qr
57,95 q
40,49 p
Kombinasi Mikoriza + 50% dosis NPK (A2)
30,20 p
51,60 q
45,08 p
Kombinasi PGPR + 50% dosis NPK (A3)
34,43 p
76,95 p
46,57 p
Lem pengendali hama (A4)
33,70 p
52,07 q
40,70 p
Stimulant (A5)
26,60 q
26,48 r
20,83 q
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf sama dalam satu kolom tidak berbeda
nyata satu sama lain pada P≤ 0,05 (DMRT).
Limbah seraasah dari pepohonan dan tanaman, seperti dedaunan dan
ranting memiliki komposisi selulosa sebesar 45% dari berat kering bahan.
Sedangkan hemiselulosa menempati 20-30% dan sisanya adalah lignin (Hanum
et al., 2014). Tingginya bahan organik (78.86%) yang ditandai dengan rendahnya
C/N rasio (16,57) meningkatkan Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan sebagai
sumber energi mikroorganisme (Harjowigeno, 2010). Penguraian bahan organik
merupakan terjadinya perubahan fisik dan kimiawi oleh mikroorganisme tanah,
termasuk bakteri, kapang, dan fauna tanah lainnya menjadi senyawa anorganik
sederhana (Susanti dan Halwany, 2017). Ketersediaan hara yang meningkat
diikuti dengan serapan hara yang meningkat mendorong kecukupan hara untuk
pertumbuhan tanaman, yang ditunjukkan dengan peningkatan tinggi tanaman
jumlah cabang, jumlah buah dan bobot buah yang signifikan.
Bahan organik akan mensuplai unsur hara makro dan mikro bagi tanaman
dan menciptakan kondisi tanah yang ideal untuk perkembangan semua mikroba.
Peran mikroba dalam serasah daun dapat menguraikan bahan organik
berukuran besar menjadi ukuran lebih kecil. Selama penguraian Bacillus sp.
menghasilkan enzim protease; Bakteri asam laktat menguraikan gula menjadi
asam laktat, asam format, etanol, dan CO2; ragi mengubah gula menjadi etil
alkohol dan CO2 (Kosit, 2011). Metabolisme yang dilakukan oleh mikroba
tersebut menghasilkan unsur hara makro dan mikro. Selain itu hormon tumbuhan
juga merupakan komponen penting dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman.
Nutrisi yang cukup dan hormon tanaman membantu menghasilkan cabang
secara maksimal, dan sebagai indikator pembentukan bunga dan buah.
KESIMPULAN
Dekomposisi serasah daun dengan rasio C/N 16,57 secara signifikan
meningkatkan tinggi tanaman pada hari ke umur 3 MST, jumlah cabang umur 5
dan 7 MST serta jumlah buah dan bobot buah panen pertama dan kedua
22
AGRIVET
Padmini et al., 2020
dibandingkan dengan cabai yang diberi perlakuan dekomposisi serasah daun
dengan C/N rasio 28,52.
Tanaman lebih tinggi pada penyemprotan stimulan+50% dosis NPK, tetapi
tidak diikuti oleh pertumbuhan cabang, serta jumlah dan bobot buah. Kombinasi
agen pengendali hayati jenis Trichoderma sp, Mikoriza sp. dan PGPR + dosis
50% NPK meningkatkan jumlah cabang serta menghasilkan jumlah dan bobot
buah, namun, tidak ada perbedaan yang signifikan antara ketiga jenis agen
pengendali hayati. Pertumbuhan tanaman yang hanya diberi pupuk NPK memiliki
pertumbuhan tanaman paling rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat Universitas Pembangunan Nasional Veteran
Yogyakarta atas dukungan, kerjasama yang baik dan bantuan dana penelitian
Teranan. Mulai persiapan hingga selesainya pelaksanaan penelitian dan sampai
terwujudnya laporan penelitian ini telah berlansung aman dan lancar. Semoga
laporan penelitian ini berguna bagi masyarakat, teristimewa bagi yang berkarya
di bidang budidaya cabai.
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah M. H., N. D. Kuswytasari. 2014. Laju Decomposisi Serasah Daun
Trembesi (Samanea saman) dengan Penambahan Inokulum Kapang.
Jurnal sains dan seni pomits vol. 3, no.1, Hal. 2337-3520
BPS, 2019. Statistical YearBook Of 2019. Biro Pusat Statistik. Jakarta.
Bugisinesia, T., U. Nurwaidah dan A. Gafar. 2008. Pengaruh Teknik Aplikasi
Cendawan Antagonis Trichoderma spp Menekan Penyakit Layu Fusarium
(Fusarium oxysporum) Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.).
Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XX
Komisariat Daerah Sulawesi Selatan
Choirul. 2010. Laju dekomposisi serasah daun beberapa jenis pohon pionir di
plot permanen Hutan Penelitian dan Pendidikan Biologi (HPPB) Universitas
Andalas Padang. Prosiding.
Fajar, M. 2018. Telaah Data Produksi Cabai Besar Dan Cabai Rawit. Univ.
https://www.researchgate.net/publication/
Padjadjaran.
Bandung.
324133429. Diakses 15 Apeil 2020.
Fitria, E. 2019. Pengaruh Varietas Dan Dosis Pelet Trichoderma Harzianum
Terhadap Produksi Cabai (Capsium annum L.). Skripsi: Universitas Syah
Kuala
Hanum, A. M. dan Nengah Dwianita K. 2014. Laju Dekomposisi Serasah Daun
Trembesi (Samanea saman) dengan Penambahan Inokulum Kapang.
Jurnal Sains dan Seni POMITS 3 (1) : 2337 – 3520.
Hardjowigeno S. 2010. Ilmu tanah. Pressindo, Jakarta
Iskandar B. 2014. Dinamika litterfall dan kecepatan dekomposisi serasah pada
agroekosistem perkebunan di Kabupaten Dharmasraya. Program Studi
Agroteknologi, Universitas Andalas.
23
AGRIVET
Padmini et al., 2020
Islami, M., O. S. Padmini, Basuki. 2019. Respon Pertumbuhan dan Hasil Kedelai
Edamame (Glycine max L. merrill) Pada Berbagai Dosis Pupuk Kotoran
Sapi dan Trichoderma harzidianum L. Skripsi Fakultas Pertanian. UPN
Veteran Yogyakarta.
Kosit, P. 2011. Kyusei Nature Farming and the adaptation of farmers in the Isan
Region of Thailand. European Journal of Social Science 21 (3): 471-482.
Kutsanedzie, F., Ofori, V., and Diaba, K. (2015). Maturity and Safety of Compost
Processed in HV and TW Composting Systems. International Journal of
Science,
Technology
and
Society,
3(4),
202–209.
https://doi.org/10.11648/j.ijsts.20150304.24
Ningsih,H. U. S. Hastuti, D. Listyorini 2016. Kajian Antagonis Trichoderma sp.
terhadap Fusarium solani Penyebab Penyakit Layu Pada Daun Cabai Rawit
(Capsicum frutescens) secara In Vitro. Proceeding Biology Education
Conference (ISSN: 2528-5742), Vol 13(1) 2016: 814-817
Omar, L., Ahmed, O. H., and Majid, N. M. A. (2011). Enhancing nutrient use
efficiency of maize (Zea mays L .) from mixing urea with zeolite and peat
soil water. International Journal of the Physical Sciences, 6(14), 3330–3335.
https://doi.org/10.5897/IJPS11.091.
Powell, C.L. & Bagrajy, Dj. 1984. Vesicular-arbuscular Micorriza. CRC Press. Inc.
Boca Raton. Florida.
Sharma, I. P., S. Chandra, N. Kumar, and D. Chandra. 2017. Plant Growth
Promoting Rhizobacteria: Heart of Soil and Their Role in Soil Fertility
Setyorini, D., Saraswati, R., dan Anwar, E. K. (2006). Kompos. In R. D. M.
Simanungkalit, D. A. Suriadikarta, R. Saraswati, D. Setyorini, & W. Hartatik
(Eds.), Pupuk Organik Dan Pupuk Hayati (pp. 11–40). Bogor: Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian.
Sihombing, C., Hot S., dan Hismawan H. 2013. Tanggap Beberapa Varietas
Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Terhadap Pemberian Trichoderma
sp. Jurnal Online Agroteknologi 1(3) : 2337 – 6597.
Srivastava, R. & Singh, A. 2017. Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR)
for Sustainable Agriculture. Article International Journal of Agricultural
Science and Research (IJASR)
Sukmasari, Miftah Dieni dan Ikeu Minawati. 2018.Efektifitas Agen Hayati
Trichoderma sp Serta Pengaturan Jarak Tanam Terhadap Infeksi Penyakit,
Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Bawang Merah Di Luar Musim. Jurnal
Ilmu Pertanian Dan Peternakan Volume 6 No. 2, Desember 2018.
Suresh Kumar, R., P. Ganesh, K. Tharmaraj, R. Saranraj, 2011. Growth and
Development of Blackgram (Vigna mungo) under Foliar Application
Panchagavya as Organic Source Nutrient. Department of Microbiological,
Faculty of Science, Annamalai
Susanti, P.D. & Halwany, W. 2017. Litter Decomposition and Diversity of Soil
Macrofauna on Industrial Plantation Forest of Nyawai (Ficus variegate.
Blume). Jurnal Ilmu Kehutanan https://jurnal.ugm.ac.id/jikfkt . 212-223
Taiz, L. and Zeiger, E. 2001. Plant physiology. Oxford University Press
24