www.fgks.org   »   [go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu
1 Fundraising Wakaf Uang Melalui Perbankan Syariah Copyright © 2019 by (Beny Witjaksono) Hak cipta dilindungi oleh undang-undang Dilarang mereproduksi atau memperbanyak seluruh maupun sebagian dari buku ini dalam bentuk atau cara apa pun tanpa izin tertulis dari penerbit 187 hlm. ; 14,5 x 19 cm Penyunting Bahasa& Penata Letak: Fitra Aulianty, Awaludin S. Abdulah Proofreader: Risna Utami Desain Sampul: Inside ISBN: 978-602-5509-59-9 Cetakan 1, Januari 2020 Diterbitkan Oleh: Loka Media Mampang Prapatan II, No. 45 D Jakarta Selatan, 12790 Telp: +62 83815193962 www.penerbitlokamedia.com redaksilokamedia@gmail.com 2 3 Teruntuk Bapak & Ibu Moentalip Istriku, Rika Syahida Anak-anakku, Fattah Mirza, Fikry Muhtadi, Amani Syakurah Selayang Pandang Wakaf Wakaf uang dapat menjadi sumber dana murah bagi perbankan syariah di Indonesia. Maqashid asasi wakaf uang ialah melakukan kebaikan dan menyebarkan manfaat. Sosialisasi wakaf uang harus dilakukan semua pihak, baik pemerintah (Kementerian Agama), Badan Wakaf Indonesia, bank syariah, nazhir maupun lembaga pendidikan. Penulisan ini didasarkan atas penelitian penulis yang berjudul FaktorFaktor yang Memengaruhi Intensi Masyarakat Berwakaf Uang di Perbankan Syariah dengan Pendekatan Theory Planned Behaviour Modifikasi sebagai salah satu per-syaratan untuk menyelesaikan program studi S-3. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis pengaruh variabel pengetahuan, sikap, norma subjektif, kendali perilaku, komitmen beragama, dan trust terhadap perilaku melalui inten-sinasabah bank syariah di Jakarta untuk melakukan wakaf uang melalui perbankan syariah. Penelitian ini termasuk explanatory dan kualitatif. Populasi dalam penelitian adalah masyarakat DKI Jakarta yang memiliki akses pada perbankan syariah. Sampel dalam penelitian adalah sebanyak 331 responden nasabah Bank Syariah Cabang Utama Jakarta yang termasuk dalam LKS PWU (Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang). Penelitian menggunakan metode analisis data dengan menggunakan softwareSmart PLS versi 2.0.m. PLS (Partial Least Square), merupakan analisis persamaan struktural (SEM) berbasisvarian yang secara simultan dapat melakukan pengujian model pengukuran sekaligus pengujian model struktural. 4 Hasil penelitianini menunjukkan bahwa variabel sikap, norma subjektif, kendali perilaku, komitmen beragama, dan trust memengaruhi perilaku secara signifikan mela-lui intensi nasabah bank syariah di Jakarta untuk melakukan wakaf uang melalui per-bankan syariah. Sedangkan pengetahuan hanya memengaruhi secara tidak langsung. Penelitian melalui pendekatan eksploratif memberikan hasil berupa masukan untuk melakukan peninjauan UU wakaf No 41 Tahun 2004 terkait dengan posisi BWI, kemungkinan perbankan syariah sebagai nadzhir dan imbalan untuk nazhir. Fundraising adalah suatu bentuk/kegiatan penggalangan dana dan sumber daya lainnya seperti wakif/donator dari masyarakat baik individu, kelompok, organisasi, perusahaan ataupun pemerintah yang digunakan untuk mencapai misi atau tujuan lembaga wakaf dan juga bisa dimaknai sebagai menggalang wakif untuk mengembangkan usahausaha sosial (social enterprise) (Suparman, 2009). Hal ini sebagai implementasi atas hasil penelitian tersebut di atas, yaitu penghimpunan dana wakaf diperbankan syariah kurang bisa sukses apabila menggunakan pendekatan pasif dan kurang terarah sebagaimana selama ini dilakukan. 5 PRAKATA Bismillahirrahmanirrahiim. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, atas kasih dan sayang-Nya, penulis dapat menyelesaikan buku ini. Untuk itu penulis ucapkan rasa syukur kehadirat-Nya seraya mengucapkan segala puji bagi Allah, Tuhan Semesta Alam. Selawat dan salam penulis sampaikan kepada Nabi Besar Muhammad Saw yang telah menyampaikan risalah-Nya sebagai petunjuk bagi seluruh alam menuju kebaha-giaan di dunia dan akhirat. Buku ini berjudul “Fundraising Wakaf Uang Melalui Perbankan Syariah” yang disarikan dari penulisan disertasi berjudul Faktor-Faktor yang Memengaruhi Intensi Masyarakat Berwakaf Uang di Perbankan Syariah dengan Pendekatan Theory Planned Behaviour Modifikasi, merupakan hasil kajian yang mendalam dan dapat digunakan sebagai referensi yang bisa dipertanggungjawabkan secara akademik. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Pjs. Rektor Universitas Trisakti dan seluruh Guru Besar dan penguji disertasi. 2. Prof. Dr. Uswatun Hasanah (almarhumah), selaku promotor penulisan disertasi. 3. Dr. Tatik Mariyanti dan Dr. Mustafa Edwin Nasution, selaku promotor dan co-promotor disertasi. 4. Prof. DR. (HC) drg. Chairul Tanjung, Chairman CT Corp. 5. Keluarga penulis. Khususnya Rika Syahida istri tercinta, ananda Fattah Mirza, Fikry Muhtadi dan Amani Syakurah, Ibunda (almarhumah) dan Ayahanda (almarhum). 6 6. Prof. Dr. Nurul Huda, SE, MM, Msi dan Nova Rini, SE, Msi,. 7. Seluruh pihak yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini. Penulis telah memberikan upaya yang terbaik dalam melakukan penelitian dan menulis buku ini.Namun demikian, penulis sangat menyadari bahwa hasil penelitian yang tertuang dalam buku ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Sebagai penutup, penulis mendoakan semoga Allah SWT membalas segala kebaikan kepada semua pihak yang telah membantu penulis dengan pahala yang berlipat ganda. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi dunia perwakafan uang di Indonesia khususnya, dan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan mempertebal keimanan kita semua pada umumnya. Jakarta, 20 Juni 2019 Penulis Beny Witjaksono 7 KATA SAMBUTAN Air tidak akan mengalir hingga kran dibuka. Untuk itu, mulailah menulis, beribu kata bermakna akan terus mengalir (Mohammad NUH, 2016) lhamdulillah, memulai menulis memang tidaklah mudah, tetapi yakinlah begitu telunjuk jari berada diatas keybord dan diawali dengan bacaan Basmallah, kata demi kata dirangkai menjadi kalimat bermakna akan terus mengalir sebagai asupan untuk menyuburkan intelektual dan mempertajam mata hati. Ibarat air, tidak akan mengalir sepanjang kran masih tertutup. Tetapi begitu kran dibuka, aliran air akan terus mengalir memenuhi kebutuhan kehidupan. Itulah ibarat memulai menulis seperti membuka kran air. Membuka kran tidak cukup hanya bermodal keinginan untuk membukanya, namun juga diperlukan ketrampilan (skills) dan keahlian tersendiri. Bagi kita, bercerita berjam-jam lebih mudah dibanding menulis meskipun hanya satu-dua halaman. Mendengar terasa lebih nyaman dan bisa bertahan berjam-jam, dibanding membaca buku meskipun hanya beberapa bab. Bercerita biasanya terkait dengan mendengar dan menulis terkait dengan membaca, sehingga ada rangkaian kata ‘baca-tulis’. Budaya tulis harus terus ditumbuhkan untuk saling melengkapi dan menyempurnakan (komplementasi) dengan bahasa lisan yang sudah tumbuh di masyarakat. Keunggulan peradaban selalu ditandai dengan kuatnya budaya tulis, untuk itu tidak ada pilihan lain bagi kita, kecuali menjadikan budaya tulis sebagai gerakan, terutama para ‘Scholar’ untuk memperkaya khazanah pemikiran untuk membangun peradaban yang unggul. Menulis tidak lain adalah upaya explisitasi tacit knowledge yang tersimpan dalam benak, pikiran dan pengalaman menjadi codified (explisit) knowledge, atau ‘menterjemahkan’ menjadi codified A 8 knowledge untuk tujuan tertentu, sehingga bisa dijadikan sebagai sumber pembelajaran. Pak Beny yang telah memiliki kekayaan tacit knowledge tentang perbankan, khususnya perbankan syariah (pernah sebagai Direktur Utama Bank Mega Syariah) dan kecintaannya terhadap wakaf, berusaha untuk diterjemahkannya dalam codified knowledge. Sehingga apa yang telah dilakukan oleh Pak Beny dan Buku Fundraising, Wakaf Uang Melalui Perbankan Syariah yang ditulisnya, sungguh sangat penting dan berharga. Kehadiran buku ini, ibaratnya menjadi ‘Muadzin’ sholat shubuh, bukan sholat dhuhur, maghrib atau yang lain. Yang membedakan adzan sholat shubuh dengan yang lain adalah ungkapan “Ash-sholatu khoirun minan naum’ (sholat itu lebih baik dari tidur). Ajakan untuk bangkit dari tidur. Itulah ilustrasi secara umum tentang perwakafan nasional kita. Saatnya kita bangkitkan kembali. Sebagai sebuah sistem, ajaran Islam kesempurnaannya terletak pada keutuhan. Zakat, Infak dan Sedekah (ZIS) pemanfaatannya lebih difokuskan untuk memenuhi kebutuhan operasional (operational expenditure) umat. Sedangkan wakaf harus dikelola layaknya belanja modal-investasi (capital expenditure). Keduanya saling melengkapi. Kalau sebuah perusahaan, tidak pernah melakukan investasi, hanya sibuk untuk memenuhi kebutuhan operasionalnya, perusahaan tersebut biasanya tidak bertahan lama. Disitulah wakaf memenuhi titik koordinatnya, yaitu wakaf untuk kesejahteraan, dakwah yang berkualitas, kemartabatan dalam bingkai keabadian. Buku yang ditulis oleh Pak Beny merupakan ikhtiar melakukan sosialisasi tentang diversifikasi harta wakaf, yang memudahkan bagi wakif untuk menunaikannya (digital-mobile banking) sekaligus ikut mendorong tumbuhnya perbankan syariah (ekonomi syariah). Tentu, dengan tetap berpegang pada prinsip dasar (maqoshidus-syar’i) adalah menumbuhkan kemaslahatan. Kita semua yakin, kebangkitan wakaf akan meningkatkan kualitas kehidupan kita semakin baik. 9 Akhirnya, sebagai Ketua Pelaksana Badan Wakaf Indonesia (BWI), saya ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Pak Beny, semoga menjadi amal jaryah. Selamat membaca dan menikmatinya. Jakarta, Januari 2020 Mohammad NUH Ketua Badan Wakaf Indonesia 10 KATA SAMBUTAN uji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunianya sehingga buku berjudul “Fundraising Wakaf Uang melalui Perbankan Syariah” yang disusun oleh Sdr Beny Witjaksono dapat menjadi salah satu referensi untuk mengembangkan potensi Waqaf di Indonesia. Buku ini menjadi sangat relevan bagi pengembangan perbankan syariah, karena seperti kita ketahui bersama bahwa sesuai dengan UU No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yaitu di pasal 4 butir (3) bahwa Bank Syariah dan UUS dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir). Buku yang berdasarkan penelitian terhadap nasabah Bank Syariah ini memberikan insight yang cukup menarik bagi pengembangan Ekosistem Keuangan Islami, yaitu salah satunya adalah Waqaf. Berdasarkan hasil penelitian tersebut peran perbankan syariah untuk meningkatkan pengelolaan wakaf yang trusted menjadi penting, sehingga nasabah bank syariah akan menjadi source of customer base wakaf yg potential. Bagi bank syariah product waqaf dapat menjadi competitive advantage untuk memberikan value proposition yang berbeda serta memperkuat customer engangement yang pada akhirnya diharapkan wakaf dapat berkontribusi untuk meningkatkan market share perbankan Syariah. Besar harapan kami bahwa buku ini akan menjadi salah satu sumber inspirasi, referensi dan rujukan bagi kita semua untuk pengembangan waqaf di Indonesia. Jakarta, Januari 2020 Ketua Asosiasi Bank Syariah Indonesia Direktur Utama Bank Syariah Mandiri Toni E. B. Subari P 11 TESTIMONI “Wakaf merupakan institusi islami yang sangat potensial untuk dikembangkan guna mewujudkan kesejahteraan umat dan bangsa, hasil riset ini menunjukkah hasil dari ikhtiar penelitinya untuk mencapai tujuan tersebut, melalui pengembangan wakaf uang termasuk sukuk wakaf.” Prof Dr Djaih Mubarak “Konten dari buku ini tidak hanya memaparkan teori-teori mengenai wakaf, khususnya wakaf uang, tetapi juga best practice bagi para pengelola wakaf, khususnya dalam penghimpunan wakaf uang melalui perbankan Syariah. Buku tersebut dapat menjadi rujukan dan referensi bagi para akademisi dan praktisi wakaf , investasi sosial, dan pengelola dana sosial islam di Nusantara.” Guntur Subagja Mahardika Chief Communication Officer (CCO) Dompet Dhuafa 12 “Karena wakaf erat kaitannya dengan kreatifitas inisiasi dan tata kelola wakaf, maka Nadzir perlu melakukan upaya kreatif dalam hal menggagas program kerja sama, termasuk dalam hal pemanfaatan banking channel dengan perbankan syariah nasional. Hal ini untuk mendapatkan benefit berupa keunggulan teknologi transaksi dan peluang masuk dalam segmen nasabah perbankan yang pada gilirannya dapat menjadi donatur wakaf. Sebagai sebuah stimulus dan proporsionalitas kerja sama, nadzir harus mampu menggagas kerja sama dengan model mutual benefit. Artinya, baik Nadzir maupun Perbankan harus mendapatkan benefit bersana secara proporsional.” Bobby P. Manullang Ketua Forum Wakaf Popduktif “Wakaf Uang kini menjadi salah satu isu aktual dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di tanah air. Kehadiran buku Fundraising Wakaf Uang Melalui Perbankan Syariah karya Beny Witjaksono mengisi kelangkaan literatur tentang Wakaf Uang. kelebihan buku ini karena berbasis penelitian disertasi dan telah lulus diuji sesuai prosedur dan standar akademik. Potensi pengembangan aset wakaf, termasuk potensi penghimpunan Wakaf Uang di Indonesia sangat besar. Oleh karena itu perlu penguatan regulasi yang memayungi dan strategi yang efektif untuk menggerakkannya. Insya Allah suatu saat nanti wakaf menjadi lokomotif kebangkitan ekonomi umat dan instrumen penanggulangan kesenjangan sosial ekonomi. Wakaf salah satu pilar dalam mewujudkan visi Indonesia sebagai pusat pertumbuhan ekonomi syariah dunia.” M. Fuad Nasar Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama RI Anggota Badan Wakaf Indonesia (BWI) 13 DAFTAR ISI Selayang Pandang Wakaf ........................................................... 4 Prakata ......................................................................................... 6 Daftar Isi .................................................................................... 14 Bab 1. Pendahuluan .................................................................. 17 1.1 Potensi Wakaf ........................................................ 17 1.2 Fundraising ........................................................... 26 1.3 Ruang Lingkup dan Permasalahan ........................ 27 1.3.1 Ruang Lingkup ............................................. 27 1.3.2 Permasalahan ................................................ 27 Bab 2. Tinjauan Pustaka .......................................................... 32 2.1 Riset Terkait Wakaf ................................................ 32 2.2 Dimensi Wakaf dan Pengelolaan Wakaf ................ 40 2.2.1 Dimensi Wakaf ............................................ 40 2.2.2 Pengelolaan Wakaf ...................................... 47 2.3 Teori Perilaku Konsumen ....................................... 57 2.3.1 Perilaku Konsumen Konvensional ............... 57 2.3.2 Perilaku Konsumen Islami ........................... 69 2.3.3 Trust ............................................................. 70 2.3.4 Sikap ............................................................ 72 2.3.5 Norma Subjektif ........................................... 75 2.3.6 Kendali Perilaku........................................... 79 2.3.7 Pengetahuan Konsumen ............................... 80 2.3.8 Komitmen Beragama ................................... 82 2.4 Teori TSR (Tawhidi String Relation) ..................... 85 2.5 Kerangka Konseptual (Conseptual Framework) .... 89 14 Bab 3. Metodologi ...................................................................... 92 3.1 Desain Penelitian .................................................... 92 3.2 Populasi, Sampel, dan Metode Pengumpulan Data 92 3.2.1 Populasi ........................................................ 92 3.2.2 Sampel .......................................................... 93 3.3 Metode Pengumpulan Data ..................................... 94 3.4 Pengembangan Instrumen Penelitian ...................... 95 3.5 Ukuran Variabel ..................................................... 95 3.5.1 Ukuran Pengetahuan ..................................... 95 3.5.2 Ukuran Sikap/Akhlak ................................... 96 3.5.3 Ukuran Norma Subjektif/Niat....................... 97 3.5.4 Ukuran Kendali Perilaku .............................. 98 3.5.5 Ukuran Komitmen Beragama ....................... 98 3.5.6 Ukuran Trust/ Kepercayaan .......................... 99 3.5.7 Intensi Konsumen ....................................... 100 3.5.8 Ukuran Perilaku Konsumen ........................ 100 3.5.9 Ukuran Teta (θ) .......................................... 101 3.6 Uji Validitas dan Realibilitas Instrumen ............... 103 3.6.1 Uji Validitas................................................ 103 3.6.2 Uji Realibilitas ............................................ 103 3.7 Pengukuran Penelitian .......................................... 104 3.8 Metodologi TSR (Tawhidi String Relation) ......... 104 3.9 Model Analisis Data ............................................. 106 3.10 Exploratory Research ......................................... 114 Bab 4. Hasil Penelitian dan Pembahasan .............................. 117 4.1 Deskriptif Data ..................................................... 117 4.1.1 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ..... 117 4.1.2 Deskriptif Statistik Data Penelitian Setiap Variabel ............................................................... 123 15 4.2 Hasil Pengujian Hipotesis ..................................... 143 4.2.1 Uji Validitas dengan Outer Loadings ......... 143 4.2.2 Composite Reliability ................................. 145 4.2.3 Cross Loadings ........................................... 146 4.2.4 Pengujian Hipotesis .................................... 147 4.2.5 Koefisien Determinasi ................................ 148 4.3 Analisis TSR (Tawheedy String Relationship) ..... 149 4.4 Analisis Wellbeing dan Maqashid Syariah Wakaf Uang ........................................................................... 149 Bab 5. Kontribusi, Limitasi, dan Implikasi ........................... 155 5.1 Kontribusi ............................................................. 155 5.2 Limitasi ................................................................. 157 5.3 Implikasi ............................................................... 158 5.3.1 Implikasi Teoritik ....................................... 158 5.3.2 Implikasi Manajerial ................................... 159 Bab 6. Kesimpulan .................................................................. 160 Bab 7. Agenda Penelitian Masa Depan yang Diusulkan ...... 163 7.1 Peningkatan Pengetahuan Masyarakat .................. 163 7.2 Peningkatan Kepercayaan Masyarakat Terhadap Nazhir ......................................................................... 164 Daftar Pustaka ......................................................................... 165 16 Bab 1. PENDAHULUAN 1.1 Potensi Wakaf Potensi wakaf uang di Indonesia diyakini sangat besar dan dari tahun ke tahun sema-kin meningkat, mengingat jumlah penduduk muslim di Indonesia yang mencapai 210 juta jiwa dan jumlah tersebut terus bertumbuh setiap tahun. Serta pendapatan perkapita juga tumbuh seiring dengan pertumbuhan ekonomi negara Indonesia yang selalu positif selama sepuluh tahun terakhir. Potensi tersebut akan menjadi aktual apabila seluruh as-pek penunjang perwujudan potensinya dikelola dengan maksimal. Penghimpunan wakaf uang dapat terwujud dengan mengoptimalkan penghimpunan wakaf uang melalui perbankan syariah, karena pada umumnya perbankan syariah merupakan lembaga keuangan yang profesional dalam mengelola dana investasi. Wakaf uang yang merupakan dana investasi ini akan bisa membiayai sektor-sektor produktif seperti properti, kelapa sawit, transportasi, dan yang sifatnya konsumer. Wakaf uang dapat berkembang jika dikelola seperti dana investasi dan bekerjasama dengan nazhir yang profesional. Penghimpunan wakaf uang melalui perbankan syariah tidak saja dapat mengembangkan manfaat wakaf untuk masyarakat banyak, tetapi dapat juga meningkatkan perkembangan perbankan syariah, mengingat wakaf uang merupakan sumber dana murah. Islam menampilkan dirinya sebagai agama yang berwajah kedermawanan (philantropy). Wujud filantropi digali dari doktrin keagamaan yang bersumber dari Alquran dan Hadis yang dimodifikasi dengan perantara mekanisme ijtihad sehingga institusi wakaf muncul. Institusi wakaf terus mengalami perkembangan paradigma yang cukup 17 signifikan seiring dengan penyesuaian berbagai aturan yang bersifat ijtihad dan penerapan wakaf di wilayah tertentu dengan dimensi sejarah yang selalu berubah (Minhaji, 2005). Wakaf merupakan instrumen maliyah, yang sebagai ajaran tergolong pada syariah yang bersifat sakral, tetapi pemahaman dan implementasi wakaftersebut tergolong pada fiqh (upaya yang bersifat kemanusiaan); karena itu, bisa dipahami bahwa praktik dan realisasi wakaf tersebut terkait erat dengan realitas dan kepentingan umat di masing-masing negara muslim (termasuk Indonesia). Tujuannya adalah supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja. Filantropi Islam juga dapat diartikan sebagai pemberian karitas (charity) yang didasarkan pada pandangan untuk mempromosikan keadilan sosial dan maslahat bagi masyarakat umum (Thaha, 2003). Meskipun tidak jelas dan tegas perihal wakaf disebutkan dalam Alquran, tetapi be-berapa ayat yang memerintahkan manusia berbuat baik untuk kebaikan masyarakat dipandang oleh para ahli sebagai landasan perwakafan (Al-Kabisi, 2004: 59). Di dalam Alquran surat AlHajj (22) ayat 77 Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, rukuklah, sujudlah, sembahlah Tuhanmu, dan kerjakan kebaikan agar kamu beruntung.” Allah memerintahkan agar manusia berbuat kebaikan supaya hidup manusia itu bahagia. Pada surat lain Allah SWT memerintahkan manusia untuk membelanjakan (menyedekahkan) sebagian hartanya yang dicintai (surat Al-Imran (3): 92) yang berbunyi: “Kamu tidak akan memperoleh kebaikan (yang sempurna) sehingga kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” 18 Hadis yang diriwayatkan muslim dari Abu Hurairah r.a berikut adalah hadis yang mendasari wakaf. Sesungguhnya Nabi Muhammad Sawtelah bersabda: َ َ‫سانُ ا إنق‬ ‫اريَ ٍة َو ِع إل ٍم يُ إنتَفَ ُع‬ َ ‫ط َع‬ َ ‫اْل إن‬ َ ‫ع َملُهُ ِإ اَّل ِم إن ث َ ََلث َ ٍة ِم إن‬ ِ ‫صدَقَ ٍة َج‬ ِ ‫ِإذَا َماتَ إ‬ ُ‫عو لَه‬ ُ ‫ح يَ إد‬ َ ‫بِ ِه َو َولَ ٍد‬ ٍ ‫صا ِل‬ “Apabila anak Adam (manusia) meninggal dunia, maka putuslah pahalanya, kecuali tiga macam: Shadaqah Jariyah (wakaf), ilmu yang dimanfaatkan, dan anak saleh yang mendoakan orang tuanya.” (HR. Muslim No 1631) Semua imam mazhab sependapat bahwa perbuatan mewakafkan benda, yaitu men-sedekahkan manfaat dari harta wakaf merupakan amal saleh yang institusinya terdapat dalam syariat Islam. Para ulama mengatakan bahwa wakafmerupakan bentuk amal jariyah, yaitu amal ibadah yang pahalanya terus mengalir dan tidak akan terputus bagi orang yang berwakaf walaupun ia sudah meninggal dunia selama benda yang diwakaf-kan masih dapat diambil manfaatnya sebagai amal jariyah (Syah, I992). Wakaf dikenal sejak masa Rasulullah Saw karena wakaf disyariatkan pada tahun ke-dua Hijriyah. Ada dua pendapat yang berkembang di kalangan ahli yurisprudensi Islam (fuqaha’) tentang siapa yang pertama kali melaksanakan syariat wakaf. Menurut seba-gian pendapat ulama mengatakan bahwa yang pertama kali melaksanakan wakafadalah Rasulullah Saw, yaitu wakaf tanah milik Nabi Saw untuk membangun masjid. Sebagian ulama menyatakan bahwa yang pertama kali melaksanakan syariat wakaf adalah Umar bin Khattab. Pendapat ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan Ibnu Umar ra1 (Yaacob, 2013). 1 Dari Ibnu Umar, bahwa Umar pernah mendapatkan sebidang tanah dari tanah Khaibar, kemudian ia bertanyapada Rasulullah), “Ya Rasulullah, 19 Praktikwakaf juga berkembang luas pada masa dinasti Umayyah, dinasti Abbasiyah, dan dinasti sesudahnya. Banyak orang berduyunduyun untuk melaksanakan wakaf, dan wakaf tidak hanya untuk orangorang fakir dan miskin saja, tetapi wakaf menjadi modal untuk membangun lembaga pendidikan, membangun perpustakaan, membayar gaji para staf, gaji para guru, dan beasiswa untuk para siswa dan mahasiswa. Antusiasme masyarakat kepada pelaksanaan wakaf telah menarik perhatian negara un-tuk mengatur pengelolaan wakaf sebagai sektor untuk membangun solidaritas sosial dan ekonomi masyarakat (Yaacob, 2013). Persentase muslim Indonesia mencapai hingga 12,7 persen dari populasi dunia. Dari 205 juta penduduk Indonesia, dilaporkan sedikitnya 88,1 persen beragama Islam (The Pew Forum on Religion & Public Life, 2010). Jumlah penduduk muslim yang besar ini merupakan potensi untuk mengembangkan wakaf uang. Harta benda wakafdapat berupa benda tidak bergerak (tanah, bangunan, tanaman, dan lain-lain) dan benda bergerak (uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, dan lain-lain). Wakaf uang (Cash Wakaf/ Wakaf Al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga, atau badan hukum dalam bentuk uang yang saya mendapat sebidang tanah di Khaibar, suatu harta yang belum pernah kudapat sama sekaliyang lebih baik bagiku selain tanah itu, lalu apa yang hendak engkau perintahkan padaku?” Kemudian Nabi menjawab, “Jika engkau suka, tahanlah pangkalnya dan sedekahkan hasilnya”. Kemudian Umar menyedekahkannya dengan syarat tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan, dan tidak boleh diwarisi yaitu untuk orang-orang fakir, untuk keluarga dekat, untuk memerdekakan hamba sahaya, untuk menjamu tamu,dan untuk orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan (ibnu sabil), dan tidak berdosa orang yang mengurusinya itu untuk memakan sebagiannya dengan cara yang wajar dan untuk memberi makan (kepada keluarganya) dengan syarat jangan dijadikan hak milik. (HR. Bukhari No 2737 dan HR. Muslim No. 1633) 20 hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang diperbolehkan secara syar’i (fatwa MUI tentang wakaf uang). Wakaf uang membukapeluang yang unik untuk menciptakan investasi guna memberikan pelayanan keagamaan, layanan pendidikan, dan layanan sosial (Medias, 2010). Wakaf uang adalah wakafdalam bentuk uang yang kemudian dikelola secara produktif oleh nazhir, dan hasilnya dimanfaatkan untuk wakaf. Artinya, seorang yang ingin berwakaf uang hendaknya berinvestasi yang kemudian hasil keuntungannya diwakafkan untuk mauqufalaih (Fanani, 2011; Tohirin, 2010). Menurut Muhammad (1997), orang yang pertama kali mengenalkan wakaf uang dalam sejarah Islam adalah Imam Az-Zufar pada abad kedelapan Masehi, salah satu ulama kalangan Madhzab Hanafiyyah. Beliau menyatakan bahwa, wakaf uang harus diinvestasikan melalui mudharabah dan keuntungannya dialokasikan untuk al-a’maal alkhairiyyah (bantuan sosial). Hal tersebut dinyatakan serupa oleh Imam Bukhari dan Ibnu Syihaab Azzuhri2. Imam Bukhari menyebutkan bahwa Ibnu Syihaab Az-Zuhri membolehkan wakaf dinardan dirham, dengan menjadikan dinar dan dirham tersebut sebagai modal usaha, yang kemudian keuntungannya disalurkan untuk wakaf. Wakaf produktif adalah harta benda atau pokok tetap yang diwakafkan untuk diper-gunakan dalam kegiatan produksi dan hasilnya disalurkan sesuai dengan tujuan wakaf. Seperti wakaf tanah untuk digunakan bercocok tanam, mata air untuk dijual airnya, dan lain-lain. Adapun wakaf uang merupakan wakaf yang diserahkan wakif dalam bentuk uang kepada nadzhir melalui LKS PWU yang dipakai untuk tujuan produktif sehingga hasilnya dapat dimanfaatkan. Dengan 2 Seorang ulama terkemuka dan peletak dasar tadwiin alhadiits 21 demikian, wakaf uang juga merupakan bagian dari wakaf produktif, wakaf uang dipandang sebagai salah satu solusi yang dapat membuat wakaf menjadi lebih produktif. Apabila wakaf uang mampu dikelola dan diberdayakan oleh suatu lembaga secara profesional, akan sangat membantu dalam menyejahterakan ekonomi umat, memenuhi hak-hak masyarakat, serta mengurangi penderitaan masyarakat (Medias, 2010). Wakaf mempunyai kontribusi solutif terhadap persoalan-persoalan ekonomi kemasyarakatan (Direktorat Pemberdayaan Wakaf Kementrian Agama RI, 2013). Sebagai upaya konkret agar wakaf uang dapat diserap dan dipraktikkan di tengah-tengah masyarakat yang perlu diperhatikan adalah: 1. Metode penghimpunan dana (fundraising), yaitu bagaimana wakaf uang itu dimobilisasikan. 2. Pengelolaan dana yang berhasil dihimpun, orientasi dalam mengelola dana tersebut adalah bagaimana pengelolaan tersebut mampu memberikan hasil yang semaksimal mungkin (income generating orientation). 3. Distribusi hasil yang dapat diciptakan kepada para penerima manfaat (beneficiaries). Dalam mendistribusikan hasil ini yang perlu diperhatikan adalah tujuan/orientasi dari distribusi tersebut, yang dapat berupa penyantunan (charity), pemberdayaan (empowerment), investasi sumber daya insani (human investment), maupun investasi infrastruktur (infrastructure investment). Nasution (2005) dalam konteks menghitung potensi wakaf uang di Indonesia, meng-asumsikan bahwa jumlah penduduk muslim kelas menengah sebanyak 10 juta jiwa dengan rata-rata penghasilan perbulan antara Rp500.000–Rp10.000.000, maka dapat dibuat perhitungan 22 sebagai berikut: (1) Apabila umat Islam yang berpenghasilan Rp500.000 sejumlah 4 juta orang, dan setiap tahun masing-masing berwakafsebanyak Rp60.000, maka setiap tahun akan terkumpul Rp240 miliar. (2) Apabila umat Islam yang berpenghasilan 1 juta–2 juta rupiah sejumlah 3 juta orang, dan setiap tahun masing-masing berwakaf sebanyak Rp120.000, maka setiap tahun terkumpul dana sebesar Rp360 miliar. (3) Apabila umat Islam yang berpenghasilan 2 juta–5 juta rupiah sejumlah 2 juta orang dan setiap tahun masing-masing berwakaf sebanyak Rp600.000, maka setiap tahun terkumpul dana sebanyak 1,2 triliun. (4) Apabila umat Islam yang berpenghasilan 5 juta–10 juta rupiah sejumlah 1 juta orang, dan setiap tahun masing-masing berwakaf sebanyak 1,2 juta rupiah, maka setiap tahun terkumpul dana sebanyak Rp1,2 triliun. Dengan demikian wakaf yang terkumpul selama satu tahun sejumlah Rp3 triliun. Potensi wakaf uang yang disampaikan oleh Nasution (2005) tersebut di atas akan dapat terwujud apabila masyarakat memiliki kepercayaan (trust) dalam menyerahkan harta yang diwakafkannya, baik dalam bentuk fisik maupun dalam bentuk uang kepada nazhir (Huda et.al, 2015), karena nazhir adalah orang yang paling bertanggungjawab terhadap harta wakaf yang dipegangnya, baik terhadap harta wakaf itu sendiri maupun terhadap hasil dan upaya pengembangannya. Potensi wakaf uang yang diperkirakan oleh Nasution (2005) dapat juga terwujud dengan mengoptimalkan penghimpunan wakaf uang melalui perbankan syariah. Secara umum perbankan syariah merupakan lembaga keuangan yang profesional dalam mengelola dana investasi. Wakaf uang dapat berkembang jika dikelola seperti dana investasi (Tohirin, 2010; Amuda dan Embi, 2013). Penghimpunan wakaf uang melalui perbankan syariah tidak saja dapat mengembangkan manfaat wakaf untuk masyarakat banyak, tetapi dapat juga meningkatkan perkembangan perbankan 23 syariah. Terkait fungsi perbankan syariah, wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan syariah (perbankan syariah sebagai LKS PWU) yang ditunjuk oleh menteri (UU No 41 Tahun 2004 Pasal 28). Wakaf benda bergerak berupa uang akan diterbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf uang. Sertifikat wakaf uang diterbitkan dan disampaikan oleh lembaga keuangan syariah kepada wakif dan nazhir sebagai bukti penyerahan harta benda wakaf. Aset perbankan syariah berdasarkan statistik perbankan syariah sampai dengan April 2014 tercatat masih mengalami pertumbuhan sebesar 17,5 persen (year on year), meskipun pertumbuhan ini jauh di bawah rata-rata pertumbuhan sejak 2005 sampai dengan 2013 yang mampu mencapai 36,1 persen per tahun. Laju pertumbuhan tersebut masih di atas rata-rata pertumbuhan aset perbankan nasional yang hanya sebesar 16,3 persen per tahun. Untuk itulah industri perbankan syariah mendapat julukan sebagai the fastest growing industry. Akselerasi peningkatan pangsa perbankan syariah semakin melandai, bahkan kembali menurun. Perlu perjuangan yang lebih besar agar pangsa perbankan syariah nasional dapat kembali meningkat secara berkelanjutan. Upaya ini cukup berat karena ibarat mengejar target yang bergerak, sehingga perlu kecepatan yang lebih tinggi. Besar harapan agar perbankan syariah nasional dapat mengejar pangsa perbankan syariah di Malaysia yang sudah melebihi 20 persen, sehingga perannya dalam perekonomian nasional menjadi lebih terasa. Data historis menunjukkan bahwa laju pertumbuhan aset perbankan syariah selama ini ditopang pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK), sehingga pertumbuhannya terlihat selalu beriringan. Kemampuan perbankan syariah dalam penghimpunan DPK sangat menentukan akselerasi pertumbuhan asetnya. Kinerja penghimpunan dana pihak ke3 (DPK) perbankan syariah cenderung flat. Namun demikian, 24 pertumbuhan DPK Giro dan Tabungan (dana murah) tahun 2015 sebesar 9,2% sedikit lebih baik dibanding tahun 2014 sebesar 8,6%. Apabila potensi wakaf bisa dihimpun oleh perbankan syariah maka diyakini dana tersebut akan menjadi sumber dana murah bagi bank syariah dan dapat membuat kinerja bank syariah menjadi lebih baik. Setidaknya, terdapat dua faktor utama yang menurunkan kemampuan bank syariah dalam penghimpunan DPK, yakni produk, pelayanan yang masih tertinggal dan kemampuan ekspansi jaringan kantor serta infrastruktur perbankan lainnya. Kemampuan permodalan menjadi salah satu penyebab melambatnya ekspansi jaringan kantor perbankan syariah. Terlebih, setelah diterapkannya aturan mengenai pembukaan jaringan kantor Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) yang dikaitkan dengan modal inti bank syariah. Walaupun tidak berdampak kepada semua bank syariah, aturan ini membatasi gerak beberapa bank syariah yang kondisi permodalannya terbatas. Kondisi ini tercermin dari CAR perbankan syariah yang sampai dengan April 2015 tercatat sebesar 16,68 persen atau lebih rendah dari CAR perbankan nasional yang mencapai 20,79 persen. Upaya peningkatan kemampuan modal bank, baik bank konvensional maupun bank syariah menurut Arsitektur Perbankan Indonesia dengan membuat business plan yang memuat target waktu, cara, dan tahap pencapaian. Cara pencapaiannya melalui: 1. Penambahan modal baru baik dari shareholder lama maupun investor baru; 2. Merger dengan bank (atau beberapa bank) lain untuk mencapai persyaratan modal minimum baru; 3. Penerbitan saham baru atau secondary offering di pasar modal; 4. Penerbitan sukuk subordinated loan. 25 1.2 Fundraising Fundraising adalah suatu bentuk/kegiatan penggalangan dana dan sumber daya lainnya seperti wakif/donator dari masyarakat baik individu, kelompok, organisasi, perusa-haan ataupun pemerintah yang digunakan untuk mencapai misi atau tujuan lembaga wakaf dan juga bisa dimaknai sebagai menggalang wakif untuk mengembangkan usahausaha sosial (social enterprise) (Suparman, 2009). Definisi lain dari fundraising menurut Andreasen and Kotler (2008) adalah sebuah aktivitas dalam mengumpulkan sumber daya keuangan dengan tujuan sesuai yang diharapkan secara fundamental. Warwick (2000) menekankan bahwa fundraising tidak hanya didefinisikan sebagai usaha mem-peroleh pendanaan untuk suatu organisasi, tetapi juga termasuk suatu cara menciptakan basis pendanaan, membuat penderma aktif, visible, dan efisien. Beberapa model fundraising wakaf menurut ulama terdahulu adalah sebagai berikut: 1. Penukaran (istibdāl) Suatu konsep tradisional di mana aset wakaf ditukar dengan aset lainnya yang memiliki kesamaan dalam jenis layanan atau tingkat pengembalian yang serupa tanpa terdapat perubahan yang disyaratkan oleh pemilik. 2. Sewa berjangka panjang dengan pembayaran dimuka yang besar (ḥukr) Arti dari hukr adalah monopoli atau ekslusivitas. Pada prakteknya, administrator wakaf akan mengahadapi permasalahan berupa properti wakaf tidak dapat menghasilkan pendapatan sampai dengan adanya tambahan investasi atau inovasi untuk mengembangkannya. Kontrak ini memberikan keuntungan bagi nazhir untuk mendapatkan dana 26 dalam jumlah besar di depan melalui kontrak sewa jangka panjang. 3. Sewa dengan pembayaran ganda (ijaratayn) Arti ijaratayn adalah dua jenis penyewaan dengan artian terdapat dua jenis pembayaran. Dengan satu jenis instrumen di mana penyewa dapat memegang hak legal dari suatu properti secara permanen. Perbedaan dengan hukr adalah pem-bayaran di depan digunakan untuk merestorasi aset wakaf. Selain model klasik di atas, terdapat pula modern fundraising yang meliputi Direct Cash Waqf, Venture Philanthropy of Waqf Model (VPWM), Social Enterprise Waqf Fund Model (SEWF). 1.3 Ruang Lingkup dan Permasalahan 1.3.1 Ruang Lingkup Penelitian yang dilakukan ini meliputi dua ruang lingkup objek utama, yaitu (1) esensi wakaf uang yang memiliki potensi sangat besar jika dikelola secara profesional sebagai salah satu sumber dana murah, (2) perbankan syariah, terkait penurunan kinerja khususnya penurunan pertumbuhan aset. Penelitian yang dilakukan ini berupaya mencari sinergi dari dua wilayah ruang lingkup ini sehingga terdapat sinergi yang positif. 1.3.2 Permasalahan Berdasarkan perhitungan potensi wakaf yang sudah dilakukan Nasution (2005) serta Huda, Barata dan Rahardian (2014) dan dikaitkan dengan penerimaan wakaf uang berdasarkan data BWI sebagai berikut: 27 Tabel 1.1 Data penerimaan wakaf uang dari tahun 2008–2012 Sumber: Badan Wakaf Indonesia (BWI) Berdasarkan tabel 1.1 tersebut di atas, terlihat adanya perbedaan yang signifikan antara potensi dan realisasi penerimaan wakaf uang. Data pada tabel 1.1 hanya sampai tahun 2012, karena data resmi yang dipublikasikan oleh BWI hanya sampai tahun 2012. Pada tahun 2013 penerimaan wakaf uang di BWI sebesar Rp 3 Milyar. Potensi wakaf ini diyakini akan terus meningkat 5 sampai 10 tahun ke depan, bahkan ICMI sudah mengajukan ke OJK untuk izin pembentukan Bank Wakaf. Pada sisi lain, industri perbankan syariah periode 2014-2015 tidak mengalami perkembangan yang diharapkan, yaitu terus mengalami kenaikan kinerja, melainkan mengalami penurunan. Dua persoalan ini yang akan disinergikan sehingga bisa saling memberikan dukungan untuk perkembangan wakaf uang dan industri perbankan syariah. Negara Mesir merupakan negara yang memiliki dana wakaf yang sangat besar perannya bagi masyarakat dan menjadi sumber pinjaman negara guna membiayai dana pembangunan. Hal ini tentu sangat berbeda dengan yang terjadi di Indonesia. 28 Hasil riset terdahulu mengenai minat masyarakat pada penggunaan perbankan syariah bukan saja dari variabel sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku, tetapi juga religious commitment memiliki pengaruh terhadap minat masyarakat menggunakan produk perbankan syariah (Sartika et.al, 2011; Jaffar dan Musa, 2013). Moral obligation atau religious commitment pada penelitian Jaffar dan Musa (2013) digambarkan sebagai variabel religious obligation. Variabel religious obligation tersebut merupakan salah satu faktor yang memengaruhi sikap selain faktor penge-tahuan. Faktor religious obligation hanya memiliki pengaruh secara langsung kepada sikap dan pengaruh tidak langsung kepada variabel intensi (Jaffar dan Musa, 2013). Selain faktor tersebut, faktor lain yang dapat memengaruhi minat masyarakat walaupun tidak secara langsung adalah faktor pengetahuan (knowledge). Aswandy (2014) menyimpulkan bahwa pengetahuan merupakan salah satu faktor dasar yang dapat membentuk loyalitas nasabah bank syariah secara tidak langsung. Selain itu terdapat faktor yang menghubungkan pengetahuan dengan loyalitas, yaitu kepercayaan (trust). Adapun Wahyuni (2008); Jaffar dan Musa (2013) menyebutkan bahwa tanpa ada pengetahuan masyarakat mengenai produk perbankan syariah, maka sikap masyarakat yang terbentuk akan memengaruhi minat masyarakat menggunakan produk perbankan syariah. Faktor trust merupakan salah satu faktor yang juga dapat memengaruhi intensi atau minat masyarakat (Karijin et.al, 2007). Penelitian terdahulu mengenai intensi masyarakat untuk berwakaf salah satunya adalah penelitian yang dilakukan Huda, Barata dan Rahardian (2014) dalam paper-nya yang berjudul 29 “Potential Endowments (Waqf) Development Strategy Based on Waqif Household and Economic Infrastructure Index of Provinces In Indonesia”, melakukan perhitungan potensi penerimaan wakaf di Indonesia untuk masing-masing provinsi. Hasil penelitian Huda, Barata dan Rahardian (2014) menunjukkan pemetaan potensi penerimaan wakaf di Indonesia. Furqon (2011) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Praktek Perwa-kafan Uang Pada Lembaga Keuangan Syariah”. Hasil analisis Furqon (2011) adalah: (1) Penyebaran informasi wakaf uang masih relatif terbatas dibandingkan dengan kekayaan media dan pengalaman yang dimiliki oleh bank; (2) Bank Syariah Mandiri (BSM) tidak memiliki meja khusus yang dapat melayani pelanggan yang datang ke bank untuk berwakaf uang sehingga ketika pelanggan datang untuk mendaftarkan wakaf uang, petugas layanan pelanggan dan petugas bank akan melayani mereka tanpa nadzhir dan saksi; dan (3) Dua model investasi wakaf uang di bank: sektor riil untuk pembangunan rumah bersalin, dan sektor finansial, di mana uang didepositkan dalam Deposito Syariah Mandiri. Muhammed dan Ahmed (2015) melakukan penelitian dengan judul “Relationship Between Intention and Actual Support Towards the Construction of Modern Waqf-Based Hospital in Uganda”. Penelitian yang dilakukan Mohammed dan Ahmed (2015) menggunakan Theory of Planned Behavior (TPB) yang dikembangkan oleh Ajzen (1985) untuk mengidentifikasikan faktor-faktor yang memotivasi wakif untuk intensi berwakaf.Penelitian Mohammed dan Ahmed (2015) menjelaskan hubungan antara intensi dan actual support terhadap pembangunan rumah sakit modern berdasarkan wakaf di Uganda. 30 Berdasarkan uraian di atas maka potensi wakaf uang yang sangat besar dibandingkan dengan realisasinya pada satu sisi dan semakin menurunnya kinerja perbankan syariah mulai 2014 hingga 2016 diperlukan solusi untuk hal tersebut. Sehingga potensi wakaf dan persoalan pada perbankan syariah menjadi sebuah sinergi untuk menuju optimalisasi keduanya. Teori yang digunakan untuk solusi permasalahan potensi wakaf tersebut adalah Theory Planned Behavior (TPB).Hal ini sesuai dengan hasil riset Mohammed dan Ahmed (2015) untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memotivasi wakif untuk berintensi wakaf, dengan mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi intensi wakifmelakukan wakaf uang di perbankan syariah, maka akan diperoleh solusi dalam permasalahan potensi wakaf yang belum terealisasi secara optimal dan persoalan kinerja perbankan syariah. 31 Bab 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Riset Terkait Wakaf Penelitian-penelitian mengenai wakaf saat ini mulai banyak dilakukan baik dari akademisi maupun praktisi, beberapa riset yang terkait wakaf diuraikan pada paragraf-paragraf berikut ini. Mohammad (2006) melakukan penelitian dengan judul “Innovative Modes of Finan-cing the Development of Waqf Property”. Metode penelitian yang digunakan metode deskriptif, penelitian yang dilakukan ini menawarkan model pembiayaan untuk me-ngembangkan harta wakaf, khususnya di Malaysia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proyek pembangunan wakafselain dari pemerintah dan badan-badan setengah pemerintah dapat dibiayai melalui bank, pengembang, dan juga oleh lembaga wakaf dengan cara pembiayaan sendiri. Aziz dan Yusof (2014) judul artikelnya “An Initial Study on Student’s Need Towards Islamic Waqf Bank for Education”. Tujuan dari penelitian yang dilakukan Aziz dan Yusof (20140 ini adalah untuk mengeksplorasi kebutuhan terhadap bank wakaf Islam untuk pendidikan. Metodologi penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif terhadap 210 responden di kalangan mahasiswa muslim di Malaysia. Temuan umum dari penelitian menunjukkan bahwa permintaan membangun bank wakaf Islam sangat tinggi di kalangan siswa Malaysia. Selain itu, hasilnya menunjukkan bahwa ada tuntutan yang kuat untuk pendirian bank wakaf Islam. Kebolehan wakaf uang dan kesesuaian struktur modal bank syariah dapat dianggap sebagai instrumen wakaf dalam memecahkan masalah pembiayaan antara siswa. 32 Hassan (2010) melakukan penelitian dengan judul “An Integrated Poverty Allevia-tion Model Combining Zakat, Awqaf And MicroFinance”. Penelitian yang dilakukan ini menghasilkan sebuah model yang mengintegrasikan dua instrumen keuangan Islam dalam mengatasi kemiskinan, yaitu zakat dan wakaf melalui lembaga keuangan mikro syariah. Model yang ditawarkan dari penelitian tersebut berkaitan dengan sumber dana pembiayaan, model investasi, dan aspek manajemen. Penelitian yang dilakukan oleh Hassan (2010) tersebut menunjukkan bahwa zakat dan wakaf serta lembaga keuangan mikro syariah bisa terintegrasi dalam mengatasi kemiskinan. Integrasi tersebut bisa ber-hasil mengatasi kemiskinan jika dilaksanakan secara profesional mulai dari sumber dana sampai kepada manajemen penyaluran dana. Furqon (2011) dengan judul penelitian “Analisis Praktek Perwakafan Uang Pada Lembaga Keuangan Syariah”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa salah satu lembaga keuangan syariah yang mengelola dana wakaf uang, yaitu Bank Syariah Mandiri (BSM) masih kurang profesional dalam mengelola dana wakaf uang tersebut. Salah satu perma-salahannya adalah tidak ada unit tersendiri yang menerima dana wakaf uang. Sehingga dana wakaf uang yang masuk melalui lembaga keuangan syariah Bank Syariah Mandiri masih belum sesuai dengan syariat rukun wakaf, yaitu harus ada wakif, nazhir, dan harta yang diwakafkan. Adam dan Lahsasna (2013) dengan judul penelitian “Cash Endowment as Source of Fund in Islamic Micro Financing”. Metode yang digunakan Adam dan Lahsasna (2013) adalah metodologi kualitatif dengan menganalisis literatur tentang wakaf uang dan keuangan mikro. Hasil penelitian Adam dan Lahsasna menghasilkan struktur baru pembiayaan mikro dengan menggunakan konsep baru, yaitu wakaf uang. Wakaf uang dapat sebagai struktur inovatif yang berkontribusi terhadap 33 peningkatan dan perbaikan ke-uangan mikro dalam memobilisasi dana. Penelitian Adam dan Lahsasna (2013) ini hanya menawarkan bahwa wakaf uang bisa secara konsep menjadi sumber pendanaan bagi lembaga keuangan mikro Islam. Bentuk penyaluran dana wakaf tersebut kurang menjadi perhatian dari penelitian Adam dan Lahsasna (2013). Saad dan Anuar (2009) melakukan penelitian dengan judul “’Cash Waqf’ and Islamic Microfinanceuntapped Economic Opportunities”. Penelitian Saad dan Anuar (2009) berkaitan dengan kemungkinan menggunakan cash waqf (wakaf uang/tunai) sebagai sumber pendanaan bagi keuangan mikro Islam dan menawarkan sebuah konsep baru yang dapat diaplikasikan oleh lembaga keuangan mikro Islam, sehingga operasional lembaga keuangan mikro Islam tetap berada pada jalur syariah. Hasil penelitian Saad dan Anuar (2009) menghasilkan sebuah model mengenai peran wakaf uang sebagai sumber pendanaan microfinance. Model yang ditawarkan oleh Saad dan Anuar (2009) tersebut menunjukkan bahwa wakaf uang dikumpulkan pada sebuah institusi yang akan mengelola dana wakaf uang tersebut. Dana wakaf uang yang terkumpul akan disalurkan untuk manfaat microentrepreneurs. Model tersebut terlihat pada gambar 2.1 berikut. Gambar 2.1 Cash Waqf as a Source of Funding for Islamic Microfinance Sumber: Saad dan Anuar, 2009: 351 34 Ramli dan Jalil (2013), judul penelitian “Corporate Waqf Model and Its Distinctive Features: The Future of Islamic Philanthropy”. Tujuan penelitian yang dilakukan ini adalah melakukan identifikasi model wakaf perusahaan dan memperhatikan hukum syariah pada bentuk wakaf yang baru. Penelitian yang dilakukan ini bersifat teoritis faktual sehingga sangat didasarkan pada analisis yang teliti dan menyeluruh dari literatur sebe-lumnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keuntungan dari wakaf perusahaan dapat diamati dari beberapa aspek. Dengan ukuran besar aset dan dana, tim manajemen yang profesional, kepercayaan publik terhadap praktik-praktik mereka dan pengakuan pemerintah, wakaf perusahaan bisa dilihat sebagai model yang paling menjanjikan di bidang pengembangan wakaf. Huda, et al (2015) melakukan riset terkait prioritas masalah, solusi dan strategi wakaf produktif. Solusi pada setiap aspek dipecah berdasarkan masalah pada tiap aspek tersebut. Prioritas solusi terhadap masalah pada aspek nazhir, rendahnya kompetensi nazhir dalam pengelolaan wakaf; 1) pelatihan intensif bagi nazhir oleh kanwil Kemenag; 2) sertifikasi bagi nazhir; 3) sinergi dengan perguruan tinggi setempat. Untuk masalah nazhir bukan sebagai profesi utama, prioritas solusinya adalah: 1) meningkatkan insentif bagi nazhir; 2) mengubah nazhir perorangan menjadi lembaga. Masalah pengelolaan wakaf belum optimal, prioritas solusinya: 1) kerjasama dengan lembaga keuangan syariah; 2) pelatihan materi investasi bagi para nazhir; 3) pembentukan tabungan wakaf atau wakaf uang. Prioritas solusi terhadap masalah pada aspek wakif, budaya pemberian wakaf langsung ke personal adalah: 1) kemudahan layanan nazhir; 2) kemudahan mendapatkan informasi mengenai wakaf; 3) mendorong kesadaran masyarakat untuk berwakaf pada lembaga wakaf. Pada masalah wakif tidak koordinasi dengan ahli waris, prioritas solusinya adalah: 1) kejelasan surat wakaf; 2) koordinasi 35 antara nazhir dan wakif dalam pemberian wakaf; 3) penyerahan wakaf dibuatkan berita acara di depan ahli waris wakif. Terakhir masalah terkait rendahnya pemahaman wakif, prioritas solusinya adalah: 1) edukasi wakaf pada masyarakat; 2) sosialisasi wakaf melalui berbagai media. Beik (2013), dengan judul penelitian “Mengoptimalkan Wakaf Uang Bagi Pengembangan UMKM. Hasil penelitian ternyata mayoritas responden (51,94%), meski belum mengetahui secara pasti konsep wakaf uang, tetapitelah meyakini bahwa wakaf uang dapat menjadi instrumen yang dapat meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Keyakinan ini merupakan modal awal yang baik, yang diharapkan dapat menggiring semangat para pelaku usaha untuk mau mewakafkan sebagian hartanya bagi kepentingan pembangunan ekonomi umat, hanya 10,64 persen saja yang merasa tidak yakin. Namun demikian, hal yang agak kontradiktif dengan keyakinan tersebut adalah persepsi responden tentang kekhawatiran akan pemanfaatan wakaf uang untuk pembiayaan yang bersifat komersial (skor rata-rata 2,82). Barangkali yang muncul di benak responden adalah pemanfaatan wakaf uang ini harus sama dengan zakat, di mana pada skema zakat produktif, pola penyalurannya biasanya dilakukan dengan menggunakan akad qardhul hasan, atau pinjaman tanpa bunga, dan bukan akad komersial. Agar umat ini memahami hakikat wakaf uang dengan baik, maka para responden menyarankan agar dibentuk pusat-pusat pelatihan atau pusat inkubasi bisnis berbasis wakaf (skor rata-rata 3,80). Hasanah (1997) dengan disertasinya yang berjudul “Peranan Wakafdalam Mewujudkan Kesejahteraan Sosial (Studi Kasus Pengelolaan Wakaf di Jakarta Selatan)”. Hasil penelitian yang dilakukan ini menyimpulkan bahwa pengelolaan wakaf di lokasi penelitian baru pada tahap mengarah untuk mewujudkan kesejahteraan umat dan belum mampu untuk mewujudkannya secara nyata. 36 Fathurrohman (2012) dalam disertasinya yang berjudul “Wakaf dan Penanggulangan Kemiskinan (Studi Kasus Pengelolaan Wakaf di Kabupaten Bandung Jawa Barat)”. Hasil riset menjelaskan bahwa masih banyak masalah-masalah yang dihadapi dalam pengelolaan tanah-tanah wakaf secara produktif di Kabupaten Bandung, diantaranya sebagian besar tanah-tanah wakaf digunakan untuk sarana ibadah dan sebagian lagi letaknya tidak strategis. Di samping itu, pengetahuan dan pemahaman nazhir terhadap peraturan perwakafan masih kurang. Dengan kondisi seperti ini, tanah-tanah wakafagak sulit untuk dikelola secara produktif sesuai dengan ketentuan hukum Islam maupun ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku karena para nazhir kurang profesional dan kesulitan dana untuk biaya pengelolaannya. Padahal, harta benda wakaf jika dikelola dan dikembangkan secara produktif, maka dapat diperuntukkan sebagai salah satu alternatif untuk membantu menanggulangi kemiskinan. Shalih (2001) dalam disertasinya yang berjudul “Peran Wakaf dalam Maqashid Syariah”. Hasil riset menjelaskan bahwa dalam wakaf terdapat peran yang sangat penting untuk menjaga lima pilar maqashid syariah, yaitu untuk memelihara agama (hifzhuddiin) maka wakaf berperan dalam membersihkan hati seorang wakifdalam rangka beribadah kepada Allah semata bukan beribadah kepada harta, sehingga ia terhindar dari sifat kikir dan tamak dan terpupuk dalam dirinya sifat kebersamaan dan kasih sayang yang dapat mengantarkan kepada hifzhunnafs (memelihara jiwa), hifzhunnasab (memelihara keturunan), hifzhul maal (memelihara harta), dan hifzhul ‘aql (memelihara akal) dengan mendirikan yayasan atau lembaga pendidikan yang dapat menyebarluaskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan sehingga dapat melahirkan generasi muslim yang kompeten dalam segala bidang baik ilmu syar’i maupun ilmu science, dan ilmu-ilmu lainnya. Beragam 37 prestasi yang diperoleh dari pengembangan ilmu pengetahuan oleh masyarakat muslim pada abad pertengahan telah menjadi sumber kemajuan teknologi negara-negara barat saat ini. Huda, Barata dan Rahardian (2014) dalam papernya yang berjudul “Potential Endowments (Waqf) Development Strategy Based on Waqif Household and Economic Infrastructure Index of Provinces in Indonesia”. Melakukan perhitungan potensi penerimaan wakaf di Indonesia untuk masing-masing provinsi. Tabel nominal wakaf uang yang potensial dikumpulkan untuk sejumlah rumah tangga potensial setiap provinsi berdasarkan standar wakaf uang minimal yang ditetapkan oleh Badan Wakaf Indonesia (BWI), yakni minimal Rp1.000.000 (satu juta rupiah untuk bisa menjadi wakif, dan mendapat Sertifikat Wakaf uang dengan cara langsung ke kantor salah satu dari 16 Lembaga Keuangan Syariah (LKS) Penerima Wakaf Uang (PWU) atau lewat rekening bank syariah tersebut. Table 2.1 Spread of Potentional of Cash Wakaf (Minimal Rp 1.000.000/ Household) in Indonesia 2011 Sumber: BPS, data diolah 38 Tabel 2.1 di atas menunjukan bahwa total potensi wakaf uang yang bisa dikumpulkan paling minimal mencapai hampir Rp9 triliun. Ini merupakan potensi yang sangat besar untuk membangun infrastruktur ekonomi dengan mengusahakannya menjadi wakaf yang bersifat produktif. Meskipun demikian, di suatu daerah tidak hanya memiliki rumah tangga yang potensial berwakaf uang, tetapiada juga rumah tangga yang belum mampu berwakaf. Jika dilihat dari sisi perbandingan antara rumah tangga yang berpotensial untuk mengeluarkan wakaf uang dibanding dengan rumah tangga yang belum mampu untuk berwakaf, maka propinsi Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Kalimantan Timur, DKI Jakarta, Sulawesi Tengah, Riau, Banten, dan Kalimantan Selatan merupakan kelompok provinsi dengan rasio yang tertinggi untuk mengcover rumah tangga yang belum potensial dalam menyediakan wakaf produktif di daerah tersebut, sehingga menjadi derah potensial dari sisi rasio tersebut. Mohammed dan Ahmed (2015) melakukan penelitian dengan judul “Relationship Between Intention and Actual Support Towards The Construction of Modern Waqf Based Hospital in Uganda”. Penelitian menggunakan Theory of Planned Behavior (TPB) yang dikembangkan oleh Ajzen (1985) untuk mengidentifikasikan faktor-faktor yang memotivasi wakif untuk intensi berwakaf. Penelitian Mohammed dan Ahmed (2015) menjelaskan hubungan antara intensi dan actual support terhadap pembangunan rumah sakit modern berdasarkan wakaf di Uganda. Penelitian yang dilakukan ini mengadopsi analisis faktor; analisis komponen utama dan Structural Equation Modelling (SEM) untuk menganalisis data dari 300 kuesioner yang valid. Hasil penelitian Mohammed dan Ahmed (2015) menunjukkan bahwa ada tiga faktor motivasi, yaitu: attitude (sikap), moral duties (kewajiban moral), dan religious duties (kewajiban agama) memiliki pengaruh yang signifikan 39 dan positif terhadap intensikomunitas muslim untuk memberikan dukungan secara keuangan dan bukan keuangan dalam pembangunan rumah sakit modern berbasis wakaf di Uganda. Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi upaya memaksimalkan penghimpunan wakaf uang melalui perbankan syariah yang bekerjasama dengan nazhir profesional dalam penghimpunan dana murah bagi perbankan syariah yang sangat membutuhkannya untuk mendukung pengembangan usaha dengan lebih baik sehingga bisa memenangkan persaingan dalam dunia perbankan pada umumnya. 2.2 Dimensi Wakaf dan Pengelolaan Wakaf 2.2.1 Dimensi Wakaf Wakaf berasal dari kata kerja bahasa Arab Waqafa (yaqifuwaqfan) berarti menahan atau berhenti. Dalam hukum Islam, wakafberarti menyerahkan suatu hak milik yang tahan lama (zatnya) kepada seseorang atau nazhir (pengelola wakaf), baik berupa perseorangan maupun badan hukum, dengan ketentuan bahwa hasil atau manfaatnya digunakan untuk hal-hal yang sesuai dengan ajaran syariat Islam. Harta yang telah diwakafkan lepas dari hak milik yang mewakafkan, dan bukan pula menjadi hak milik nazhir, tetapi menjadi hak milik Allah dalam pengertian hak masyarakat umum (Ahmed, 2004; Khalil, 2008). Wakaf pada terminologi fikih berarti menahan harta yang mungkin diambil manfaatnya serta substansi (‘ain) harta itu tetap dengan jalan memutuskan hak penguasaan terhadap harta itu dari orang yang berwakaf; ditujukan untuk penggunaan yang halal (mubah) atau memanfaatkan hasilnya untuk tujuan kebaikan dengan niat mendekatkan diri kepada Allah SWT (Zuhaili,1987). 40 UU No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf pasal 1 wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. Wakaftelah dikenal oleh umat Islam sejak Nabi Muhammad Saw masih ada, yaitu sejak beliau hijrah dari Makkah ke Madinah. Tepatnya, wakaf disyariatkan pada tahun kedua hijrah. Para ulama berpendapat bahwa sejarah awal wakaf dimulai oleh Umar bin Khatab terhadap tanahnya di Khaibar. Perbuatan Umar ini kemudian diikuti oleh Abu Thalhah, sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, yang mewakafkan kebun kesayangannya “Bairoha”. Selanjutnya disusul oleh para sahabat yang lain, seperti Abu Bakar, Usman, Ali bin Abi Thalib, Anas bin Malik, Abdullah bin Umar, Zubir bin Awwam, dan Aisyah istri Rasulullah (Yacoob, 2013). Perspektif Alquran mengenai wakaf, antara lain QS. Al-Hajj (22): 77; Ali ‘Imran (3): 92; dan Al-Baqarah (2): 261. Surah AlHajj (22): 77 menjelaskan: (Perbuatlah kebajikan supaya kamu mendapat kemenangan). Dalam surah Ali ‘Imran (3): 92 disebutkan: (Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaktian (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai) dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahui). Dalam surah Al-Baqarah (2): 261 Allah SWT berfirman: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa saja 41 yang Dia kehendaki dan Allah Maha Kuasa (Karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” Menurut fikih (Zuhaili, 1987), wakaf dinyatakan sah apabila semua rukun dan syaratnya terpenuhi secara lengkap. Rukun (unsur-unsur yang membentuk) wakaf terdiri atas: (1)orang yang berwakaf (wakif); (2) harta yang diwakafkan (al-mauquf); (3) pene-rima wakaf (al-mauquf ‘alaih); dan (4) ikrar atau pernyataan berwakaf(‘aqd al-waqf aw shigat al-waqf) dari orang yang berwakaf. Keempat rukun ini, masing-masing memiliki syaratsyarat yang disepakati sebagian besar ulama. Misalnya wakifmempunyai kecakapan untuk melakukan tabarru, yaitu melepaskan hak milik tanpa mengharapkan imbalan materiil (Hasanah, 1997). Orang yang berwakaf harus mempunyai kecakapan bertindak secara hukum Islam, yaitu dewasa, sehat akalnya, tidak dibatasi hak penguasaannya atas hartanya (ghair mahjur alaih), dan memiliki harta yang hendak diwakafkannya. Adapun benda yang diwakafkan harus berwujud barang yang sah diperjualbelikan, dimiliki sepenuhnya oleh wakif pada saat wakaf dilaksanakan, bermanfaat, dan substansinya tetap (baqa`u ‘ainihi), dikatakan dengan jelas jenis, jumlah dan batasnya. Pernyataan wakaf dari wakifharus tegas dan jelas tujuannya, tidak dibatasi oleh waktu, dan tidak dipertautkan dengan suatu syarat (kepentingan). Sedangkan penerima wakaf dapat berupa perorangan, kelompok orang dan badan atau lembaga harus disebutkan secara jelas di dalam pernyataan wakaf. UU No 41 tahun 2004 pasal 6 menyatakan wakaf dilaksanakan dengan memenuhi unsur wakaf sebagai berikut: a). Wakif; b). Nazhir; c). Harta Benda Wakaf; d). Ikrar Wakaf; e). 42 Peruntukan Harta Benda Wakaf; f). Jangka Waktu Wakaf. Sedangkan pasal 8 menjelaskan wakif perseorangan hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi persyaratan: a). dewasa; b). berakal sehat; c). tidak terhalang melakukan perbuatan hukum; dan d). pemilik sah harta benda wakaf. Konsekuensi logis dari pernyataan wakaf, maka harta wakafterlepas dari hak milik wakif, dan tidak pula pindah menjadi milik orang atau badan yang menjadi tujuan wakaf. Pada umumnya di dalam buku-buku fikih ditegaskan bahwa kepemilikan harta wakafberalih dari wakif kepada Allah SWT dan tidak boleh dijual, tidak boleh diberikan/dihibahkan dan tidak boleh diwariskan. Orang yang mengelola wakaf disebut nazhir atau mutawalli (Sugianto dan Kusnadi, 2014). UU Nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf. Pasal 16 menyatakan bahwa harta benda wakafterdiri dari: (1) Benda tidak bergerak; dan (2) Benda bergerak. Benda tidak bergerak meliputi: (i) hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar; (ii) bangunan/bagian yang berdiri di atas tanah sebagaimana dimaksud pada angka 1; (iii) tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah; (iv) hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (v) benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan. Benda bergerak adalah harta benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi: uang; logam mulia; surat berharga; kendaraan; hak atas kekayaan intelektual; hak sewa; benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 43 Wakaf uang adalah wakaf dalam bentuk uang yang kemudian dikelola secara produktif oleh nazhir, dan hasilnya dimanfaatkan untuk wakaf. Artinya, seorang yang ingin berwakaf uang hendaknya berinvestasi yang kemudian hasil keuntungannya diwakafkan untuk mauquf alaih.(Fanani, 2011). Muhammad (1997), orang yang pertama kali mengenalkan wakaf uang dalam sejarah Islam adalah Imam Az-Zufar pada abad ke 8 Masehi, salah satu ulama kalangan Madhzab Hanafiyyah. Beliau menyatakan bahwa, wakaf uang harus diinvestasikan melalui mudharabah dan keuntungannya dialokasikan untuk ala’maal alkhairiyyah (bantuan sosial). Hal tersebut dinyatakan serupa oleh Imam Bukhari dan Ibnu Syihaab Azzuhri. Imam Bukhari menyebutkan bahwa Ibnu Syihaab Az-Zuhri membolehkan wakaf dinar dan dirham, dengan menjadikan dinar dan dirham tersebut sebagai modal usaha, yang kemudian keuntungannya disalurkan untuk wakaf. Wakaf uang ini merupakan permasalahan yang didiskusikan di kalangan Ulama Fikih. Imam Nawawi dari kalangan Syafi’iyyah mengatakan: “Dan berbeda pendapat para sahabat kita tentang wakafdengan uang (dinar atau dirham). Orang yang boleh mempersewakan dinar atau dirham, boleh juga berwakaf dengannya, dan yang tidak bolehmempersewakannya, tidak membolehkan perwakafannya” (Al-Nawawi, Zakariya, Muhyiddin, 1992). Cizakca (1998), sejarah membuktikan bahwa wakaf uang telah populer pada zaman Bani Mamluk dan Turki Utsmani. Di awal perkembangan Islam pun, wakaf uang telah dibenarkan oleh para ulama. Namun, wakaf uang baru berpengaruh secara signifikan pada abad ke-16 Masehi yaitu pada zaman Turki 44 Utsmani. Arnaut (2000) menjelaskan, pembangunan kota Istanbul, tak lepas dari wakaf uang yang berkembang pesat sehingga menjadi pusat perdagangan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan dokumen sejarah yang ditemukan pada tahun 1464 Masehi, yang seratus tahun kemudian menjadi kebiasaan masyarakat Istanbul. Kahf (2006) menyatakan wakaf produktif adalah harta wakaf yang dimanfaatkan dan diolah sumbernya, sehingga hasilnya dapat diinfakkan dan disedekahkan untuk membantu memenuhi kebutuhan masyarakat. Wakaf terbagi menjadi beberapa bagian menurut aspek tujuannya, aspek waktunya, aspek penggunaan dan pengelolaan hartanya/mauquf bih (Kahf, 2006; Mahmood, 2007; Rahman, 2009) 1. Wakaf menurut aspek tujuan: a) Wakaf Khairi: wakaf yang dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat umum secara luas. b) Wakaf Ahli: wakaf yang manfaatnya diperuntukkan bagi keluarganya atau kerabat dan keturunannya tanpa membedakan antara yang kaya dan miskin, yang sehat dan sakit di antara mereka. c) Wakaf Musytarak: wakaf yang manfaatnya diperuntukkan bagi masyarakat umum dan keluarga. 2. Wakaf menurut aspek waktunya: a) Wakaf Mu’abbad: wakaf yang bersifat abadi, dalam hal ini seperti tanah, bangunan, dan benda bergerak dengan syarat bersifat abadi untuk diwakafkan. 45 b) Wakaf Mu’aqqat: wakaf yang pemanfaatannya dibatasi waktunya oleh wakif, atau harta yang bersifat tidak abadi ketika digunakan atau dimanfaatkan. 3. Wakaf menurut aspek penggunaan dan pengelolaan mauquf bih: a) WakafLangsung: Harta yang dimanfaatkan secara langsung untuk mewujudkan tujuan dari wakaf itu sendiri, seperti: masjid untuk salat, sekolah untuk belajar, dan rumah sakit untuk pengobatan. b) Wakaf Produktif (wakaf uang): Harta yang dimanfaatkan dan diolah sumbernya, sehingga hasil dapat diinfakkan dan sedekahkan. Berbagai macam wakaf tersebut telah disepakati oleh para ulama, kecuali wakaf mu’aqqat yang hanya disepakati oleh para Malikiyyah. Wakafdansedekah mempunyai hikmah tersendiri yang berbeda, wakafpada dasarnya memiliki peraturan-peraturan khusus, terutama pada jenis harta yang diwakafkan. Hal ini berbeda dengan sedekah yang tidak memiliki peraturan-peraturan yang khusus. Asalkan kita memiliki harta untuk disedekahkan dan ada orang yang akan menerima sedekahtersebut maka sedekahtelah sah untuk dilakukan. Wakafdansedekah juga memiliki persamaan, yaitu kedua perbuatan tersebut adalah perbuatan yang diklasifikasikan kepada perbuatan tabarru’ yaitu perbuatan yang tidak mengharapkan balasan apa-apa dari si penerima wakaf atau sedekah, tetapi yang diharapkan dari wakaf dan sedekahadalah balasan pahala ataupun manfaat dari Allah SWT dihari akhirat nanti. 46 Kholid (2011) menjelaskan dengan munculnya lembagalembaga keuangan syariah dengan sistem bagi hasil, jual beli, dan sewa menyewa, maka semakin mempermudah para pengelola wakaf (nazhir) untuk menginvestasikan dana-dana wakaf yang terhimpun sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam. 2.2.2. Pengelolaan Wakaf Wakaf sebagai salah satu instrumen distribusi kekayaan dalam rangka peningkatan kesejahteraan sosial secara menyeluruh, maka dimensi muamalahnya memerlukan perhatian yang lebih khusus. Sejarah umat Islam telah membuktikan besarnya peranan wakaf dalam rangka menciptakan keadilan sosial ekonomi. Informasi yang didapat dari catatan di Istanbul, Jerussalem, Kairo dan kota-kota lainnya menunjukkan bahwa tanah-tanah meliputi sebagian besar dari keseluruhan wilayah yang dipergunakan masyarakat (Kahf,1993:19). Berikut gambaran pengelolaan wakaf di beberapa negara: 1) Perwakafan di Turki Babacan (2011), wakaf di Turki ada yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Wakafdan ada pula yang dikelola oleh mutawalli. Di samping mengelola wakaf, Direktorat Jenderal Wakaf juga melakukan supervisi dan kontrol terhadap wakaf yang dikelola oleh mutawalli maupun wakaf yang baru (Art 78 Civil Law). Dalam peraturan perundang-undangan di Turki, wakafharus mempunyai dewan manajemen. Wakaf yang ada di Turki juga harus diaudit dua tahun sekali. Dalam hal ini Direktorat Jenderal Wakafmendapat 5% dari pendapatan bersih wakaf sebagai biaya supervisi dan 47 auditing. Direktorat Jenderal Wakaf ditunjuk oleh Perdana Menteri dan berada di bawah Kantor Perdana Menteri. 2) Perwakafan di Mesir Khalil, Ali, Shaiban (2014), wakaf di Mesir pada awalnya banyak terdapat wakaf ahli (wakaf untuk keluarga) dan wakaf khairi (wakaf untuk kepentingan umum). Dalam hal wakaf ahli, wakif boleh menarik kembali harta yang ia wakafkan maupun mengubah peruntukannya, tetapi tidak diperbolehkan menarik wakaf bagi kepentingan dirinya sendiri. Dalam hal wakaf khairi, wakif tidak dapat menarik kembali dan tidak boleh mengubah peruntukkannya. Karena berbagai permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan wakaf ahli, maka pada akhirnya wakaf ahli dihapus, yang dengan sendirinya juga menghapus wakafmuaqqat (wakaf yang dibatasi waktunya), karena di Mesir semula wakafmuaqqat hanya ada pada wakaf ahli. Peraturan mengenai wakaf ini terus menerus direvisi sesuai dengan situasi dan kondisi serta tetap berdasarkan syariat Islam, sehingga pada tahun 1971 dibentuk suatu badan yang khusus menangani wakaf dan pengembangannya (Cizakca, 1998; Furqon, 2012). Omer (2014) dalam Khalil, Ali, Shaiban (2014) mengkritisi adanya ketidakefisienan dalam penyaluran dana dan penyalahgunaan dalam penyaluran dana wakaf di Mesir. 3) Perwakafan di Kuwait Menurut Ramli dan Sulaiman (2006) tentang perwakafan di Kuwait, telah didirikan ‘yayasan wakaf ‘aamm 48 Kuwait’ atau Kuwait Awqaf Public Foundation (KAPF) pada tahun 1993 yang mempunyai tujuan khusus untuk wakaf dan pembangunan proyek-proyek wakaf yang diperuntukkan kepada masyarakat. Proyek wakaf tersebut telah memberikan manfaat yang berharga kepada masyarakat di antaranya, bantuan keuangan untuk pelajar yang kurang mampu, bantuan pakaian bagi keluarga yang kurang mampu, penyediaan air minum secara cuma-cuma di berbagai tempat, serta bantuan makanan di bulan Ramadan bagi keluarga yang susah. Sebagai lembaga yang mengelola wakaf, KAPF juga menerima dana zakat, infak, sedekah, dan pendapatan dari investasi-investasi yang sesuai dengan syariat Islam. Untuk mengembangkan wakaf yang ada, lembaga ini menyediakan 80% apartemen yang mereka miliki, sedangkan 20% diperuntukkan bagi mereka yang tidak mampu. Untuk mengelola wakaf, mereka benar-benar mempertimbangkan aspek bisnis, dengan demikian wakaf yang mereka kelola menghasilkan dana yang cukup besar yang selanjutnya akan memperbesar dana wakaf yang mereka kelola. Dalam mengembangkan wakaf, mereka juga melibatkan A-Manzil Islamic Financial Services yang merupakan divisi The United Bank of Kuwait. 4) Perwakafan di Qatar Khalil, Ali, Shaiban (2014) menjelaskan, bahwa dalam undang-undang nomor 8 tahun 1996 tentang wakaf dalam Bab IV di Qatar disebutkan bahwa barang yang boleh diwakafkan adalah benda tidak bergerak maupun benda bergerak termasuk saham, surat-surat berharga, uang kertas 49 yang sifatnya dapat dimanfaatkan sesuai dengan syariat Islam. Dalam masalah pengelolaannya di Qatar, wakaf uang juga boleh diinvestasikan di bank-bank Islam dan hasil investasinya dapat disalurkan kepada pihak-pihak yang memerlukannya atau mauquf alaih. 5) Perwakafan di Arab Saudi Pemerintah kerajaan Saudi Arabia (Hasanah, 1997) membuat peraturan bagi majelis tinggi wakaf dengan ketetapan No. 574 tanggal 16 Rajab 1386 sesuai dengan surat keputusan kerajaan No. M/35, Tanggal 18 Rajab 1386. Majelis tinggi wakaf diketahui oleh Menteri Haji Dan wakaf (Wizaratual-Auqaf Wa al-Hajji), yakni menteri yang menguasai wakaf dan menguasai permasalahanpermasalahan perwakafan sebelum dibentuk majelis tinggi wakaf. Majelis tinggi wakaf mempunyai wewenang untuk membelanjakan hasil pengembangan wakaf dan menentukan langkah-langkah dalam mengembangkan wakaf berdasarkan syarat-syarat yang ditentukan wakif dan manajemen wakaf. Di samping itu, majelis tinggi wakaf juga mempunyai beberapa wewenang antara lain: a) Melakukan pendataan wakaf serta menentukan cara-cara pengelolaannya; b) Menentukan langkah-langkah umum untuk menanam modal, pengembangan dan peningkatan harta wakaf; c) Mengetahui kondisi wakaf yang ada; 50 d) Membelanjakan harta wakaf untuk kebijakan menurut syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh wakif dan sesuai syariat Islam; e) Menetapkan anggaran tahunan demi kelangsungan wakaf dan mendistribusikan hasil pengembangan harta wakaf tersebut menurut pertimbanganpertimbangan tertentu; f) Menggambarkan wakaf secara produktif dan mengumumkan hasil wakaf yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah. Wakaf yang ada di Saudi Arabia bentuknya bermacammacam seperti hotel, tanah, bangunan (rumah) untuk penduduk, toko, kebun, dan tempat ibadah. Dari macammacam harta wakaf tersebut ada yang diwakafkan untuk dua kota suci, yakni kota Makkah dan Madinah. Pemanfaatan hasil wakaf yang utama adalah untuk memperbaiki dan membangun wakaf yang ada agar wakaf tersebut kekal dengan tetap melaksanakan syarat-syarat yang diajukan oleh wakif. Khusus terhadap dua kota suci, yakni Makkah dan Madinah, pemerintah membantu dua kota tersebut dengan memberikan manfaat hasil wakaf terhadap segala urusan yang ada di kota tersebut. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengoptimalkan pemanfaatan hasil pengembangan wakaf. Dari hasil pengelolaan harta wakaf itu juga dibangun perumahan penduduk. Hal ini tidak berarti bahwa dana yang dipergunakan untuk membangun dua kota suci tersebut hanyalah hasil pengembangan wakaf saja, karena Arab Saudi di samping memiliki harta wakaf yang cukup banyak juga 51 memiliki kekayaan yang berlimpah dari hasil minyak yang mereka produksi. 6) Perwakafan di Yordania Urusan wakaf di Yordania (Hasanah, 1997) diatur dalam peraturan pengelolaan wakaf Usmani yang diterbitkan pada tanggal 19 Jumadil Akhir tahun 1280 H. Aturan ini berlaku hingga munculnya undang-undang baru tentang wakaf Islam No. 25 Tahun 1947. Ketika muncul undangundang kerajaan tahun 1952 pada masa Raja Thalal bin Abdullah, dibuatlah pasal 107 yang memuat pasal 63 undangundang tahun 1946. Pada masa ini ditetapkan bahwa hanya Mahkamah Syar’iyyah memiliki hak untuk memutuskan perkara wakaf sesuai dengan peraturannya yang khususnya. Juga disebutkan bahwa mahkamah tersebut harus menerapkan hukum-hukum syara’. Pengelolaan wakaf di Yordania bisa dikatakan sangatlah produktif. Hasil pengelolaan wakaf itu dipergunakan berbagai proyek kemaslahatan umat. Pertama, memperbaiki perumahan penduduk di beberapa kota. Kedua, membangun perumahan petani dan pengembangan tanah pertanian di dekat kota Amman. Wilayah tersebut luasnya 84 dunum dan di dalamnya terdapat 1.600 pohon anggur, zaitun, buah badam, dan kurma. Ketiga, mengembangkan tanah pertanian sebagai tempat wisata di dekat Amman. Di tanah pertanian ini terdapat 2.300 pohon zaitun, anggur, kurma, dan buah badam. 52 Keempat, membangun sebuah tempat suci di daerah Selatan. Areal tersebut luasnya 122 dunum, terdapat 350 pohon zaitun dan tanah pertanian ini akan dikembangkan terus-menerus dengan dana wakaf. 7) Perwakafan di Srilanka Pemerintah Sri Lanka mengeluarkan Ordonansi Wakaf dan Waris No. 31 tahun 1931. Wakaf di Sri Langka (Hasanah, 1997) sudah ada sejak agama Islam masuk dan berkembang di negara tersebut. Di samping wakaf, lembaga Islam di Sri Langka juga mempraktikkan hibah, wasiat, kewarisan dan sebagainya. Pada tahun 1801 pemerintah Inggris mengeluarkan peraturan yang berkenaan dengan lembagalembaga Islam di Sri Langka berupa undang-undang untuk umat Islam yang dibakukan dalam Muhammadan Code 1806 yang didasarkan pada fikih Syafi'i dan diberlakukan bagi seluruh umat Islam. Pada tahun 1931 pemerintah Sri Langka mengeluarkan Ordonansi Wakaf dan Waris No. 31 tahun 1931. Menurut ordonansi ini pengadilan distrik merupakan badan pengawas perwalian wakaf. Badan perwalian wakaf diwajibkan melaporkan keuangan wakaf yang diurusnya kepada pengadilan distrik. Pengabaian terhadap kewajiban ini dianggap melanggar undang-undang. Ordonansi wakaf saat itu tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya karena adanya pertentangan antara konsep wakaf menurut ajaran Islam dengan undang-undang Romawi-Belanda atau dengan Undang-undang pemilikan yang sudah sangat lama berlaku di pengadilan distrik. Di samping itu aturan-aturan wakaf di 53 Sri Langka juga tidak dapat diberi efek hukum di pengadilan negeri karena di Sri Langka sebelum tahun 1956 tidak ada peradilan syariat. 8) Perwakafan di Indonesia Setelah Islam masuk ke wilayah Indonesia, maka wakaf mulai dikenal di Indonesia. Bukti awal paling kuat dapat ditelusuri dari peran para walisongo dalam memperkenalkan Islam. Untuk menyebarkan Islam ke lingkungan Istana, biasanya dimulai dengan mendirikan pesantren dan Masjid di lingkungan kesultanan (Istana). Pola ini dilakukan oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim (w.1419) dan Sunan Ampel (w.1467), yang kemudian diikuti oleh tokoh Walisongo lainnya. Masjid dan pesantren, di samping sebagai pusat penyebaran Islam, juga sebagai institusi pertama yang menjadi benih bagi perkembangan wakaf masa berikutnya (Najib,2006:73). Peraturan mengenai perwakafan tanah di Indonesia sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Pada masa penjajahan, Pemerintah Kolonial Belanda, karena melihat peran wakaf yang begitu besar bagi masyarakat Indonesia, dirasa perlu mengeluarkan beberapa peraturan mengenai wakaf, diantaranya Surat Edaran Sekretaris Governement pertama tanggal 31 Januari 1905 no. 435 sebagaimana termuat dalam Bijblad 1905 no. 6196, Surat Edaran sekretaris Governementtanggal 27 Mei 1935/A sebagaimana termuat dalam Bijblad tahun 1935 no. 13480 (Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2006:15-16). Pada masa penjajahan Jepang tidak ada peraturan mengenai wakaf yang dikeluarkan. Sehingga peraturan mengenai perwakafan tanah 54 yang dikeluarkan pada masa penjajahan Belanda, terus berlaku setelah Indonesia merdeka berdasarkan bunyi pada Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945: “Segala Badan Negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut UndangUndang Dasar ini”. Untuk penyesuaian dengan alam kemerdekaan telah dikeluarkan beberapa petunjuk peraturan perwakafan, yaitu petunjuk dari Departemen Agama Republik Indonesia tanggal 22 Desember 1953 tentang petunjuk-petunjuk mengenai wakaf. Untukselanjutnya perwakafan menjadi wewenang Bagian D (ibadah sosial), Jabatan Urusan Agama. Sebagai tindak lanjut peraturan mengenai wakaf tanah, pada tanggal 8 Oktober 1956 telah dikeluarkan Surat Edaran no. 5/D/1956. (Hermawan,2004:152). Akhir abad XX merupakan babak baru dalam sejarah perwakafan Indonesia dengan kemunculan wacana wakaf uang yang kemudian mengkristal menjadi keinginan untuk melakukan pembaruan hukum wakaf. Keinginan ini terwujud dengan lahirnya UndangUndang Wakaf Nomor 41 Tahun 2004. Munculnya UndangUndang Wakaf No 41 tahun 2004 tentang Wakaf disertai dengan PP No. 42 tahun 2006 tentang pelaksanaan UndangUndang Wakaf. Berdasarkan Undang-Undang ini maka dibentuklah Badan Wakaf Indonesia. Walaupun secara legalitas, wakaf di Indonesia sudah rapi.Namun, hal tersebut tidak menghilangkan masalah-masalah yang dihadapi dalam mengelola wakaf di Indonesia. Persoalan yang paling urgen saat ini adalah masalah profesionalisme nazhir yang dianggap masih menjadi 55 kendala. Padahal nazhir merupakan figurpenting yang menentukan berkembang atau tidaknya wakaf. Berdasarkan hasil survei, hanya sedikit nazhir (16%) wakaf yang benarbenar mengelola wakaf secara penuh. Sebaliknya, mayoritas nazhir (84%) wakaf mengaku tugasnya sebagai nazhir hanyalah pekerjaan sampingan (Najib, 2003:97). Oleh karena itu, upaya-upaya peningkatan profesionalisme nazhir harus terus dilakukan sehingga peran wakaf untuk kesejahteraan masyarakat bisa lebih optimal (Hermawan, 2004:154). Prioritas masalah yang ada dalam regulator berkaitan dengan pengelolaan wakaf adalah: 1) minimnya biaya APBN untuk sertifikasi wakaf; 2) sosialisasi UU wakaf yang masih kurang; 3) rendahnya koordinasi BWI dengan instansi terkait untuk optimalisasi wakaf. Minimnya biaya APBN untuk sertifikasi wakaf, membuat pengelola wakaf kurang berminat untuk melegalkan harta wakafnya, berkaitan biaya yang dibutuhkan untuk sertifikasi wakaf tersebut cukup besar. (Huda, Anggraini, Nova Rini, Mardoni : 2014) Terkait perkembangan wakaf uang di Indonesia sangat lamban sekali jika dilihat dana wakaf uang yang berhasil dihimpun dibandingkan dengan potensinya, ada beberapa hal yang menyebabkan wakaf uang kurang berkembang3: 1. Rendahnya pengetahuan masyarakat khususnya wakif tentang wakaf uang, secara umum pemahaman wakaf masih pada esensi wakaf berupa 3 Badan Wakaf Indonesia, hasil FGD yang dilakukan BWI dengan berbagai pihak (Nazhir, IDB, dan Regulator Wakaf Negara Tetangga, serta Akademisi) tanggal 26 Oktober 2016 di Hotel Sari Pan Pasific 56 2. 3. tanah untuk masjid, tanah, dan wakaf untuk lembaga pendidikan. Sosialisasi yang masih belum optimal dari pihakpihak pengelola wakaf seperti BWI, nazhir lembaga, dan Kementerian Agama melalui Direktorat Wakaf. Rendahnya trust wakif pada nazhir, karena nazhir tidak mempunyai rencana investasi atas pengumpulan wakaf uang. 2.3 Teori Perilaku Konsumen 2.3.1 Perilaku Konsumen Konvensional Sudarmiatin (2009) menyatakan konsumen adalah orang atau organisasi yang membeli barang atau jasa untuk dikonsumsi atau dijual kembali atau diolah menjadi barang lain lebih lanjut. Sehingga yang disebut konsumen tidak hanya meliputi konsumen akhir, tetapi juga konsumen antara dan konsumen industri. Schiffman dan Kanuk (1994) dalam Sumarwan (2004) menyatakan bahwa perilaku konsumen dapat diartikan sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk atau jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka. Kotler dan Keller (2008:166) mendefinisikan perilaku konsumen adalah studi bagaimana tentang individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli, menggunakan, dan bagaimana barang, jasa, idea tahu pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka. Solomon et al. (2002:6): Consumer behavior is the study of the proceses involved when individuals or groups select, purchase 57 use or dispose of products, services, ideas, or experiences to satisfy needs and desires. Beberapa definisi mengenai perilaku konsumen di atas menunjukkan bahwa perilaku konsumen merupakan tindakantindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh, menggunakan, dan menentukan produk dan jasa, termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan tersebut. Kesimpulan ini sesuai dengan pernyataan Engel et.al (1990) dalam Tjiptono (2008:19). Supranto dan Limakrisna (2007:18) menyatakan bahwa perilaku konsumen dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor eksternal yang meliputi budaya (culture), sub budaya (subculture), status sosial (social status), demografi, family, kelompok rujukkan. Sementara faktor internal, meliputi preferensi, pembelajaran (learning), memori, motivasi, kepribadian (personality), emosi, dan sikap. Swasta dan Handoko (2000:58) faktor-faktor yang dapat memengaruhi perilaku konsumen ada dua hal yaitu faktor internal dan eksternal; Faktor internal yang dapat memengaruhi perilaku konsumen antara lain:1) motivasi dan 2) persepsi. Schiffman dan Kanuk (2000:69); motivasi adalah The Driving force within individual that impels then to action. Motivasi merupakan kekuatan penggerak dalam diri seseorang yang memaksanya untuk bertindak. Sedangkan Handoko (2001:225) mengatakan bahwa motivasi adalah suatu keadaan dalam pribadi yang mendorong keinginan individu untuk melakukan keinginan tertentu guna mencapai tujuan. Schiffman dan Kanuk (2000:146) Perceptionis process by which an individuals selects, organizers, and interprets stimuli into 58 the ameaningfull and coherent picture of the world. Kurang lebihnya bahwa persepsi merupakan suatu proses yang membuat seseorang untuk memilih, mengorganisasikan dan menginterpretasikan rangsangan-rangsangan yang diterima menjadi suatu gambaran yang berarti dan lengkap tentang dunianya. Kotler dan Amstrong (2006:156) mengemukakan bahwa dalam keadaan yang sama, persepsi seseorang terhadap suatu produk dapat berbeda-beda, hal ini disebabkan oleh adanya proses seleksi terhadap berbagai stimulus yang ada. Pada hakikatnya persepsi akan berhubungan dengan perilaku seseorang dalam mengambil keputusan terhadap apa yang dikehendaki. Salah satu cara untuk mengetahui perilaku konsumen adalah dengan menganalisis persepsi konsumen terhadap produk. Dengan persepsi konsumen kita dapat mengetahui hal-hal apa saja yang menjadi kekuatan, kelemahan, kesempatan ataupun ancaman bagi produk kita. Selain persepsi akan muncul pula sikap seseorang dalam menilai suatu objek yang akan diminati dan untuk dimiliki. Sikap sebagai suatu evaluasi yang menyeluruh dan memungkinkan seseorang untuk merespon dengan cara yang menguntungkan atau tidak terhadap objek yang dinilai. (Wahyuni, 2008:31-32). Robbins (2006:169) sikap adalah pernyataan-pernyataan atau penilaian evaluatif berkaitan dengan objek, orang atau suatu peristiwa. Simamora (2002:14) bahwa di dalam sikap terdapat tiga komponen, yaitu 1) Cognitive component: kepercayaan konsumen dan pengetahuan tentang objek. Yang dimaksud objek adalah atribut produk, semakin positif kepercayaan terhadap suatu merek suatu produk maka keseluruhan komponen kognitif akan mendukung sikap secara keseluruhan. 2) Affective component: emosional yang merefleksikan perasaan seseorang terhadap suatu 59 objek, apakah objek tersebut diinginkan atau disukai. 3) Behavioral component: merefleksikan kecenderungan dan perilaku aktual terhadap suatu objek, yang mana komponen ini menunjukkan kecenderungan melakukan suatu tindakan. Loudan dan Delabitta (2004:217); komponen kognitif merupakan kepercayaan terhadap merek, komponen afektif merupakan evaluasi merek dan komponen kognatif menyangkut maksud atau niatan untuk membeli. Hubungan ketiga tersebut dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.3. Gambar 2.3 Hubungan Antara Ketiga Konsep Sikap Perilaku konsumen dalam proses pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian akan diwarnai oleh ciri kepribadiannya, usia, pendapatan, dan gaya hidupnya. Kotler (2000:170-176) konsumen dalam melakukan keputusan pembelian ada lima tahapan yaitu: 1) pengenalan masalah, 2) pencarian informasi, 3) evaluasi alternatif, 4) keputusan pembelian, 5) perilaku pasca pembelian. 60 Kotler dan Keller (2008:166) juga mengungkapkan bahwa faktor yang berpengaruh pada perilaku konsumen adalah faktor kebudayaan, faktor sosial, faktor pribadi, dan faktor psikologis. Berikut penjelasan dari faktor yang memengaruhi perilaku konsumen, adalah: 1. Faktor Kebudayaan, nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan, dan perilaku yang dipelajari seseorang melalui keluarga dan lembaga penting lainnya (Kotler, Amstrong, 2006:129). Penentu paling dasar dari keinginan dan perilaku seseorang. Budaya, mengkompromikan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan, dan perilaku yang dipelajari seseorang secara terus-menerus dalam sebuah lingkungan. (Kotler, Bowen, Makens, 2003:201-202). a. Sub Budaya. Sekelompok orang yang berbagi sistem nilai berdasarkan persamaan pengalaman hidup dan keadaan, seperti kebangsaan, agama, dan daerah (Kotler, Amstrong, 2006:130). Meskipun konsumen pada negara yang berbeda mempunyai suatu kesamaan, nilai, sikap, dan perilakunya seringkali berbeda secara dramatis. (Kotler, Bowen, Makens, 2003:202). b. Kelas Sosial. Pengelompokkan individu berdasarkan kesamaan nilai, minat, dan perilaku. Kelompok sosial tidak hanya ditentukan oleh satu faktor saja, misalnya pendapatan, tetapi ditentukan juga oleh pekerjaan, pendidikan, kekayaan, dan lainnya (Kotler, Amstrong, 2006:132). 61 2. Faktor Sosial a. Kelompok Referensi. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh banyak kelompok kecil. Kelompok referensi seseorang adalah semua kelompok yang mempunyai pengaruh langsung (tatap muka) atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku orang tersebut. (Kotler, Bowen, Makens, 2003: 203-204) b. Keluarga. Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat. Anggota keluarga pembeli dapat memberikan pengaruh yang kuat terhadap perilaku pembeli. (Kotler, Bowen, Makens, 2003:204) c. Peran dan Status. Orang berpartisipasi dalam banyak kelompok, keluarga, klub maupun organisasi. Posisi seseorang dalam tiap kelompok dapat ditentukan dalam segi peran dan status. (Kotler, Amstrong, 2006:135) 3. Faktor Pribadi a. Usia dan Tahap. Daur hidup orang akan mengubah barang dan jasa yang mereka beli sepanjang kehidupan mereka. Kebutuhan dan selera seseorang akan berubah sesuai dengan bertambahnya usia. (Kotler, Bowen, Makens, 2003: 205-206) b. Pekerjaan. Pekerjaan seseorang akan memengaruhi barang dan jasa yang dibelinya (Kotler, Bowen, Makens, 2003: 207) 62 c. d. e. 4. Keadaan Ekonomi. Keadaan ekonomi akan sangat memengaruhi pilihan produk. (Kotler dan Amstrong, 2006:137) Gaya Hidup. Gaya hidup seseorang menunjukkan pola kehidupan orang yang bersangkutan yang tercermin dalam kegiatan, minat, dan pendapatnya. (Kotler dan Amstrong, 2006:138) Kepribadian dan Konsep Diri. Kepribadian adalah karakteristik unik dari psikologi yang memimpin kepada kestabilan dan respon terus-menerus terhadap lingkungan orang itu sendiri, contohnya orang yang percaya diri, dominan, suka bersosialisasi, otonomi, defensif, mudah beradaptasi, agresif (Kotler, Amstrong, 2006: 140). Tiap orang memiliki gambaran diri yang kompleks, dan perilaku seseorang cenderung konsisten dengan konsep diri tersebut (Kotler, Bowen, Makens, 2003: 212). Faktor Psikologis a. Motivasi. Kebutuhan yang mendesak untuk mengarahkan seseorang untuk mencari kepuasan dari kebutuhan. Berdasarkan teori Maslow, seseorang dikendalikan oleh suatu kebutuhan pada suatu waktu. Kebutuhan manusia diatur menurut sebuah hierarki, dari yang paling mendesak sampai paling tidak mendesak (kebutuhan psikologikal, keamanan, sosial, harga diri, pengaktualisasian diri). Ketika kebutuhan yang paling mendesak itu 63 b. c. d. sudah terpuaskan, kebutuhan tersebut berhenti menjadi motivator, dan orang tersebut akan kemudian mencoba untuk memuaskan kebutuhan paling penting berikutnya (Kotler, Bowen, Makens, 2003:214). Persepsi. Persepsi adalah proses dimana seseorang memilih, mengorganisasi, dan menerjemahkan informasi untuk membentuk sebuah gambaran yang berarti dari dunia. Orang dapat membentuk berbagai macam persepsi yang berbeda dari rangsangan yang sama (Kotler, Bowen, Makens, 2003: 215). Pembelajaran. Pembelajaran adalah suatu proses, yang selalu berkembang dan berubah sebagai hasil dari informasi terbaru yang diterima (mungkin didapatkan dari membaca, diskusi, observasi, berpikir) atau dari pengalaman sesungguhnya, baik informasi terbaru yang diterima maupun pengalaman pribadi bertindak sebagai feedback bagi individu dan menyediakan dasar bagi perilaku masa depan dalam situasi yang sama (Schiffman, Kanuk, 2000:207). Keyakinan dan Sikap. Keyakinan adalah pemikiran deskriptif bahwa seseorang memercayai sesuatu. Keyakinan dapat didasarkan pada pengetahuan asli, opini, dan iman (Kotler, Amstrong, 2006:144). Sedangkan sikap adalah evaluasi, perasaan suka atau tidak suka, dan kecenderungan yang relatif 64 konsisten dari seseorang pada sebuah objek atau ide (Kotler dan Amstrong, 2006:145). Assael (1992), ada tiga faktor yang memengaruhi konsumen dalam membuat keputusan pembelian, yaitu konsumen individu, lingkungan, dan penerapan strategi pemasaran. Selengkapnya dapat dilihat pada gambar berikut ini: Gambar 2.4. Model Perilaku Konsumen Menurut Assael Sumber: Assael, 1992 Pada Gambar 2.4 di atas dijelaskan bahwa terdapat tiga faktor yang memengaruhi pilihan konsumen dalam membeli barang/jasa, yaitu (1) Konsumen individual, (2) lingkungan dan (3) penerapan strategi pemasaran. Model Perilaku Konsumen yang diungkapkan Engel, Blackwell, Miniard (2004), memaparkan tentang sejumlah faktor yang menentukan pengambilan keputusan. Faktor-faktor tersebut 65 adalah perbedaan individu, pengaruh lingkungan, proses psikologis dan bauran pemasaran. Lihat skema model sebagai berikut: Gambar 2.5. Model Perilaku Konsumen Sumber: Engel, Blackwell, Miniard 2004 Model perilaku konsumen yang dikembangkan oleh Ajzen dan Fishbein disebut model Theory of Planned Behavior (TPB). Teori ini yang awalnya dinamaiTheory of Reasoned Action (TRA), dikembangkan di tahun 1967. Pada tahun 1988, hal lain ditambahkan pada model reasoned action yang sudah ada tersebut dan kemudian dinamai Theory of Planned Behavior (TPB), untuk mengatasi kekurangan dan kekuatan yang ditemukan oleh Ajzen dan Fishbein melalui penelitian-penelitian mereka dengan menggunakan TRA.Berawal dari timbulnya kritik terhadap teori 66 dan pengakuan sikap yang seringkali tidak tepat, yaitu tidak dapat memperkirakan perilaku yang akan timbul. Ajzen dan Fishbein dalam Sarwono (2002) mengemukakan teori tindakan beralasan (Theory of Reasoned Action) dengan mencoba melihat anteseden atau penyebab perilaku volisional (perilaku yang dilakukan atas kemauan sendiri) (Azwar, 2002). Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa: 1) Manusia umumnya melakukan sesuatu dengan cara yang masuk akal; 2) Manusia mempertimbangkan semua informasi yang ada dan 3) Secara eksplisit maupun implisit manusia memperhitungkan implikasi tindakan mereka (Mukhtar & Butt, 2012). Ajzen dalam Azwar (2002), menambahkan menurut kerangka teori reasoned action intensi merupakan kekuatan utama yang menjadi sumber motivasi seseorang untuk bertingkah laku tertentu. Semakin kuat intensi untuk melakukan tingkah laku tertentu, maka semakin besar kemungkinannya untuk melakukan tingkah laku tersebut (Sarwono, 2002). Gambar 2.6. Hubungan Antara Sikap, Norma Subjektif,dan Niat Berperilaku Menurut Teori Reasoned Action Sumber: Fishbein, et al., 1980 dalam Sarwono W. , 2002 67 Kerangka pemikiran teori ini dimaksudkan untuk mengatasi masalah control volisional yang belum lengkap dalam teori terdahulu. Inti dari teori planned behavior tetap berada pada faktor intensi perilaku tetapi determinan intensi tidak hanya dua (sikap terhadap perilaku yang bersangkutan dan norma-norma subjektif) melainkan tiga, dimana dengan diikutsertakannya aspek perceived behavioral control(PBC) (Azwar, 2002; Rhodes et.al,2006; Dobocan,2013; Leng et.al, 2011; Muthmainah & Cholil,2015; Ziadar, 2015; Yu & Teng, 2011; Ramayah et.al, 2009; Armitage et.al, 2002; Gilaninia et.al,2011; Armitage & Conner,2001; Pookulangara,2008; Yaghoubi & Bahmani,2010; Khan & Azam,2016; King, 2003; Ferdous & Polonsky, 2013; Sheeran et.al, 2003; Al-Nahdi et.al, 2015; Alexandra,2015; Chatzisarantis et.al, 2004; Shih & Fang, 2004; Hsu et.al, 2006). Gambar 2.7 Theory of Planned Behavior Sumber: Ajzen, I. (1991) 68 Gambar 2.7 di atas menunjukkan gambaran dari Theory of Planned Behavior (TPB) yang digunakan dalam penelitian ini. Behavioral beliefs, normative beliefs, control Beliefs merupakan dasar iman seseorang untuk terbentuknya konsep atau ilmu dari perilaku konsumen. Konsep atau ilmu perilaku konsumen tersebut terdiri dari attitude toward the behavior, subjective norm, dan perceived behavior control. Amal dari ilmu tersebut adalah intensi dan perilaku konsumen. Uraian tersebut menunjukkan bahwa Theory of Palnned Behavior (TPB) yang merupakan teori perilaku dalam penelitian yang dilakukan ini mengandung iman, ilmu, dan amal. 2.3.2 Teori Perilaku Konsumen Islami Ada tiga nilai dasar yang menjadi pondasi bagi perilaku konsumsi masyarakat muslim (Huda, 2006): 1. Keyakinan akan adanya hari kiamat dan kehidupan akhirat, prinsip ini mengarahkan seorang konsumen untuk mengutamakan konsumsi untuk akhirat daripada dunia. Mengutamakan konsumsi untuk ibadah daripada konsumsi duniawi. Konsumsi untuk ibadah merupakan future consumption (karena terdapat balasan surga di akhirat), sedangkan konsumsi duniawi adalah present consumption. 2. Konsep sukses dalam kehidupan seorang muslim diukur dengan moral agama Islam, dan bukan dengan jumlah kekayaan yang dimiliki. Semakin tinggi moralitas semakin tinggi pula kesuksesan yang dicapai. Kebajikan, kebenaran, dan ketaqwaan kepada Allah merupakan kunci moralitas Islam. Kebajikan dan 69 3. kebenaran dapat dicapai dengan perilaku yang baik dan bermanfaat bagi kehidupan dan menjauhkan diri dari kejahatan. Kedudukan harta merupakan anugerah Allah dan bukan sesuatu yang dengan sendirinya bersifat buruk (sehingga harus dijauhi secara berlebihan).Harta merupakan alat untuk mencapai tujuan hidup, jika diusahakan dan dimanfaatkan dengan benar.(QS.2: 265). ‫ام إنأ َ إنفُ ِس ِه‬ ِ ً ‫ضاتِاللا ِه َوت َثإ ِبيت‬ َ ‫َو َمث َ َُللاذِينَيُ إن ِفقُونَأ َ إم َوالَ ُه ُما إبتِغَا َء َم إر‬ ‫ُص إب َه َاو‬ ِ ‫اض إعفَ إي ِنفَإِ إنلَ إمي‬ ِ ‫صابَ َه َاوابِلٌفَآتَتإأ ُ ُكلَ َه‬ َ َ ‫إم َك َمث َ ِل َجنا ٍةبِ َرب َإوةٍأ‬ ٌّۗ َ ٌ َ‫ابِلف‬ ‫ير‬ ٌ ‫ص‬ ِ َ‫طل َواللا ُهبِ َمات َ إع َملُونَب‬ Artinya: “Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, Maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai) dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat (Al- Baqarah: 265). 2.3.3 Trust Morgan dan Hunt dalam Bart et.al (2005) mengemukakan bahwa kepercayaan merupakan “a willingness to accept vulnerability, but with an expectation or confidence that one can rely on the other party”. Pendapat di atas menggambarkan bahwa kepercayaan akan terjadi apabila seseorang memiliki keyakinan diri kepada 70 reliabilitas dan integritas dari partner. Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kepercayaan adalah kesediaan pihak tertentu terhadap pihak lain dalam melakukan hubungan transaksi berdasarkan suatu keyakinan bahwa pihak yang dipercayainya tersebut akan melakukan tindakan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan kata lain, kepercayaan itu akan mengukur apakah seseorang memercayai pihak lain sebagai pihak yang dapat dipercaya (Rahmawaty, 2012; Moshavi & Ghaedi, 2012; Hazrati et.al,2012; Schwepker & Schultz,2013). Konsep kepercayaan dalam penelitian yang dilakukan ini adalah kepercayaan pada lembaga penghimpun dan pengelola wakaf yang disebut dengan nazhir. Upaya harus dilakukan oleh lembaga penghimpun dan pengelola wakaf, yaitu nazhir agar kepercayaan masyarakat yang disebut dengan wakif semakin meningkat. Hal ini disebabkan kepercayaan mempunyai pengaruh besar pada niat dan perilaku konsumen untuk melakukan transaksi berupa pembayaran wakaf khususnya wakaf uang kepada nazhir. Menurut Koufaris dan Hampton-Sosa (2004), indikatorindikator trust meliputi: trustworthy, keep the best interest, keep the promises and commitment, believe the information provided,dan genuinely concerned. Dengan demikian, jika nazhir itu dapat dipercaya oleh masyarakat, maka akan mendorong masyarakat untuk mewakafkan uang atau harta kepada nazhir. 71 2.3.4 Sikap 2.3.4.1 Sikap Perspektif Umum Sikap berasal dari Bahasa Latin, aptus, yang berarti cocok dan siap untuk bertindak atau berbuat sesuatu. Fishbein & Ajzen (1975) mendefinisikan attitude sebagai suatu faktor predisposisi atau faktor yang ada dalam diri seseorang yang dipelajari untuk memberikan respons dengan cara yang konsisten, yaitu suka atau tidak suka pada penilaian terhadap suatu objek yang diberikan. Robinson et al (1991) dalam Schwarz et al (2009) menjelaskan bahwa attitude relatif kurang stabil dibandingkan kepribadian dan dapat berubah dengan berjalannya waktu dan sesuai dengan situasi yang terjadi antara seseorang dengan lingkungan. Eagly & Chaiken (1993) menjelaskan beberapa pemahaman tentang attitude, yang akan dijelaskan berikut ini: 1. Attitude sebagai suatu kecenderungan, yang muncul sesaat pada saat terakhir. Champbell dalam Eagly & Chaiken (1993) menggambarkan bahwa sikap diperoleh sebagai hasil proses belajar, sehingga menciptakan suatu kecenderungan dalam merespons sesuatu dengan cara-cara tertentu. 2. Attitude sebagai suatu penilaian, yakni suatu bentuk evaluatif yang menghubungkan berbagai jenis rangsangan dengan respon tertentu. Dengan kata lain, sebuah respon yang ditampakkan dalam attitude berasal dari suatu rangsangan. 72 3. Attitude sebagai suatu proses yang laten, yang berarti attitude mencerminkan beberapa bagian mekanisme yang tersembunyi dan tidak dapat diamati secara langsung. Attitude merupakan cerminan dari behavioural belief, Fishbein & Ajzen (1975) menyatakan bahwa belief mewakili informasi-informasi yang melekat pada objek attitude. Behavioural belief adalah outcome yang didapat setelah melakukan suatu perilaku tertentu dan evaluasi terhadap outcome tersebut (Pawlak 2008). Sebagai salah satu komponen dalam rumusan intensi, attitude terdiri dari behavioural belief dan evaluasi belief (Ajzen, 2005), seperti rumusan berikut ini: AB b e n (2.1) Dimana: = Sikap terhadap perilaku tertentu = Belief terhadap perilaku tersebut yang mengarah pada konsekuensi i = Evaluasi seseorang terhadap outcome i = Jumlah belief yang dimiliki seseorang terhadap perilaku tertentu. Ada dua hal yang memengaruhi dalam pembentukan sikap (Sarwono, 2002), yaitu: 1. Behavior belief adalah keyakinan-keyakinan yang dimiliki seseorang terhadap perilaku tentang konsekuensi-konsekuensi dari perilaku tersebut. Belieftersebut merupakan 73 2. penilaian positif atau negatif seseorang terhadap suatu perilaku. Evaluation of Behavioral Belief merupakan evaluasi positif atau negatif terhadap konsekuensi-konsekuensi perilaku yang akan diterima oleh subjek. 2.3.4.2 Sikap Perspektif Islami Etika berasal dari kata ethos dari bahasa Yunani yang artinya watak, sikap,dan cara berpikir. Menurut pendapat para ahli bahasa Indonesia, istilah dengan akhiran“ika” harus dipakai untuk menunjukan ilmu, maka istilah etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaaan (Bertens, 2002:4). Etika didasari dengan pertimbangan akal pikiran, kerangka filsafat tertentu, moralitas atau adat kebiasaan suatu masyarakat tertentu. Namun akhlak sebagai etika dalam Islam, landasan nilai baik dan buruk didasarkan pada sumber utama ajaran Islam yaitu Alquran dan As-sunnah. Konsepkonsep etika dalam Islam sangat luas dan kompleks.Oleh karena itu, pembahasan berbagai peraturan moral dalam Islam ditunjukkan dalam tingkatan-tingkatan perbuatan. Tingkatan-tingkatan perbuatan tersebut adalah (Izutsu, 1993): 1. Wajib, keharusan: tugas yang diperintahkan Tuhan mutlak harus dilakukan, bila meninggalkan dikenakan sanksi hukum. 2. Mandub atau sunnah, dianjurkan: suatu perbuatan yang dianjurkan tetapi tidak 74 3. 4. 5. diharuskan, bila melakukan akan mendapat pahala, bila meninggalkan tidak mendapat hukuman. Ja’iz atau mubah, boleh: perbuatan yang boleh dilakukan dan boleh ditinggalkan, tidak mempunyai konsekuensi pahala maupun hukuman. Makruh, tidak disukai: perbuatan yang tidak disukai tetapi tidak dilarang, bila ditinggalkan akan mendapat pahala, tetapi jika melakukan tidak mendapat hukuman. Mahzur atau haram, dilarang: suatu perbuatan yang dilarang Tuhan, dengan demikian jika melakukannya akan mendapat hukuman. 2.3.5 Norma Subjektif 2.3.5.1 Pengertian Perspektif Umum Norma Subjektif Ajzen dan Fishbein (1975) dalam “theory of reasoned action” menyatakan bahwa norma subjektif adalah determinan dari niat/kehendak berperilaku. Norma adalah suatu konvensi sosial yang mengatur kehidupan manusia. Norma subjektif adalah suatu fungsi keyakinan individu dalam hal menyetujui atau tidak menyetujui perilaku tertentu (Refiana, 2002 dalam Santoso dan Indarini,2010). Untuk menyetujui/tidak menyetujui suatu perilaku, kondisi tersebut didasari oleh suatu keyakinan yang dinamakan dengan keyakinan normatif. Dengan demikian, faktor lingkungan keluarga (ayah, ibu, saudara) merupakan orang yang dapat 75 memengaruhi tindakan individu. Seorang individu akan melakukan/berperilaku tertentu apabila persepsi orang lain terhadap perilaku tersebut bersifat positif. Artinya, orang lain mempersepsikan bahwa perilaku individu tersebut diperbolehkan/sebaiknya dilakukan. Norma subjektif merupakan persepsi yang bersifat individual terhadap tekanan sosial untuk melakukan/tidak melakukan perilaku tertentu. Norma subjektif dapat ditentukan dan diukur sebagai suatu kumpulan keyakinan normatif mengenai kesetujuan/ketidaksetujuan acuan yang signifikan terhadap suatu perilaku (Refiana, 2002 dalam Santoso dan Indarini, 2010).Norma subjektif ditentukan oleh dua hal, yaitu: 1. Normative Belief yang berhubungan dengan harapan dan keinginan orang tentang tingkah laku yang seharusnya dilakukan dan yang tidak seharusnya dilakukan (Ajzen, 1988). 2. Motivation to Comply yang merupakan sejauh mana motivasi seseorang untuk mengikuti harapan individu atau kelompok acuan. 2.3.5.2 Pengertian Norma Subjektif Perspektif Islam Norma subjektif adalah determinan dari niat/kehendak (Refiana, 2002 dalam Santoso dan Indarini, 2010). Adapunniat adalah salah satu unsur terpenting dalam setiap nilai perbuatan yang dilakukan oleh manusia. Bahkan dalam setiap perbuatan yang baik dan benar (ibadah) 76 menghadirkan niat hukumnya fardhu bagi setiap pelaksanaannya. Banyak hadis yang mencantumkan seberapa penting arti menghadirkan niat dalam setiap perbuatan. Niat juga mengandung makna keikhlasan terhadap apa yang akan kita kerjakan. Niat itu memang sengaja harus dihadirkan dalam hati atau menguatkan sebuah keinginan atau motivasi yang sudah ada dengan yang lebih kuat lagi, dan bukan disebut niat jika hanya terlintas di hati sesaat. Niat menurut arti kata berarti ( ُ‫)الَقصْد‬, yaitu menyengaja atau bermaksud berbuat sesuatu. Alquran maupun Hadis banyak menyebutkan tentang niat. Niat dalam Alquran dan Hadis berbeda dengan motivasi dalam kajian psikologis. Niat adalah keyakinan dalam hati dan kecenderungan ataupun arahan untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu. Sedangkan, motivasi adalah kebutuhan yang timbul atas dasar niat ini. Niat adalah bagian dari perilaku atau permulaan dari suatu perilaku. Sedangkan, motivasi adalah kebutuhan yang muncul sebagai bentuk implikasi dari adanya niat yang lalu menuntut pemikiran atas suatu pekerjaan dan merealisasikannya. Dalam QS. AsySyuura ayat 20: Artinya: “Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.” Diriwayatkan dari Umar ibnu Khathab bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya setiap perbuatan itu 77 tergantung niatnya.” (HR Bukhari No.1). Dalam QS. Ibrahim: 3. ‫ع إن‬ ُ َ‫علَى إاْل ِخ َرةِ َوي‬ َ َ‫صدُّون‬ َ ‫الاذِينَ يَ إست َِحبُّونَ إال َحيَاة َ الدُّ إنيَا‬ ‫ض ََل ٍل بَ ِعي ٍد‬ ِ ‫س ِبي ِل ا‬ َ ‫َّللا َويَ إبغُونَ َها ِع َو ًجا ۚ أُو َٰلَئِكَ فِي‬ َ Artinya: “(yaitu) orang-orang yang lebih menyukai kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat, dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan Allah itu bengkok. Mereka itu berada dalam kesesatan yang jauh.” Sedangkan menurut Ash-Shiddieqy (2002), niat itu terbagi 3 (tiga), yaitu: 1. Niat ibadah, yaitu menghinakan diri tunduk secara sangat sempurna, untuk menyatakan ketundukan serta kehinaan. 2. Niat taat, yaitu melaksanakan apa yang Allah kehendaki. 3. Niat qurbah, yaitu melaksanakan ibadah dengan maksud memperoleh pahala. Tujuan manusia hidup di muka bumi adalah beribadah kepada Allah SWT (QS. Al-Dzariyat ayat 56) dan ibadah yang dilandasi niat ikhlas akan diberi pahala oleh Allah. Dengan demikian motivasi dalam bahasa Islamnya disebut dengan niat, yaitu segala sesuatu pekerjaan disandarkan pada Allah. Berbeda dengan konsep barat, motivasi dalam Islam disamping mencari insentif secara materi juga membutuhkan insentif spiritual, yaitu suatu motivasi yang didasari kekuatan ruhaniah yang mampu menghasilkan potensi manusia yang bekerja sesuai dengan tuntunan Tuhan. Motivasi spiritual terdiri atas motivasi 78 akidah, motivasi ibadah, dan motivasi muamalat (Anshari, 1993: 25-31). 2.3.6 Kendali Perilaku Komponen terakhir dalam teori intensi adalah kendali perilaku atau perceived behavioral control. Ajzen (2005) mendefinisikan perceived behavioral control ini sebagai suatu acuan yang menunjukkan adanya kesulitan atau kemudahan yang ditemui seseorang dalam intensi berperilaku tertentu. Semakin banyak modal dan kesempatan yang dimiliki oleh seseorang, serta semakin sedikit hambatan yang dapat mereka antisipasi, maka semakin besar pula perceived behavioral control mereka. Konsep lain yang agak dekat maksudnya dengan persepsi kontrol perilaku adalah self efficacy atau efikasi diri yang dikemukakan Bandura dalam Ajzen (2005). Efikasi diri adalah keyakinan individu untuk berhasil menguasai keterampilan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas-tugas tertentu. Konsep persepsi kontrol perilaku yang dikemukakan oleh Ajzen ini banyak sekali dipengaruhi oleh riset yang dilakukan oleh Bandura mengenai efikasi diri. Eagly and Chaiken (1993) juga memberikan pengertian perceived behavioral control sebagai persepsi seseorang tentang kemudahan atau kesulitan untuk berperilaku tertentu. Perceived behavioural control merupakan cerminan dari control belief, yang berarti kepercayaan terhadap ada dan tidaknya sumber dan instrumen lainnya guna mendukung sebuah perilaku, atau pengaruh dari sumber dan instrumen tersebut dalam memfasilitasi maupun menghalangi munculnya sebuah perilaku. Perceived behavioural control ini dirumuskan sebagai berikut: 79 (2.2) Dimana: PBC ci pi = Perceived Behavioral Control (Kendali Perilaku) = Kontrol belief terhadap intensi = Kekuatan dari faktor i untuk memfasilitasi atau menghambat sebuah perilaku Teori beliefs dan faktor yang memengaruhi intensi harus berkorelasi satu dengan yang lainnya.Tetapi beberapa hasil penelitian TRA dan TPB menunjukkan bahwa tidak semuanya merefleksikan hal ini. Gagne dan Godin (2000) dalam Lee (2009) menyatakan bahwa korelasi antara dengan attitude lebih baik dari dengan attitude. Hasil yang sama ditemukan dalam hubungan dengan perceived behavioural control. Hal ini sejalan dengan pernyataan Ajzen (1991) dalam Lee (2009), yakni: “The moderate correlations between global and belief based measures suggest that the expectancy value formulation may fail adequately to describe the process whereby individual beliefs combine to produce global response”. 2.3.7 Pengetahuan Konsumen Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu manusia, ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap sesuatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran penciuman, rasa dan raba. Sebagaimana besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga, karena dari pengalaman peneliti terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007). 80 Sumarwan (2004) menyatakan bahwa, “Pengetahuan konsumen akan mempengaruhi keputusan pembelian. Ketika konsumen memiliki pengetahuan yang lebih banyak, maka ia akan lebih baik dalam mengambil keputusan, ia akan lebih efisien dan lebih tepat dalam mengolah informasi dan mampu me-recall informasi yang lebih baik” (Thakur, 2005; Park et.al, 2012). Engel, Blackwell dan Miniard (1995) dalam Sumarwan (2004) menyatakan bahwa, jenis pengetahuan terbagi dalam 3 (tiga) jenis: 1. Pengetahuan produk. Pengetahuan produk adalah kumpulan berbagai informasi mengenai produk. Pengetahuan ini meliputi kategori produk, merek, terminologi produk, atribut atau fitur produk, harga produk dan kepercayaan mengenai produk. 2. Pengetahuan pembelian. Pengetahuan pembelian meliputi berbagai informasi yang diproses oleh konsumen untuk memperoleh suatu produk. Pengetahuan produk terdiri atas pengetahuan dimana membeli produk dan kapan membeli produk. 3. Pengetahuan pemakaian. Suatu produk akan memberikan manfaat kepada konsumen jika produk tersebut telah digunakan atau dikonsumsi oleh konsumen. Agar produk tersebut bisa memberikan manfaat yang maksimal dan kepuasan yang tinggi kepada konsumen, maka konsumen harus bisa menggunakan atau mengkonsumsi produk tersebut dengan benar. 81 2.3.8 Komitmen Beragama Salah satu kenyataan yang terjadi dalam sepanjang perjalanan sejarah umat manusia adalah fenomena religiusitas (Religiosity). Untuk menerangkan fenomena ini secara ilmiah, bermunculan beberapa konsep religiusitas. Salah satu konsep yang akhir-akhir ini banyak dianut ahli Psikologi dan Sosiologi adalah konsep religiusitas rumusan Glock and Stark (1968: 11), Sun et.al, (2012). Ada lima macam dimensi religiusitas yaitu; dimensi keyakinan, dimensi peribadatan atau praktik agama, dimensi penghayatan, dimensi pengamalan, dan dimensi pengetahuan agama (Ancok, 1994: 77). 1. Dimensi keyakinan berisi pengharapan dimana orang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin tersebut. Setiap agama mempertahankan seperangkat kepercayaan dimana para penganut diharapkan akan taat. Walaupun demikian, isi dan ruang lingkup keyakinan itu bervariasi tidak hanya diantara agama, tetapi sering kali juga diantara tradisi-tradisi dalam agama yang sama. 2. Dimensi praktik agama mencakup perilaku pemujaan, ketaatan, dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya. Praktik keagamaan ini terdiri atas dua kelas penting, yaitu: a. Ritual. Mengacu kepada seperangkat ritus, tindakan keagamaan formal dan praktik suci yang semua mengharapkan para pemeluk melaksanakan. Dalam Kristen sebagian dari pengharapan ritual itu 82 3. 4. diwujudkan dalam kebaktian di gereja, persekutuan suci, baptis, perkawinan, dan semacamnya. b. Ketaatan. Ketaatan dan ritual bagaikan ikan dengan air, meski ada perbedaan penting. Apabila aspek ritual dari komitmen sangat formal dan khas publik, semua agama yang dikenal juga mempunyai perangkat tindakan persembahan dan kontemplasi personal yang relatif spontan, informal, dan khas pribadi. Dimensi pengalaman,dimensi ini berisikan dan memperhatikan fakta bahwa semua agama mengandung pengharapan tertentu, meski tidak tepat jika dikatakan bahwa seseorang yang beragama dengan baik pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan subjektif dan langsung mengenai kenyataan terakhir (kenyataan terakhir bahwa seseorang yang beragama dengan baik akan mencapai suatu kontak dengan kekuatan supranatural). Seperti telah dikemukakan, dimensi ini berkaitan dengan pengalaman, perasaan, persepsi, dan sensasi yang dialami seseorang atau didefinisikan oleh suatu kelompok keagamaan yang melihat komunikasi, walaupun kecil, dalam suatu esensi ketuhanan, yaitu dengan Tuhan, kenyataan terakhir, dengan otoritas transendental. Dimensi pengetahuan agama. Dimensi ini mengacu kepada harapan bahwa orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai dasar keyakinan, ritus, kitab suci, dan tradisi. Dimensi pengetahuan dan keyakinan jelas berkaitan satu sama 83 lain, karena pengetahuan mengenai suatu keyakinan adalah syarat bagi penerimanya. Walaupun demikian, keyakinan tidak perlu diikuti oleh syarat pengetahuan, juga semua pengetahuan agama tidak selalu bersandar pada keyakinan. Lebih jauh, seseorang dapat berkeyakinan kuat tanpa benar-benar memahami agamanya, atau kepercayaan bisa kuat atas dasar pengetahuan yang amat sedikit. 5. Dimensi pengamalan atau konsekuensi. Konsekuensi komitmen agama berlainan dari keempat dimensi yang sudah dibicarakan di atas. Dimensi ini mengacu pada identifikasi akibat keyakinan keagamaan, praktik, pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari. Istilah “kerja” dalam pengertian teologis digunakan di sini. Walaupun agama banyak menggariskan bagaimana pemeluknya seharusnya berpikir dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari, tidak sepenuhnya jelas sebatas mana konsekuensi agama merupakan bagian dari komitmen keagamaan atau semata-mata berasal dari agama (Ancok, 1994: 76-78). Komitmen beragama seseorang akan memengaruhi perilaku seseorang khususnya perilaku konsumen. Ilyas et.al (2011) melakukan penelitian mengenai pengaruh religion terhadap perilaku konsumen. Hasil penelitian Ilyas et.al (2011) menunjukkan bahwa religion dapat memengaruhi perilaku konsumen individual secara signifikan. Souiden dan Rani (2015) juga melakukan penelitian mengenai hubungan religiusitas dengan perilaku konsumen. Hasil penelitian Souiden dan Rani (2015) juga menunjukkan pengaruh yang signifikan antara religiusitas dengan 84 perilaku konsumen seseorang. Penelitian yang dilakukan oleh Khan (2012) juga menghasilkan yang sama dengan penelitian sebelumnya mengenai hubungan religiusitas dengan perilaku konsumen. 2.4 Teori TSR (Tawhidi String Relation) Choudhury (2013), mengembangkan sebuah metodologi ekonomi Islam yang disebut sebagai shuratic process atau IIE (Interactive, Integration, and Evolutionary) atau Tawhidi String Relation. Shuratic Process dalam istilah sederhana merupakan keseluruhan proses yang terjadi di dunia ini dalam bingkai kesatuan pengetahuan dilambangkan dengan X (θ). Menurut Choudhury (2013) sumber utama dan permulaan dari segala ilmu pengetahuan (primordial stock of knowledge) adalah Alquran, sebab Alquran merupakan kalam Allah. Pengetahuan yang ada dalam Alquran memiliki kebenaran mutlak (absolute), telah mencakup segala kehidupan secara komprehensif (complete) sehingga tidak dapat dikurangi dan ditambah (irreductible). Alquran diberikan kepada manusia agar supaya manusia membuat tatanan epistemologi, hal ini disimbolkan dengan (Ω,S). Alquran pada dasarnya mengajarkan prinsip-prinsip umum. Ayat-ayat Alquran diimplementasikan dalam perilaku nyata oleh Rasulullah, sehingga Assunnah juga adalah sumber ilmu pengetahuan berikutnya. Alquran dan sunnah kemudian dapat dielaborasi dalam hukum-hukum dengan menggunakan metode epistemological deduction, yaitu: menarik prinsip-prinsip umum yang terdapat dalam kedua sumber tersebut untuk diterapkan dalam realitas individu (Choudhury, 2013). Selanjutnya dalam epistemologi ekonomi Islam diperlukan ijtihad dengan menggunakan rasio/akal. Ijtihad terbagi kepada dua macam, 85 yaitu ijtihad istimbathi dan ijtihad tathbiqi.Ijtihad istimbathi bersifat deduksi, sedangkan ijtihad tathbiqi bersifat induksi (Choudhury, 2013). Dalam membicarakan epistemologi ekonomi Islam, digunakan metode deduksi dan induksi. Ijtihad yang banyak menggunakan induksi akan menghasilkan kesimpulan yang lebih operasional, sebab didasarkan pada kenyataan empiris. Selanjutnya dari keseluruhan proses ini yaitu kombinasi dari elaborasi kebenaran wahyu Allah dan As-sunnah dengan pemikiran dan penemuan manusia yang dihasilkan dalam ijtihad akan menghasilkan hukum atau aturan, praktik, standar operasi dalam berbagai bidang kehidupan. Jika diperhatikan, maka sesungguhnya Shuratic Process ini merupakan suatu metode untuk menghasilkan ilmu pengetahuan yang memiliki akar kebenaran empiris (truth based on empirical process). Shuratic process sendiri adalah upaya menguak relasi-relasi di dalam kepatuhan atau tasbih ini melalui proses interaksi, integrasi, dan Evolusi Kreatif (IIE) dalam kehidupan manusia. Proses IIE ini boleh dikatakan sebanding dengan shuratic process sebagai medium pembentukan dan penyatuan seluruh sistem relasi yang ada secara berkesinambungan melalui prinsip kesatuan pengetahuan yang unik. Apabila prinsip tadi dikaitkan ke dalam suatu tatanan sistem dunia, maka disitu kelak akan memunculkan sebagian pemahaman manusia tentang suatu Kesatuan Pengetahuan (Unity of Knowledge) yang terinduksi di dalam suatu sistem pandangan dunia yang bertauhid (Tawhidi World View) (Choudhury,2013). Menurut Choudhury (2013), pandangan dunia Tawhidi yang menjadi pandangan dunia Islam inilah yang seharusnya menjadi masalah fundamental dalam memahami perilaku ekonomi berikut transformasinya yang melekat di dalam sistem dunia manusia melalui suatu proses yang diturunkan dari level individu dan keluarga ke 86 lingkungan masyarakat, pasar, institusi-institusi dan tatanan dunia atau global. Pemahaman terhadap hubungan ini, manusia dan masyarakat menciptakan tatanan dunia yang berdasarkan pada Alquran dan Sunah dan pengetahuan yang mereka miliki. Melalui interaksi dan integrasi diantara mereka, melalui proses perkembangan secara perlahan tersebut muncullah Social Wellbeing Function yang dilambangkan dengan W (θ,X(θ)). Surat Ash-Shura (42), yang sebagian besar membicarakan tentang proses datangnya ilmu pengetahuan dari Allah kepada umat manusia. Dalam ayat ini dapat dilihat cara Allah SWT menganugerahkan ilmu pengetahuan kepada umat manusia tidak dengan cara langsung berfirman kepada mereka, tetapi Allah menganugerahkannya dengan mengutus Rasul, Nabi Muhammad Saw, yang mengajak manusia ke jalan yang lurus, dengan wahyu kepada manusia yang dikehendakinya, dan Allah memberi petunjuk kepada hamba-Nya yang dikehendaki-Nya (tidak kepada semua orang). Ayat 52 Surat Ash-Shura (42), Allah menyatakan kepada umat manusia bagaimana Dia menganugerahkan ilmu pengetahuan. Allah mengutus Nabi Muhammad Saw sebagai pembawa perintah Allah, dan Allah SWT,mengirimkan Alquran sebagai cahaya bagi umat manusia. Tidak semua manusia dapat memahami Alquran, karena Allah hanya memberi petunjuk kepada hamba-Nya yang Dia kehendaki, dalam Ash Shura (42) ini: 1. Allah SWT telah menjadikannya (Alquran) ini sebagai cahaya bagi umat manusia. 2. Allah SWT memberi petunjuk kepada siapapun hamba-Nya yang dikehendaki-Nya. 3. Petunjuk dari Allah tidak diberikan kepada semua umat manusia. 87 4. Dan Nabi Muhammad SAW benar-benar memberi petunjuk (bagi manusia) ke jalan yang lurus. Sebagai keseluruhan proses dari IIE, karakteristik tasbih dan shura dirumuskan sebagai berikut: Sumber: Ajzen, I. 1991 Keterangan: Implementasi proses IIE dalam perilaku masyarakat mewakafkan uang di perbankan syariah adalah sebagai berikut: Dalam proses 1 merupakan proses dimana Ω merupakan simbol pengetahuan yang berasal dari Alquran dan Hadis dan dalam proses selanjutnya pengetahuan dan manusia bertemu melalui proses musyawarah (shurattic process), hal ini dilambangkan dengan X(θ). Dengan pemahaman terhadap hubungan ini, manusia dan masyarakat menciptakan tatanan dunia yang berdasarkan pada Alquran dan Sunah dan pengetahuan yang mereka miliki. Melalui interaksi dan integrasi antara mereka, melalui proses perkembangan secara perlahan tersebut muncullah Social Wellbeing Function, hal ini dilambangkan dengan W(θ,X(θ)). Sedangkan implementasi dalam intensi masyarakat mewakafkan hartanya pada perbankan syariah untuk W(θ,X(θ)) merupakan W (θ), pengetahuan, sikap, norma subjektif, kendali perilaku, 88 komitmen beragama, dan intensi (θ) dengan fungsi tersebut apakah variabel yang dimasukkan dalam model merupakan variabel yang dapat memengaruhi perilaku masyarakat mewakafkan hartanya pada perbankan syariah melalui shuratic process. Dari akhir proses 1 dan awal proses 2, adalah proses evaluasi dalam TSR sampai akhir zaman dimana kita harus kembali kepada sumber pengetahuan, yaitu Alquran dan Sunah (Ω). Dalam merumuskan teta yang baru (θN), harus diingat kembali proses sebelumnya sehingga kita sebagai manusia dapat tetap berada pada proses yang benar sesuai dengan Alquran dan Sunnah. Hal ini dijelaskan oleh ayat 53 surat AshShura (42) bahwa akhirnya semua urusan kembali kepada Allah. Proses 2 untuk perilaku masyarakat mewakafkan harta pada perbankan syariah dengan dasar pengetahuan yang dimiliki harus kembali kepada proses sebelumnya dimana semua urusan tentang perilaku masyarakat mewakafkan hartanya pada perbankan syariah harus dilandaskan pada prinsip semua urusan diserahkan atau dikembalikan, yaitu kepada Allah SWT. 2.5 Kerangka Konseptual (Conseptual Framework) Kerangka konseptual ini berangkat dari perhitungan potensi wakaf yang sudah dilakukan Nasution (2005) serta Huda, Barata dan Rahardian (2014) dan dikaitkan dengan penerimaan wakaf uang berdasarkan data BWI, terlihat bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara potensi dan realisasi penerimaan wakaf uang. Pada sisi lain, industri perbankan syariah periode 2014-2016 tidak mengalami perkembangan yang diharapkan bahkan mengalami penurunan laju pertumbuhannya. Salah satu penyebab terhambatnya laju pertumbuhan aset perbankan syariah adalah tingginya non performace financing (NPF), hal ini disebabkan mahalnya margin pembiayaan di perbankan syariah sehingga 89 nasabahnya marginal dan berisiko tinggi. Margin pembiayaan mahal karena sumber DP3 bank syariah didominassi dana mahal (deposito) yang apabila penghimpunan wakaf uang di perbankan syariah ini sukses maka diyakini DP3 murah bank syariah akan membaik. Dua persoalan ini yang akan disinergikan sehingga bisa saling memberikan dukungan untuk perkembangan wakaf uang dan industri perbankan syariah. Persoalan potensi dan realisasi penerimaan wakaf, serta meningkatkan kinerja industri perbankan syariah dapat dijawab dengan mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi perilaku masyarakat dalam berwakaf uang melalui bank syariah dapat dijelaskan dengan menggunakan Theory of Planned Behavior (TPB). TPB merupakan konsep untuk mengetahui perilaku konsumen yang dikembangkan oleh Ajzen (1991). TPB menggunakan variabel sikap, norma subjektif, dan kendali perilaku sebagai variabel yang memengaruhi intensi/minat seseorang yang juga memengaruhi perilaku seseorang dalam berkonsumsi. TPB terus mengalami perkembangan sesuai dengan kebutuhan analisis, sehingga perkembangan TPB saat ini disebut dengan TPB Modifikasi. TPB Modifikasi dalam penelitian yang dilakukan ini dengan menambahkan variabel pengetahuan, variabel komitmen beragama, dan trust nazhir sebagai variabel yang memengaruhi perilaku seseorang untuk berwakaf uang melalui bank syariah. 90 Gambar 2.8. Kerangka Konseptual Sumber: Adaptasi Acrual Penulis 91 Bab 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian yang telah dilakukan Witjaksono (2016) termasuk explanatory dan kualitatif, yaitu suatu model studi untuk mencari dan menjelaskan hubungan kausal antar variabel melalui pengujian hipotesis yang menggunakan pendekatan kuantitatif dan akan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif dengan maksud agar lebih bisa memberikan penjelasan hubungan kausalitas antar variabel melalui pengujian hipotesis dan analisis variabel-variabel penelitian tersebut. Dengan melakukan pengujian pengaruh antar variabel yang berkaitan sikap, norma subjektif, kendali perilaku, komitmen beragama, kepercayaan pada nazhir dan pengetahuan terhadap intensi danperilaku nasabah bank syariah yang termasuk dalam LKS PWU di Jakarta. Sampel dari populasi, yang menggunakan instrumen kuesioner sebagai alat untuk mengumpulkan data primer. Dengan demikian penelitian yang dilakukan ini dianalisis dengan statistik inferensial menggunakan program SPSS version 15.0, dan SmartPLS version2.0 yang dimaksudkan untuk menganalisis data sampel yang akan digeneralisasi kepada populasinya. 3.2. Populasi, Sampel, dan Metode Pengumpulan Data 3.2.1. Populasi Populasi adalah kumpulan individu atau objek penelitian yang memiliki kualitas-kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan. 92 Berdasarkan dari ciri-ciri tersebut, populasi dapat dipahami sebagai kelompok individu atau objek pengamatan yang minimal memiliki satu persamaan karakteristik (Cooper dan Emory, 1995). Populasi dalam penelitian yang dilakukan ini adalah Nasabah Bank Muamalat Indonesia cabang Jakarta dan sekitarnya, Bank Syariah Mandiri kantor area Jakarta, Bank Mega Syariah kantor wilayah Jakarta, Bank BNI Syariah kantor wilayah Jakarta dan Bank DKI Unit Usaha Syariahpada cabang Utama Jakarta yang secara keseluruhan berjumlah 1.173.258 nasabah. 3.2.2. Sampel Sampel adalah sebagian dari populasi dimaksud yang akan diteliti (Fuad, 2004). Sampel yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan ini adalah minimal 100 orang. Hal ini merujuk pada Hair et.al, (2010) bahwa jumlah sampel (responden) yang dipakai dalam penelitian yang menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) minimum 100 sampel. Jadi direkomendasikan bahwa ukuran sampel antara 100-200 harus digunakan untuk metode Maximum Likelihood (ML). Teknikpenentuan sampel penelitian yang dipakai menggunakan Technic Simple Random Sampling (sampling acak sederhana). Menurut Singarimbun (1995:156) “simple random sampling ini adalah sebuah simple yang diambil sedemikian rupa sehingga tiap unit penelitian atau satuan elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel”. Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan jumlah sampel adalah menggunakan rumus Slovin (Sevilla et. al., 2007:182), sebagai berikut: 93 Keterangan: n: jumlah sampel N: jumlah populasi e: batas toleransi kesalahan (error tolerance) 3.3. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang dilakukan untuk memperoleh dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian, maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan adalah sebagai berikut: 1. Data Primer Dalam penelitian yang dilakukan ini data primer diperoleh dari lapangan yang dilakukan dengan cara berikut ini: a. Kuesioner Kuesioner disebarkan kepada responden sebanyak 350 untuk mendapatkan data utama dalam penelitian yang dilakukan ini, yakni sikap, norma subjektif, kendali perilaku, komitmen beragama, kepercayaan pada nazhir (trust),dan pengetahuan untuk melakukan wakaf uang melalui perbankan syariah di Jakarta. Penyebaran kuesioner tersebut dilakukan padasampel penelitian. 94 b. Wawancara Wawancara dilakukan dengan para informan yang terkait dengan pengembangan produk wakaf uang pada perbankan syariah dengan pendekatan exploratif, informan meliputiBadan Wakaf Indonesia, baik dalam kapasitas sebagai regulator maupun nazhir, praktisi perbankan, nazhir, DSNMUI, OJK, wakif, dan Kementrian Agama RI. 2. Data Sekunder Metode yang digunakan dalam pengumpulan data sekunder adalah arsipal atau dokumentasi, yakni dengan mempelajari dokumen yang berkaitan dengan studi disertasi yang dilakukan ini. 3.4. Pengembangan Instrumen Penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan ini adalah sikap, norma subjektif, kendali perilaku, komitmen beragama, kepercayaan pada nazhir, dan pengetahuan beragam terhadap perilaku masyarakat pada masyarakat DKI Jakarta. Variabel exogent adalah sikap, norma subjektif, kendali perilaku, komitmen beragama, kepercayaan pada nazhir dan pengetahuan. Variabel endogent adalah intensi dan perilaku nasabah bank syariah. 3.5 Ukuran Variabel 3.5.1 Ukuran Pengetahuan Pengetahuan menurut Notoatmodjo (2007) adalah hasil tahu manusia, ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap sesuatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, 95 penciuman, rasa dan raba. Sebagaimana besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga, karena dari pengalaman peneliti terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan. Berdasarkan indikator-indikator yang digunakan Engel, Blackwell dan Miniard (1995) untuk mengukur variabel pengetahuan ini, maka dalam penelitian yang dilakukan ini menggunakan 3 indikator yang pernyataannya dibagi 5 tingkat yang paling lemah adalah sangat tidak setuju dan yang paling tinggi sangat setuju. Adanya 3 indikator maka skor yang paling rendah adalah 3 dan paling tinggi adalah 15. Skor yang 15 atau rata-rata skor 5 menunjukkan nasabah sangat memahami produk wakaf uang di Bank Syariah. 3.5.2 Ukuran Sikap/Akhlak Fishbein & Ajzen (1975) mendefinisikan attitude sebagai suatu faktor predisposisi atau faktor yang ada dalam diri seseorang yang dipelajari untuk memberikan respons dengan cara yang konsisten, yaitu suka atau tidak suka pada penilaian terhadap suatu objek yang diberikan. Sikap/akhlak menurut Hamzah Ya’qub, (1993); Muhammad Ali Hasyim, (1995); Anwar Masy’ari, (1990); A. Zaenudin dan Muhammad Jamhari, (1998); Muhammad Al-Ghazali,(1993) ada 3, yaitu:akhlak terhadap Allah, akhlak terhadap diri sendiri, dan akhlak terhadap sesama manusia. Indikator-indikator yang digunakan para ahli tersebut diatas untuk mengukur variabel sikap/akhlak ini.Maka dalam penelitian yang dilakukan ini menggunakan 3 indikator yang pernyataannya dibagi 5 tingkat yang paling lemah adalah sangat tidak setuju dan 96 yang paling tinggi sangat setuju. Adanya 3 indikator maka skor yang paling rendah adalah 3 dan paling tinggi adalah 15. Skor yang 15 atau rata-rata skor 5 menunjukkan nasabah memiliki sikap/akhlak yang bagus. 3.5.3 Ukuran Norma Subjektif/Niat Norma subjektif merupakan persepsi yang bersifat individual terhadap tekanan sosial untuk melakukan/tidak melakukan perilaku tertentu. Norma subjektif dapat ditentukan dan diukur sebagai suatu kumpulan keyakinan normatif mengenai kesetujuan/ketidaksetujuan acuan yang signifikan terhadap suatu perilaku (Refiana, 2002 dalam Santoso dan Indarini, 2010). Norma subjektif/niat, menurut Ash Shiddieqy (2002) memiliki 3 bagian yaitu: niat ibadah, niat taat, dan niat kurban. Indikator-indikator yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan ini untuk mengukur variabel norma subjektif ini menggunakan 3 indikator yang pernyataannya dibagi 5 tingkat, yang paling lemah adalah sangat tidak setuju dan yang paling tinggi sangat setuju. Adanya 3 indikator maka skor yang paling rendah adalah 3 dan paling tinggi adalah 15. Skor yang 15 atau rata-rata skor 5 menunjukkan nasabah memiliki norma subjektif yang bagus. 3.5.4 Ukuran Kendali Perilaku Ajzen (2005) mendefinisikan perceived behavioral control ini sebagai suatu acuan yang menunjukkan adanya kesulitan atau kemudahan yang ditemui seseorang dalam intensi berperilaku tertentu. Semakin banyak modal dan kesempatan yang dimiliki oleh seseorang, serta semakin sedikit hambatan yang dapat mereka antisipasi, maka semakin besar pula perceived behavioral control 97 mereka. Kendali perilaku menurut Ghufron dan Risnawati (2010), ada 2 meliputi: faktor internal dan faktor eksternal. Indikator-indikator yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan ini untuk mengukur variabel kendali perilaku ini menggunakan 2 indikator yang pernyataannya dibagi 5 tingkat yang paling lemah adalah sangat tidak setuju dan yang paling tinggi sangat setuju. Adanya 2 indikator maka skor yang paling rendah adalah 2 dan paling tinggi adalah 10. Skor yang 10 atau rata-rata skor 5 menunjukkan nasabah memiliki kendali perilaku yang bagus. 3.5.5 Ukuran Komitmen Beragama Glock dan Strak merumuskan relegiusitas sebagai komitmen religius (yang berhubungan dengan agama atau keyakinan iman) yang dapat dilihat melalui aktivitas atau perilaku individu yang bersangkutan dengan agama atau keyakinan iman yang dianut. Religiusitas seringkali diidentikan dengan keberagamaan. Relegiusitas diartikan sebagai seberapa jauh pengetahuan. Seberapa kokoh kenyakinan. Seberapa pelaksanaan ibadah dan kaidah dan seberapa dalam penghayatan atas agama yang dianutnya. Inilah yang diwujudkan dalam perilaku sehari-hari. Komitmen beragama/religiusitas, menurut Ancok (1994), memiiki 5 dimensi yaitu: dimensi keyakinan, dimensi peribadatan atau praktik agama, dimensi penghayatan, dimensi pengamalan, dan dimensi pengetahuan agama. Indikator-indikator yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan ini untuk mengukur variabel komitmen beragama ini menggunakan 5 indikator yang pernya-taannya dibagi 5 tingkat yang paling lemah adalah sangat tidak setuju dan yang paling tinggi 98 sangat setuju. Adanya 5 indikator maka skor yang paling rendah adalah 5 dan paling tinggi adalah 25. Skor yang 25 atau rata-rata skor 5 menunjukkan nasabah memiliki komitmen beragama yang bagus. 3.5.6 Ukuran Trust/Kepercayaan Kepercayaan adalah kesediaan pihak tertentu terhadap pihak lain dalam melakukan hubungan transaksi berdasarkan suatu keyakinan bahwa pihak yang dipercayainya tersebut akan melakukan tindakan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan kata lain, kepercayaan itu akan mengukur apakah seseorang memercayai pihak lain sebagai pihak yang dapat dipercaya (Rahmawaty, 2012). Konsep kepercayaan dalam penelitian yang dilakukan ini adalah kepercayaan pada lembaga penghimpun dan pengelola wakaf yang disebut dengan nazhir. Upaya harus dilakukan oleh lembaga penghimpun dan pengelola wakaf,yaitu nazhir agar kepercayaan masyarakat yang disebut dengan wakif semakin meningkat. Hal ini disebabkan kepercayaan mempunyai pengaruh besar pada niat dan perilaku konsumen untuk melakukan transaksi berupa pembayaran wakaf khususnya wakaf uang kepada nazhir. Koufaris dan Hampton-Sosa (2004), indikator-indikator trust meliputi: trustworthy, keep the best interest, keep the promises and commitment, believe the information provided dan genuinely concerned. Indikator-indikator yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan ini untuk mengukur variabel kepercayaan ini menggunakan 5 indikator yang pernyataannya dibagi 5 tingkat yang paling lemah adalah sangat tidak setuju dan yang paling tinggi 99 sangat setuju. Adanya 5 indikator maka skor yang paling rendah adalah 5 dan paling tinggi adalah 25. Skor yang 25 atau rata-rata skor 5 menunjukkan nasabah memiliki kepercayaan terhadap nazhir yang bagus. 3.5.7 Intensi Konsumen Menurut Ajzen (2005), berdasarkan kerangka teori reasoned action intensi merupakan kekuatan utama yang menjadi sumber motivasi seseorang untuk bertingkah laku tertentu. Semakin kuat intensi untuk melakukan tingkah laku tertentu, maka semakin besar kemungkinannya untuk melakukan tingkah laku tersebut. Variabel intensimasyarakat menurut Azjen, (2005), meliputi 3 bagian, yaitu: faktor pribadi (sikap, kepribadian, nilai, kondisi emosi, intelegensi), faktor sosial (usia, jenis kelamin, ras dan etnis, pendidikan, pendapatan, religi/kepercayaan), dan informasi (pengalaman, pengetahuan, media). Indikator-indikator yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan ini untuk mengukur variabel intensi nasabah ini menggunakan 3 indikator yang pernyataannya dibagi 5 tingkat yang paling lemah adalah sangat tidak setuju dan yang paling tinggi sangat setuju. Adanya 3 indikator maka skor yang paling rendah adalah 3 dan paling tinggi adalah 15. Skor yang 15 atau rata-rata skor 5 menunjukkan nasabah memiliki intensi yang tinggi untuk berwakaf uang di bank syariah. 3.5.8 Ukuran Perilaku Konsumen Kotler dan Keller (2008) mendefinisikan perilaku konsumen adalah studi bagaimana tentang individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli, menggunakan, dan bagaimana barang, jasa, ide 100 atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka. Teori perilaku konsumen yang dibangun berdasarkan syariah Islam, memiliki perbedaan yang mendasar dengan teori konvensional. Perbedaan ini menyangkut nilai dasar yang menjadi pondasi teori, motif dan tujuan konsumsi, hingga teknik pilihan dan alokasi anggaran untuk berkonsumsi. Perilaku konsumen menurut Islam, menurut Mannan (1986) ada 5 prinsip perilaku dalam Islam yaitu: prinsip keadilan, prinsip kebersihan, prinsip kesederhanaan, prinsip kemurahan hati dan prinsip moralitas. Penelitian yang dilakukan ini membahas mengenai wakaf uang, maka dari 5 indikator perilaku konsumen menurut Islam, yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan ini adalah 3 indikator, yaitu: prinsip moralitas, prinsip kemurahan hati, dan prinsip kesederhanaan. Indikator-indikator yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan ini untuk mengukur variabel perilaku nasabah menggunakan 3 indikator yang pernyataannya dibagi 5 tingkat yang paling lemah adalah sangat tidak setuju dan yang paling tinggi sangat setuju. Adanya 3 indikator maka skor yang paling rendah adalah 5 dan paling tinggi adalah 15. Skor yang 15 atau rata-rata skor 5 menunjukkan nasabah memiliki perilaku yang bagus untuk wakaf uang di bank syariah. 3.5.9 Ukuran Teta (θ) Teta (θ), adalah seluruh pengetahuan yang diambil dari ajaran Allah dan diskusi dengan para ahli atau dikenal dengan istilah shuratic process. Sehingga seluruh hukum, kebijakan atau keputusan yang dibuat berasal dari ajaran ilmu Allah. Hasil implementasi dari hukum, kebijakan atau keputusan yang 101 berdasarkan hukum Allah akan menghasilkan suatu dampak dalam kehidupan yang merupakan berkah dari Allah sebagai rahmatan lil Alamin, hasil implementasi tersebut dilambangkan dengan simbol θ, dimana θ ini nantinya merupakan variabel yang digunakan untuk mendeskripsikan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan ini yang berkaitan dengan pengetahuan yang berdasarkan dari Alquran dan Hadis, dan teta (θ) ini tidak bisa diukur. 3.6 Uji Validitas dan Realibilitas Instrumen Mengingat pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner, maka kesungguhan responden dalam menjawab pertanyaan merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian yang dilakukan ini. Keabsahan dan kesahihan suatu penelitian sangat ditentukan oleh alat ukur yang digunakan. Apabila alat ukur yang dipakai tidak valid atau tidak dapat dipercaya, maka hasil penelitian yang dilakukan tidak akan menggambarkan keadaaan yang sesungguhnnya. Sesuai dengan standar pembuatan instrumen, maka sebelum instrumen digunakan sebagai alat uji penelitian harus dilakukan uji coba terlebih dahulu kepada responden sekurang-kurangnya 30 orang responden sebagai try out. Dalam mengatasi hal itu dilakukan dua macam pengujian, yaitu uji validitas (test of validity) dan uji keandalan (test of reliability). Jika validitas dan reliabilitas tidak diketahui, maka akibatnya menjadi fatal dalam memberikan kesimpulan ataupun dalam memberikan alasan terhadap hubungan antar variabel, bahkan secara luas mencakup proses pengambilan data sejak konsep disiapkan sampai data dianalisis. 102 3.6.1 Uji Validitas Uji validitas yang digunakan pada instrumen penelitian yang dilakukan ini menggunakan Statistic Pearson Product Moment Correlation (r), yang diukur untuk variabel pengetahuan, sikap, norma subjektif, kendali perilaku, komitmen beragam terhadap intensi masyarakat, dan perilaku masyarakat menggunakan Software SPSS 15.0. Uji kualitas terhadap instrumen yang dipakai untuk mengukur variabel penelitian yang dilakukan sebelum melakukan analisis terhadap pokok permasalahan. Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukan tingkat keandalan atau kesalahan suatu alat ukur (Riduwan, 2005). 3.6.2 Uji Reliabilitas Pengujian reliabilitas bertujuan untuk mengetahui konsistensi pengukuran yang dilakukan dengan instrumen yang ada. Tinggi rendahnya reliabilitas secara empiris ditunjukkan oleh suatu angka yang disebut koefisien reliabilitas. Teknik penghitungan koefisien reliabilitas menggunakan koefisien reliabilitas Alpha Cronbach. Apabila koefisien reliabilitas semakin mendekati 1, maka kuesioner dikatakan mempunyai reliabilitas yang baik. Jika uji validitas sudah valid pada datanya, maka selanjutnya dilakukan pengukuran reliabilitas untuk melihat apakah kuesioner yang akan digunakan cukup andal atau tidak sehingga layak untuk dijadikan kuesioner penelitian. Pengukuran reliabilitas kuesioner ini menggunakan metode Alpa Cronbach dengan bantuan Software SPSS 15.0. Maka menurut (Malhotra, 1999; Ghozali, 2005).), jika nilai mengindentifikasi konsistensi internal reliabilitas alat ukur yang baik atau valid. 103 3.7 Pengukuran Penelitian Data yang diolah merupakan data primer yang dikumpulkan dari kuisioner yang disusun berdasarkan indikator dalam variabel dengan menggunakan skala likert 1 sampai dengan 5. 3.8 Metodologi TSR (Tawhidi String Relation) TSR adalah suatu metodologi yang menggunakan tauhid, keesaan Allah, sebagai sumber dari pengetahuan (Sunatullah), baik yang diturunkan melalui Alquran maupun hukum alam termasuk juga tuntunan yang disampaikan Nabi Muhammad Saw (al-hadits) dalam menjabarkan setiap fenomena alam beserta isinya, termasuk menyangkut kehidupan sosial dan ekonomi manusia (Choudhury,2013). Kumpulan pengetahuan di sisi Allah adalah tidak terbatas, sebagaimana tercantum dalam Alquran surat Luqman (31) ayat 27, di mana dalam surat tersebut dinyatakan bahwa kalimat Allah tersebut adalah ilmu dan hikmah dari Allah yang dalam TSR dilambangkan dengan simbol (Ω), selanjutnya dijabarkan dalam kehidupan Rasulullah Muhammad Saw dikenal dengan Hadis (dilambangkan dengan θ) yang merupakan implementasi kehidupan berdasarkan Alquran, sebagaimana dikenal bahwa akhlak Rasul adalah akhlak Alquran. Seluruh pengetahuan berasal dari Allah (Ω) berupa Alquran (Q) dan Hadis (S)), termasuk dalam pembahasan tentang perilaku masyarakat mewakafkan hartanya pada perbankan syariah yang sebagaimana tercantum dalam Alquran surat Al-Baqarah (2) ayat 265. Seluruh pengetahuan yang diambil dari ajaran Allah ini merupakan hasil pemikiran dan diskusi dengan para ahli atau dikenal dengan istilah shuratic process. Hasil pemikiran ini dilambangkan dengan (θ). Jika diformulasikan θεΩ yang artinya θ tersebut merupakan elemen atau bagian dari Ω sehingga seluruh hukum, kebijakan atau keputusan yang 104 dibuat berasal dari ajaran ilmu Allah. Hasil implementasi dari hukum, kebijakan atau keputusan yang berdasarkan hukum Allah akan menghasilkan suatu dampak dalam kehidupan yang merupakan berkah dari Allah sebagai rahmatan lil alamin, dilambangkan hasil implementasi tersebut dengan simbol {θ,X(θ)}. Setiap solusi yang dihasilkan dari pengimplementasian ilmu Allah dalam kehidupan sehari-hari X(θ) akan selalu diikuti dengan evaluasi seberapa jauh aktualisasi hukum Allah dijalankan untuk mengetahui seberapa besar dampak peningkatan rahmat bagi kesejahteraan hidup manusia. Proses analisis untuk mengetahui derajat kehidupan sosial yang menghitung tingkat komplementaritas variabel-variabel yang diteliti dikenal dengan persamaan Social Wellbeing Function, W(θ,X(θ)) (Choudhury,2013). Dalam Social Wellbeing Function terjadi proses berkesinambungan terus-menerus untuk selalu mencari hasil yang lebih baik dengan saling berinteraksi, integrasi, dan evolusinya pada setiap variabel. Penjelasan tersebut dapat diilustrasikan berikut sebagai persamaan dari metodologi Tawhidi String Relation (TSR) 105 TSR memiliki prinsip utama adanya interrelationship dan complementary antar variabel pembentuk model yang dapat dibuktikan dengan melakukan sejumlah perhitungan simulasi matematika dari model persamaan matematika. Dalam penelitian yang dilakukan ini metode TSR lebih digunakan sebagai pola pikir dan analisis kualitatif, khususnya pada tahap shuratic process, yaitu melakukan suatu analisis berdasarkan proses pengolahan informasi dari berbagai nara sumber, baik literatur maupun jurnal dalam menjelaskan atau menganalisis tentang variabel-variabel yang dianalisis dalam penelitian ini, yang berkaitan dengan perilaku masyarakat mewakafkan hartanya pada perbankan syariah. 3.9 Model Analisis Data Penelitian yang dilakukan ini menggunakan metode analisis data dengan menggunakan software Smart PLS versi 2.0.m. PLS (Partial Least Square) merupakan analisis persamaan struktural (SEM) berbasis varian yang secara simultan dapat melakukan pengujian model pengukuran sekaligus pengujian model struktural. Model pengukuran digunakan untuk uji validitas dan reabilitas, sedangkan model struktural digunakan untuk uji kausalitas (pengujian hipotesis dengan model prediksi). Ghozali (2005) menjelaskan bahwa PLS adalah metode analisis yang bersifat soft modeling karena tidak mengasumsikan data harus dengan pengukuran skala tertentu, yang berarti jumlah sampel dapat kecil (dibawah 100 sampel). Perbedaan mendasar PLS yang merupakan SEM berbasis varian dengan LISREL atau AMOS yang berbasis kovarian adalah tujuan penggunaannya. Dibandingkan dengan covariance based SEM (yang diwakili oleh software AMOS, LISREL dan EQS) component based PLS mampu menghindarkan dua masalah 106 besar yang dihadapi oleh covariance based SEM yaitu inadmissible solution dan factor indeterminacy (Tanenhaus et al.,2005). Terdapat beberapa alasan yang menjadi penyebab digunakan PLS dalam suatu penelitian. Dalam penelitian yang dilakukan ini alasanalasan tersebut yaitu: pertama, PLS (Partial Least Square) merupakan metode analisis data yang didasarkan asumsi sampel tidak harus besar, yaitu jumlah sampel kurang dari 100 bisa dilakukan analisis, dan residual distribution. Kedua, PLS (Partial Least Square) dapat digunakan untuk menganalisis teori yang masih dikatakan lemah, karena PLS (Partial Least Square) dapat digunakan untuk prediksi. Ketiga, PLS (Partial Least Square) memungkinkan algoritma dengan menggunakan analisis series ordinary least square (OLS) sehingga diperoleh efisiensi perhitungan olgaritma (Ghozali, 2005). Keempat, pada pendekatan PLS diasumsikan bahwa semua ukuran variance dapat digunakan untuk menjelaskan. Metode analisis data dalam penelitian yang dilakukan ini terbagi menjadi dua, yaitu: 1. Analisis Statistik Deskriptif Analisis deskriptif, yaitu analisis empiris secara deskripsi tentang informasi yang diperoleh untuk memberikan gambaran/menguraikan tentang suatu kejadian (siapa, apa, kapan, dimana, bagaimana, berapa banyak) yang dikumpulkan dalam penelitian (Supranto, 2001). Data tersebut berasal dari jawaban yang diberikan oleh responden atas item-item yang terdapat dalam kuesioner. Selanjutnya peneliti mengolah data-data yang ada dengan cara dikelompokkan dan ditabulasikan kemudian diberi penjelasan. 107 2. Analisis Statistik Inferensial Statistik inferensial, (statistic induktif atau statistic probabilitas), adalah teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis data sampel dan hasilnya diberlakukan untuk populasi (Sugiyono, 2004). Sesuai dengan hipotesis yang telah dirumuskan, maka dalam penelitian yang dilakukan ini analisis data statistik inferensial diukur dengan menggunakan software SmartPLS (Partial Least Square) mulai dari pengukuran model (outer model), struktur model (inner model) dan pengujian hipotesis. PLS (Partial Least Square) menggunakan metoda principle component analiysis dalam model pengukuran, yaitu blok ekstraksi varian untuk melihat hubungan indikator dengan konstruk latennya dengan menghitung total varian yang terdiri atas varian umum (common variance), varian spesifik (specific variance) dan varian error (error variance). Sehingga total varian menjadi tinggi. Metoda ini merupakan salah satu dari metoda dalam Confirmatory Factor Analysis (CFA). Menurut Hair et.al. (2010) metoda ini tepat digunakan untuk reduksi data, yaitu menentukan jumlah faktor minimum yang dibutuhkan untuk menghitung porsi maksimum total varian yang direpresentasi dalam seperangkat variabel asalnya. Metode ini digunakan dengan asumsi peneliti mengetahui bahwa jumlah varian unik dan varian error dalam total varian adalah sedikit. Metode ini lebih unggul karena dapat mengatasi masalah indeterminacy, yaitu skor faktor yang berbeda dihitung dari model faktor tunggal yang dihasilkan dan admissible data, yaitu ambiguitas data karena adanya varian unik dan varian error. Penelitian yang dilakukan ini menggunakan variabel undimensional dengan model indikator reflektif. Variabel 108 undimensional adalah variabel yang dibentuk dari indikatorindikator baik secara reflektif maupun secara formatif (Hartono dan Abdilah, 2009). Sedangkan model indikator reflektif adalah model yang mengasumsikan bahwa kovarian diantara pengukuran dijelaskan oleh varian yang merupakan manifestasi dari konstruk latennya dimana indikatornya merupakannya indikator efek (effect indikator). Menurut Ghozali (2005) Model reflektif sering disebut juga principal factor model di mana covariance pengukuran indikator dipengaruhi oleh konstruk laten. Model refleksif menghipotesiskan bahwa perubahan pada konstruk laten akan memengaruhi perubahan pada indikator dan menghilangkan satu indikator dari model pengukuran tidak akan merubah makna atau arti konstruk (Bollen dan Lennox, 1991). Analisis ini juga digunakan untuk menghitung factor scores dari variabel Pengetahuan nasabah, Sikap nasabah, Norma Subjektif, Kendali Perilaku, Komitmen Beragama, Trust, Intensi, dan Perilaku Nasabah. Pengukuran Model (Outer Model) Outer model sering juga disebut (outer relation atau measurement model) yang mendefinisikan bagaimana setiap blok indikator berhubungan dengan variabel latennya. Model pengukuran (outer model) digunakan untuk menguji validitas konstruk dan reliabilitas instrumen. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui kemampuan instrumen penelitian mengukur apa yang seharusnya diukur (Cooper dan Schindler, 2006). Sedangkan uji reliablitas digunakan untuk mengukur konsistensi alat ukur dalam mengukur suatu konsep atau dapat juga digunakan untuk mengukur konsistensi responden dalam menjawab item pernyataan dalam 3. 109 kuesioner atau instrumen penelitian. Convergent validity dari measurement model dapat dilihat dari korelasi antara skor indikator dengan skor variabelnya. Indikator dianggap valid jika memiliki nilai AVE diatas 0,5 atau memperlihatkan seluruh outer loading dimensi variabel memiliki nilai loading > 0,5 sehingga dapat disimpulkan bahwa pengukuran tersebut memenuhi kriteria validitas konvergen (Chin, 1995). AVE adalah rerata persentase skor varian yang diekstrasi dari seperangkat variabel laten yang diestimasi melalui loading standarlize indikatornya dalam proses iterasi algoritma dalam PLS. Melambangkan standardize loading factor dari adalah jumlah indikator. Selanjutnya uji reliablitas dapat dilihat dari nilai Cronbach’s alpha dan nilai composite reliability. Untuk dapat dikatakan suatu item pernyataan reliabel, maka nilai Cronbach’s alpha harus >0,6 dan nilai composite reliability harus >0,7. Dengan menggunakan output yang dihasilkan SmartPLS maka composite reliability dapat dihitung. Nilai composite reliability adalah component loading ke indikator dan dibandingkan dengan Cronbach’s Alpha, ukuran ini tidak mengansumsikan tau equivalence antar pengukuran dengan asumsi semua indikator diberi bobot sama. Sehingga Cronbach’s Alpha cenderung lower bond estimate reliability, sedangkan Composite Reliability merupakan closer approximation dengan asumsi estimasi parameter adalah akurat. Evaluasi Model Struktural (Inner Model) Model struktural (inner model) merupakan model struktural untuk memprediksi hubungan kausalitas antar variabel laten. Melalui proses bootstrapping, parameter uji T-statistic diperoleh untuk memprediksi adanya hubungan kausalitas. Model struktural 4. 110 (inner model) dievaluasi dengan melihat persentase variance yang dijelaskan oleh nilai R2 untuk variabel dependen dengan menggunakan ukuran Stone-Geisser Q-square test dan juga melihat besarnya koefisien jalur strukturalnya. Oleh karena PLS didesain untuk recursive model, maka hubungan antar variabel laten, setiap variabel laten dependen, atau sering disebut causal chain system dari variabel laten dapat dispesifikasikan yaitu merupakan koefisien jalur yang menghubungkan predictor endogen dan variabel laten exogen disepanjang range indeks dan disebut inner residual variabel. Jika nilai R2 lebih besar dari 0,2 maka dapat diinterpretasikan bahwa prediktor laten memiliki pengaruh besar pada level struktural. 5. Predictive Relevance R-square model PLS dapat dievaluasi dengan melihat Qsquare predictive relevance untuk model variabel. Q-square mengukur seberapa baik nilai observasi yang dihasilkan oleh model dan juga estimasi parameternya. Nilai Q-square lebih besar dari 0 (nol) memperlihatkan bahwa model mempunyai nilai predictive rele-vance, sedangkan nilai Q-square kurang dari 0 (nol) memperlihatkan bahwa model kurang memiliki predictive relevance. Namun, jika hasil perhitungan memperlihatkan nilai Qsquare lebih dari 0 (nol), maka model layak dikatakan memiliki nilai prediktif yang relevan, dengan rumus sebagai berikut: Q2=1-(1-R12)(1-R22)……(1-Rp2)…………………………….3.7 111 6. Model Analisis Persamaan Struktural Model analisis struktural tahap pertama yang dibangun dalam penelitian yang dilakukan ini dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 3.1. Diagram Alur Keterangan : X1.1 = Pengetahuan Produk X1.2 = Pengetahuan Pembelian X1.3 = Pengetahuan Pemakaian X2.1 = Akhlak terhadap Allah X2.2 = Akhlak terhadap diri sendiri X2.3 = Akhlak terhadap sesama manusia X3.1 = Niat Ibadah X3.2 = Niat Ta’at X3.3 = Niat Qurban X4.1 = Faktor Internal X4.2 = Faktor Eksternal X5.1 = Dimensi Keyakinan 112 X5.2 X5.3 X5.4 X5.5 X6.1 X6.2 X6.3 X6.4 X6.5 Z1 Z2 Z3 Y1 Y2 Y3 = Dimensi Peribadatan atau Praktik Agama = Dimensi Penghayatan = Dimensi Pengamalan = Dimensi Pengetahuan Agama = Trustworthy = Keep the best interest = Keep the promises and commitment = Believe the information provided = Genuinely Concerned = Faktor Pribadi (sikap, kepribadian, nilai, kondisi emosi, intelegensi) = Faktor sosial (usia, jenis kelamin, ras dan etnis, pendidikan, pendapatan, religi/kepercayaan) = Informasi (Pengalaman, Pengetahuan, Media) = Prinsip moralitas = Prinsip Kemurahan Hati = Prinsip Kesederhanaan = Indikator menjelaskan variabel penelitian = Hubungan antar variable penelitian 7. Pengujian Hipotesis Menurut Hartono (2008) dalam Hartono dan Abdillah (2009) menjelaskan bahwa ukuran signifikansi keterdukungan hipotesis dapat digunakan perbandingan nilai T-table dan Tstatistic. Jika T-statistic lebih tinggi dibandingkan nilai T-table, berarti hipotesis terdukung atau diterima. Dalam penelitian yang dilakukan ini untuk tingkat keyakinan 95 persen (alpha 95 persen) maka nilai T-table untuk hipotesis satu ekor (one-tailed) adalah >1,66488. Analisis PLS (Partial Least Square) yang digunakan 113 dalam penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan program SmartPLS versi 2.0.m3. 3.10 Exploratory research Penelitian eksplanatori adalah Penelitian yang bertujuan menggali/mencari variabel-variabel atau faktor-faktor yang terdapat pada suatu fenomena/kondisi/setting sosial tertentu dan eksplorasi dari sesuatu yang belum diketahui atau belum banyak informasi yang tersedia tentang hal atau tempat atau situasi tertentu (Kumar, 2005). Oleh karena penelitian yang dilakukan ini juga melakukan depth interview, maka dalam analisis hasil depth interview adalah menggunakan metode exploratory research. Metode Penelitian Eksploratori akan melibatkan 3 (tiga) komponen utama, yaitu teknik kualitatif, analisis data sekunder, dan penelitian lapangan (Cooper & Schindler, 2006). Ketiganya dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Teknik Kualitatif, tujuan eksploratori dapat dicapai dengan teknik kuantitatif maupun kualitatif. Penelitian yang dilakukan ini menggunakan teknik kualitatif. Pertanyaanpertanyaan manajemen dalam rumusan masalah 114 2. diinvestigasi dengan menggunakan pendekatan-pendekatan sebagai berikut: a) Studi kasus, guna memperoleh kedalaman analisis kontekstual terhadap beberapa kejadian/kondisi; b) Analisis dokumen, guna mengevaluasi rekaman, laporan, opini baik dari masa lalu atau bersifat rahasia maupun untuk umum; c) Wawancara individual tingkat manajemen puncak, biasanya dialog santai dan bukan tanya jawab yang terstruktur; d) Observasi langsung ke lapangan untuk melihat secara dekat level operasi yang ada guna memperoleh pengalaman tangan pertama mengenai objek penelitian. Kombinasi pendekatan kualitatif tersebut di atas melahirkan beberapa aktifitas lanjutan, yaitu analisis data sekunder, survei lapangan, kelompok fokus/kerja, dan desain 2 tahap. Analisis Data Sekunder, tahap pertama dalam studi eksploratori adalah pencarian data sekunder. Data sekunder adalah bahan yang dibuat pihak lain dengan tujuan spesifik. Peneliti mulai dengan mengeksplorasi arsip-arsip data perusahaan objek penelitian. Laporan hasil penelitian yang sebelumnya sudah ada dapat memberikan data historis yang menggambarkan pola pengambilan keputusan sebelumnya, dan membantu peneliti menentukan metodologi mana yang terbukti telah berhasil dan yang tidak berhasil. Sumber kedua untuk data sekunder adalah dokumen atau publikasi yang disiapkan oleh pihak luar selain perusahaan objek penelitian. Sumber ini membantu peneliti menentukan apa yang perlu dikerjakan dan menjadi sumber yang kaya 115 3. dengan hipotesa. Bentuknya dapat berupa konvensional (buku, jurnal, katalog) maupun elektronik (dapat diakses lewat internet). Penelitian Lapangan, beberapa data internal yang berisi informasi penting buat penelitian kadang-kadang tidak terorganisasi dengan baik. Peneliti harus melakukan survei langsung ke lapangan guna memperoleh informasi detail pihak-pihak yang terkait langsung dengan studi ini dan mengklarifikasi data yang sebelumnya sudah diperoleh. Yang paling penting buat peneliti adalah memperoleh ide tentang beberapa isu/aspek penting tentang subjek penelitian dan menemukan cakupan utama yang menjadi prioritas dari semua disiplin ilmu yang ada. 116 Bab 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskriptif Data 4.1.1 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Instrumen penelitian berupa kuesioner dalam penelitian yang dilakukan sebelum disebarkan untuk mengambil data penelitian, maka dilakukan uji validitas dan reliabilitas pada instrumen tersebut. Tahap uji validitas dan reliabilitas dilakukan pada 30 responden. Kriteria pengujian r kritis sebesar 0,30 digunakan untuk pengujian validitas instrumen data (skala) masing-masing variabel penelitian. Hal ini sesuai dengan pendapat Sugiyono (2009), bahwa apabila harga korelasi di atas 0,3 maka dapat disimpulkan butir instrumen valid, sedangkan bila harga koefisien korelasi di bawah 0,3 maka dapat disimpulkan bahwa butir instrumen tersebut tidak valid (gugur) sehingga harus diperbaiki atau dibuang. Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Pengetahuan Sumber: kuesioner, data diolah Hasil uji validitas dan reliabilitas untuk variabel pengetahuan terlihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1 menunjukkan bahwa semua item 117 pernyataan untuk mengambil data mengenai pengetahuan masyarakat memiliki nilai korelasi lebih dari 0,30 dan nilai signifikansi < 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa instrumen untuk mengambil data pengetahuan dalam penelitian adalah valid. Validitas yang valid pada instrumen penelitian untuk variabel. Pengetahuan ini juga menunjukkan bahwa indikator-indikator variabel pengetahuan berupa pengetahuan produk, pengetahuan pembelian dan pengetahuan pemakaian adalah valid. Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Sikap Sumber: kuesioner, data diolah Hasil uji validitas dan reliabilitas untuk variabel sikap terlihat pada tabel 4.2. Nilai korelasi pearson untuk semua indikator dari variabel sikap dalam penelitian yang dilakukan ini adalah semuanya lebih besar dari 0,30, yaitu masing-masing 0,912; 0,912; dan 0,550. Hasil ini menunjukkan bahwa indikator-indikator untuk mengukur variabel sikap berupa akhlak terhadap Allah, akhlak terhadap diri sendiri, dan akhlak terhadap sesama orang lain adalah valid. 118 Tabel 4.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Norma Subjektif/Niat Sumber: kuesioner, data diolah Instrumen penelitian untuk mengukur norma subjektif/niat responden dalam penelitian yang dilakukan ini sebelum disebarkan kepada sampel penelitian maka dilakukan uji validitas dan reliabilitas pada 30 responden. Hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian tersebut terlihat pada tabel 4.3 di atas. Nilai korelasi pearson untuk melihat tingkat kevaliditasan instrumen penelitian, menunjukkan nilai sebesar 0,944; 0,911; dan 0,913. Nilai korelasi pearson lebih besar dari 0,30 menunjukkan bahwa indikator-indikator untuk mengukur variabel norma subjektif/niat adalah valid. Tabel 4.4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Kendali Perilaku/PBC Sumber: kuesioner, data diolah Hasil uji validitas dan Reliabilitas variabel kendali perilaku/PBC dari instrumen dalam penelitian yang dilakukan ini 119 terlihat pada tabel 4.4. Tabel 4.4 menunjukkan bahwa nilai korelasi pearson indikator-indikator untuk mengukur kendali perilaku/PBC dalam penelitian yang dilakukan ini memiliki nilai korelasi pearson > 0,30. Hasil ini menunjukkan bahwa indikator faktor internal dan faktor eksternal untuk mengukur variabel kendali perilaku/PBC adalah valid. Sehingga instrumen ini digunakan untuk mengambil data dan mengukur variabel kendali perilaku/PBC dari sampel penelitian akan memberikan data yang valid. Tabel 4.5 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Komitmen Beragama Sumber: kuesioner, data diolah Tabel 4.5 menunjukkan hasil uji validitas untuk instrumen mengukur variabel komitmen beragama. Nilai korelasi pearson setiap indikator dari variabel komitmen beragama lebih besar dari nilai r kritis yang sebesar 0,30 dan lebih kecil dari nilai signifikansi 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa semua indikator untuk mengukur komitmen beragama dalam penelitian yang dilakukan ini adalah valid. 120 Tabel 4.6 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Trust Sumber: kuesioner, data diolah Hasil uji validitas dan reliabilitas untuk instrumen penelitian variabel trust terlihat pada tabel 4.6. Uji validitas dilihat dari perbandingan nilai korelasi pearson dengan nilai r kritis atau nilai signifikansi. Nilai korelasi pearson untuk semua indikator variabel trust lebih besar dari nilai r kritis sebesar 0,30 dan juga memiliki nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa indikator untuk mengukur variabel trust berupa trustworthy, keep the best interest, keep the promises and commitment, believe the information provided dan genuinely concerned adalah valid. Tabel 4.7 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Intensi Sumber: kuesioner, data diolah 121 Tabel 4.7 di atas menunjukkan hasil uji validitas dan reliabilitas variabel intensi. Hasil uji validitas terlihat dari nilai korelasi pearson semua indikator variabel Intensi yang bernilai lebih dari 0,30. Nilai korelasi pearson lebih dari 0,30 menunjukkan bahwa semua indikator untuk mengukur variabel Intensi melalui instrumen dalam penelitian yang dilakukan ini adalah valid. Tabel 4.8 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Perilaku Konsumen Sumber: kuesioner, data diolah Instrumen penelitian untuk menghimpun data mengenai variabel perilaku konsumen sebelum disebarkan pada sampel penelitian, dilakukan uji validitas dan reliabilitas pada 30 orang responden. Hasil uji validitas instrumen penelitian untuk variabel perilaku konsumen adalah terlihat pada nilai korelasi pearson semua indikator variabel perilaku konsumen. Nilai korelasi pearson semua indiaktor variabel perilaku konsumen lebih besar dari 0,30. Hasil uji validitas ini menunjukkan bahwa semua indikator untuk mengukur variabel perilaku konsumen adalah valid. 122 4.1.2 Deskriptif Statistik Data Penelitian Setiap Variabel Penelitian yang dilakukan ini memiliki 8 variabel penelitian, yaitu pengetahuan (X1), sikap (X2), norma subjektif/niat (X3), kendali perilaku/PBC (X4), komitmen beragama (X5), trust (X6), intensi (Z), dan perilaku konsumen (Y). Statistik deskriptif kedelapan variabel penelitian tersebut akan diuraikan sebagai berikut. Tabel 4.9 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian Pengetahuan Sumber: kuesioner, data diolah Secara keseluruhan indikator untuk mengukur tingkat pengetahuan masyarakat mengenai wakaf uang dalam penelitian yang dilakukan ini memiliki nilai rata-rata skor sebesar 3. Rata-rata skor sebesar 3, menunjukkan skor sebesar 3 yang artinya responden cukup setuju dengan pernyataan-pernyataan yang digunakan untuk mengukur tingkat pengetahuan masyarakat mengenai wakaf uang, baik dari sisi pengetahuan produk, pembelian, dan pemakaian. Hasil ini juga menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat mengenai wakaf uang masih cukup rendah. Seorang wakif yang merupakan responden menyampaikan persepsi mengenai pengetahuan wakaf khususnya wakaf uang, bahwa: 123 “Cuma, pendalamannya itu kan kadang-kadang wakaf itu, ya, persepsinya warisan, yang kayak gitulah. Belum sampai ke tatanan untuk menggerakkan, istilahnya ini manfaatnya apa. Seperti itu,Pak. Ya, karena background saya, Pak. Di IT di sini, jadi menyentuh ke arah sana kulitnya, Pak, seperti itu.” Hasil wawancara dengan wakif tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan wakif mengenai wakaf hanya sebatas bahwa wakaf tersebut berkaitan dengan warisan. Wakif masih memahami wakaf sesuatu yang sederhana. Hasil wawancara dengan wakif tersebut dikuatkan juga dengan hasil wawancara dengan DSN MUI mengenai rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai wakaf khususnya wakaf uang. Responden ahli syariah menyatakan bahwa: “...dibandingkan pemahaman keagamaan masyarakat tentang wakaf dengan UU kesenjangannya terlalu jauh, jadi UUnya terlalu maju...” Pernyataan ahli syariah tersebut menjelaskan bahwa ada kesenjangan pemahaman masyarakat mengenai wakaf dengan Undang Undang Wakaf. Undang Undang Wakaf dibuat untuk sesuatu yang jauh ke depan atau untuk masa depan, sementara masyarakat Indonesia masih banyak memahami wakaf berdasarkan pemahaman yang diberikan oleh para ustaz atau kyai yang juga belum paham mengenai wakaf,khususnya wakaf uang. Penyebab kedua menurut ahli syariah tersebut yang menjadi penyebab rendahnya pemahaman masyarakat mengenai wakaf adalah sebagai sebagai berikut: “...Nah yang kedua, sudah UUnya terlalu maju, menurut saya, artinya ini pemahaman wakafnya rendah.Nah, terus media 124 untuk sosialisasi pun yang dilakukan Kemenag itu setengah hati....” Pernyataan ahli syariah tersebut menunjukkan bahwa rendahnya pemahaman masyarakat mengenai wakaf, khususnya wakaf uang juga bisa dikarenakan masih kurang optimalnya sosialisasi yang dilakukan oleh Kementerian Agama mengenai wakaf uang. Pernyataan sama diungkapkan Direktur Pemberdayaan Wakaf Kementerian Agama Republik Indonesia “Bicara wakaf, orang-orang tahunya kuburan dan masjid, itu persoalan besar.” Indikator untuk mengukur tingkat pengetahuan masyarakat mengenai wakaf tersebut di atas merupakan hasil dari proses pemikiran manusia. Konsep pengetahuan tersebut mengalami shuratic process. Hal ini berdasarkan konsep pengetahuan yang digunakan merupakan hasil integrasi pengetahuan manusia, berdasarkan hasil pengindraan terhadap sesuatu objek tertentu. Shuratic process sendiri adalah upaya menguak relasi-relasi di dalam kepatuhan atau tasbih melalui proses Interaksi, Integrasi, dan Evolusi Kreatif (IIE) dalam kehidupan manusia. 125 Tabel 4.10 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian Sikap/Akhlak Sumber: kuesioner, data diolah Nilai skor tertinggi kedua adalah sebesar 3,90 untuk indikator sikap/akhlak terhadap Allah. Indikator akhlak terhadap Allah diwakili dengan pernyataan “Saya berkeinginan membeli produk wakaf uang pada bank syariah sebagai bagian pelaksanaan muamalah”. Nilai rata-rata skor sebesar 3,90 jika dibulatkan menjadi 4, maka maknanya adalah responden rata-rata setuju dengan pernyataan yang mewakili indikator akhlak terhadap Allah. Hasil ini menunjukkan bahwa responden dalam penelitian yang dilakukan ini memiliki akhlak terhadap Allah yang bagus atau tinggi. Hasil penyebaran kuesioner kepada 331 responden menunjukkan secara umum sikap/akhlak responden sudah bagus. Akhlak tersebut berkaitan akhlak terhadap Allah, akhlak terhadap diri sendiri, dan akhlak terhadap sesama manusia. Hasil ini menunjukkan bahwa responden menyadari bahwa membeli produk wakaf uang di bank syariah dalam rangka meningkatkan sikap/akhlak. 126 Tabel 4.11 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian Norma Subjektif/Niat Sumber: kuesioner, data diolah Secara keseluruhan, hasil penelitian yang dilakukan ini menunjukkan bahwa responden dalam penelitian yang dilakukan ini memiliki norma subjektif/niat yang besar menggunakan produk wakaf uang di bank syariah. Niat ini berkaitan karena niat ibadah, niat kurban, dan niat taat. Indikator niat atau norma subjektif ini konsepnya berdasarkan Alquran dan Hadis, yang kemudian disimpulkan oleh para pemikir ekonomi Islam. Proses terbentuknya indikator niat atau norma subjektif tersebut termasuk dalam shuratic process. Shuratic process dalam konsep norma subjektif atau niat ini merupakan hasil Integrasi, Interaksi, dan Evolusi (IIE). Niat/norma subjektif ini diimplementasikan, dan menghasilkan niat yang besar dari responden dalam penelitian yang dilakukan ini untuk berwakaf uang. 127 Tabel 4.12 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian Kendali Perilaku Sumber: kuesioner, data diolah Hasil deskriptif statistik untuk variabel kendali perilaku secara keseluruhan memiliki nilai rata-rata skor sebesar 3. Nilai rata-rata skor sebesar 3 menunjukkan bahwa responden akan menggunakan produk wakaf uang di bank syariah cukup info dari bank syariah, orang tua, teman, dan ustaz (guru/dosen). Hasil ini menunjukkan bahwa faktor internal dan eskternal dalam mengukur kendali perilaku masih cukup atau kurang memiliki peran dalam mengendalikan perilaku responden untuk menggunakan produk wakaf uang di bank syariah. Kurang berperannya faktor internal dan eksternal, karena responden kurang mendapat informasi mengenai manfaat produk wakaf uang dari faktor internal dan eksternal tersebut. Indikator kendali perilaku berdasarkan hasil pemikiran manusia setelah mengintegrasikan beberapa informasi yang diterima. Proses terbentuknya konsep indikator kendali perilaku tersebut termasuk dalam shuratic process. Kendali perilaku yang diamati dalam penelitian yang dilakukan ini mengaitkan dengan Alquran dan Hadis menghasilkan kendali perilaku manusia khususnya seorang muslim dalam melakukan wakaf uang. Integrasi hasil deskripsi statistik dan konsep menunjukkan kendali perilaku masyarakat dalam berwakaf uang, yaitu cukup. 128 Tabel 4.13 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian Komitmen Beragama Sumber: kuesioner, data diolah Dimensi/indikator pengamalan memiliki nilai rata-rata skor sebesar 4,17. Dimensi/indikator pengamalan untuk mengukur komitmen beragama responden diwakili dengan pernyataan “Saya sangat meyakini menggunakan produk wakaf uang di bank syariah menambah kesempurnaan hidup kita di dunia”. Nilai rata-rata skor sebesar 4,17 menunjukkan bahwa responden dalam penelitian yang dilakukan ini memiliki komitmen beragama dalam menentukan responden menggunakan produk wakaf uang di bank syariah. Komitmen beragama yang tinggi ini dilihat dari keyakinan yang dimiliki responden menggunakan produk wakaf uang dalam penelitian yang dilakukan ini bahwa kehidupan responden di dunia akan bertambah kesempurnaannya dengan membeli produk wakaf uang di bank syariah. 129 Dimensi/indikator peribadatan atau praktik agama dan dimensi/indikator pengetahuan agama memiliki nilai rata-rata skor sebesar 3,99 dan 3,78. Nilai rata-rata skor dibawah skor 4. Namun, kalau dibulatkan nilai rata-rata skor tersebut sebesar 4, maka dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata skor untuk dua dimensi tersebut adalah sebesar 4. Nilai rata-rata skor sebesar 4, menunjukkan bahwa responden dalam penelitian yang dilakukan ini cenderung memberi jawaban setuju untuk pernyataan “Saya sangat meyakini menggunakan produk wakaf uang di bank syariah bagian dari peningkatan keberagamaan saya” yang mewakili dimensi/indikator peribadatan atau praktik agama. Nilai rata-rata skor sebesar 4 juga menunjukkan bahwa responden dalam penelitian yang dilakukan ini cenderung menjawab setuju dengan pernyataan “Saya sangat meyakini menggunakan produk wakaf uang di bank syariah bagian dari aplikasi pengetahuan agama yang saya peroleh dari buku maupun dari ustaz” yang mewakili dimensi/indikator pengetahuan agama. Hasil penelitian yang dilakukan ini juga menunjukkan bahwa responden dalam penelitian yang dilakukan ini memiliki komitmen beragama yang besar dilihat dari peribadatan atau praktik agama dan pengetahuan agama. Secara keseluruhan nilai rata-rata skor untuk variabel komitmen beragama adalah sebesar 4.Menunjukkan bahwa komitmen beragama responden dalam penelitian yang dilakukan ini adalah tinggi, juga menunjukkan bahwa responden penelitian yang dilakukan ini akan menggunakan produk wakaf uang di bank syariah karena berkaitan dengan komitmen beragama yang tinggi dimiliki oleh responden. Proses 1 dalam analisis TSR adalah bahwa sebuah konsep lahir dari Alquran dan Hadis yang kemudian diintegrasikan dengan fenomena-fenomena sehingga dapat disimpulkan oleh para 130 pemikir, khususnya para pemikir ekonomi Islam. Indikator komitmen beragama merupakan konsep berdasarkan Alquran dan hadis yang kemudian diintegrasikan dengan fenomena-fenomena. Sumber Alquran dan Hadis tersebut serta fenomena sosial yang ada di masyarakat menjadi bahan bagi para pemikir Islam, sehingga terbentuk konsep indikator komitmen beragama. Indikator komitmen beragama tersebut dimplementasikan dalam penelitian yang menghasilkan bahwa komitmen beragama masyarakat sudah bagus untuk melakukan wakaf uang. Tabel 4.14 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian Trust Sumber: kuesioner, data diolah Secara keseluruhan, deskriptif statistik untuk variabel trust/kepercayaan responden dalam penelitian yang dilakukan ini terhadap nazhir (pengelola dana wakaf) memiliki tingkat kepercayaan yang cukup. Hasil ini bisa disimpulkan bahwa responden dalam penelitian yang dilakukan ini memiliki kepercayaan yang rendah terhadap nazhir (pengelola dana wakaf). 131 Pimpinanlembaga wakafAl-Azhar, responden yang bertindak sebagai profesional nazhir, menyatakan bahwa: “...Pertama tentang wakaf uang, secara umum, saya gambarkan, kalau kita lihat bank LKS yang sudah ditunjuk oleh BWI itu kan belum signifikan, jauh sekali. Kami malah melihatnya bukan faktor banknya saja, tapi faktor dari pihak yang memberikan legitimasi sendiri belum kuat sekali dalam mengedukasi masyarakat tentang wakaf itu sendiri.Sehingga saya melihat ketika dikasih SK dandiharapkan bisa menjadi lumbung uang, tetapi di sisi lain, para pihak bank yang ditunjuk malah belum begitu paham tentang wakaf uang itu sendiri.Itu beberapa yang kami jumpai. Beberapa bank syariah, coba kami tempelkan dengan program-program, ternyata menurut bank syariah, ‘wah seperti ini ada programnya, tidak sebatas wakaf uang’. Kalau hanya sekadar wakaf uang, masyarakat menyerahkan uangnya, terus nanti dikelola oleh bank. Dikelolanya bagaimana, banyak nggak dipahami masyarakat.Sehingga tadi,Pak, berkurang kepercayaan tadi, ‘uang saya diapain?’. Inikan sebenarnya orang menengah ke atas, yang wakaf uang ini...” Pernyataanprofesional nazhir tersebut mengenai rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap nazhir terlihat bahwa ada beberapa faktor rendahnya trust kepada nazhir. Profesional nazhir tersebut menyatakan bahwa trust yang rendah tidak saja disebabkan oleh bank sebagai Lembaga Keuangan Syariah, tetapi juga lembaga otoritas yang memberikan legitimasi belum kuat dalam mengedukasi masyarakat mengenai wakaf. Kemudian para pengelola bank syariah masih banyak yang belum paham mengenai wakaf. Sehingga hasil wawancara ini sesuai dengan hasil analisis penelitian yang dilakukan ini bahwa responden tidak mengetahui 132 informasi mengenai wakaf dari perbankan syariah. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan ini mengenai pengetahuan responden yang cukup rendah mengenai wakaf uang, sehingga membuat trust responden dalam penelitian yang dilakukan ini juga cukup rendah karena kurangnya pengetahuan mengenai peran nazhir dalam pengelolaan wakaf. Selain itu dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan Furqon (2011),menemukan indikasi kurang profesionalnya salah satu LKS-PWU dalam mengelola wakaf uang. Tentu ke depan hal ini harus menjadi perhatian bagi para pengelola wakaf (nazhir) terkait persoalan trust, sebagaimana diungkap dalam penelitian Ramli dan Jalil (2013) tentang perlunya kepercayaan publik pada nazhir. Penelitian Huda, et al (2015) yang menyatakan rendahnya kompetensi nazhir yang mendorong rendahnya trust terhadap nazhir. Profesional nazhir dari lembaga wakaf Al-Azhar lebih jauh mengomentari terkait nazhir: “Pertama, mereka itu lebih percaya pada gurunya, bagi mereka itu sudah keberkahan.Misalnya mereka menyerahkan lahan tanah sebagai wakaf walaupun pada akhirnya lahan tersebut tidak produktif. Kedua, wakaf biasanya untuk masyarakat golongan menengah ke atas terkadang mereka melihat lembaganya. Tidak melihat ketokohannya, tapi lembaganya. Di sini, posisi Al-Azhar. Lembaga ini karena sudah dipercaya masyarakat ketika Al-Azhar membuatkan produk tentang wakaf, karena percaya Al-Azhar:‘kalau Al-Azhar, saya percaya’. Ketiga, wakif tidak melihat faktor kelembagaan, tetapi melihat hasil kerjanya. Hasilnya, kalau memang lembaganya belum terkenal, tapi pelaporannya bagus, hasilnya bagus dan terlihat 133 nyata.Mereka berani memberikan wakaf uang,berapapun besarnya. Pernyataan profesional nazhirdi atas dapat menjadi bahan untuk membangun trust, khususnya pada pernyataan kedua dan ketiga. Pernyataan profesional nazhir tersebut sejalan dengan hasil riset Huda, et al (2015), perlu beberapa langkah untuk memperbaiki persoalan nazhir, yaitu melakukan, pelatihan nazhir,sertifikasi terhadap nazhir, dantransformasi nazhir perorangan menjadi lembaga. Konsep trust merupakan konsep yang lahir dari manusia. Konsep trust tersebut dihubungkan dengan Alquran dan Hadis, sehingga terbentuk konsep indikator trust masyarakat pada lembaga nazhir yang mengelola wakaf uang. Konsep trust tersebut diimplementasikan dalam penelitian yang dilakukan ini, dimana responden yang menjadi objek penelitian merupakan seorang muslim yang memiliki komitmen beragama yang kuat. Hasil implementasi konsep trust tersebut menunjukkan bahwa masyarakat memiliki rasa trust/kepercayaan yang cukup rendah terhadap lembaga nazhir dalam mengelola dana wakaf uang. Hasil implementasi tersebut dievaluasi dengan melakukan wawancara berupa diskusi, sehingga menghasilkan kesimpulan bahwa apabila nazhir ingin memilikitrust yang tinggi dari masyarakat, mereka harus profesional. Kementerian Agama bidang pemberdayakan wakaf juga menyatakan bahwa profesionalitas nazhir sangat penting,“Kalau nazhir amanah, maka wakaf bisa berkembang, khususnya pada wakaf produktif.” Kementerian Agama juga menyatakan, salah satu penyebab rendahnya profesionalitas nazhir karena dewasa ini yang menjadi 134 nazhirbukan berasal dari kalangan profesional, tapi dari orangorang yang sudah berusia uzur, sebagaimana hasil wawancara berikut:…berbicara wakaf itu adalah nazhir,Pak. Orang-orang pintar nggak ada yang mau jadi nazhir, yang nazhir itu orangorang sudah tua…. Mengatasi masih rendahnya profesionalitas nazhir dalam mengelola wakaf, maka Badan Wakaf Indonesia dan Kementerian Agama melakukan pembinaan terhadap para nazhir tersebut.Nazhir profesional merupakan sebuah keharusan untuk meningkatkan peneriman wakaf uang, terkait hal ini muncul beberapa pemikiran melalui diskusi eksplorasi dengan informan penelitian, yaitu: 1. Perbankan syariah sebagai nazhir, tidak hanya menerima dana wakaf dari wakif ataupun nazhir, tetapi perbankan syariah langsung sebagai nazhir, tentu ada beberapa kelebihan jika perbankan syariah sebagai nazhir,antara lain: a. Banyak dan luasnya jaringan kantor LKS, merupakan faktor penting dalam memaksimalkan sosialisasi dan penggalangan wakaf uang. b. Kemampuan sebagai Fund Manager (Profesional).LKS pada dasarnya merupakan lembaga pengelola dana masyarakat. Dengan demikian, sebuah LKS itu sudah menjadi keniscayaan memiliki kapabilitas dalam mengelola keuangan. c. Pengalaman, Jaringan Informasi, dan Peta Distribusi.Pengalaman LKS dalam mengelola keuangan sudah tidak diragukan lagi. Juga 135 2. diperkuat oleh jaringan informasi yang kuat dan peta distribusi yang luas. Pengalaman, jaringan, dan distribusi ini, dalam praktik operasional menjadi faktor yang akan selalu dipertimbangkan untuk mengoptimalkan penghimpunan dan pengelolaan wakaf uang. Pengelolaan wakaftunai oleh LKS, tidak saja akan mengoptimalkan pengelolaan dana, tapi juga akan mengefektifkan penyaluran dana wakaf tunai sesuai dengan keinginan sang wakif. d. Akuntabilitas LKS dalam mengelola keuangan sudah tidak diragukan lagi sehingga akan terus dapat kepercayaan wakif karena selalu diinformasikan perkembangan aset yang diwakafkan wakif. Tidak mudah memang untuk merealisasikan Bank syariah (LKS) sebagai nazhir tentu harus dilakukan amandemen terhadap UU No 41 tahun 2004. Muncul pertanyaan bagaimana exit strategy apabila krisis keuangan terjadi danbank syariah sebagai LKS PWU ditutup, bagaimana dengan aset wakafnya? Tentu bank syariah sebagai institusi keuangan profesional sangat memahami ketika menjalankan fungsi sebagainazhir,bahwa aset wakaf uang yang dikelola nilai pokoknya tidak boleh berkurang, bahkan harus meningkat jumlahnya agar memberikan manfaat bagi wakif uang. Ketika terjadi bank syariah yang menjalankan fungsi nazhir ditutup, posisi nazhirdigantikan sesuai ketentuan dalam Pasal 45 UU 136 No. 41 tahun 2004 yang menyatakan, di dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf,nazhir diberhentikan dan diganti dengan nazhir lain apabila nazhir yang bersangkutan: a) Meninggal dunia bagi nazhir perseorangan; b) Bubar atau dibubarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk nazhir organisasi atau nazhir badan hukum; c) Atas permintaan sendiri; d) Tidak melaksanakan tugasnya sebagai nazhir dan/atau melanggar ketentuan larangan dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sesuai denganketentuan peraturan perundangundanganyang berlaku; e) Dijatuhi hukuman pidana oleh pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Sedangkan bagaimana dengan aset wakafnya? Dalam pasal 43 dinyatakan: a) Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakafoleh nazhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dilaksanakan sesuai dengan prinsip syariah; b) Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara produktif; c) Dalam hal pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang dimaksud pada ayat (1) diperlukan penjamin, maka digunakan lembaga penjamin syariah. 137 3. 4. Berdasarkan ayat 3 pasal 43 maka harta wakaf dijamin tidak akan hilang karena dijamin lembaga penjamin syariah. Posisi BWI sebagai nazhir sekaligus sebagai regulator mendapatkan sorotan dari stakeholder wakaf. Sebagian stakeholder (Direktorat Wakaf, Nazhir Al-Azhar, dan Majelis Ulama) menginginkan BWI fokus sebagai regulator sebagaimana diamanahkan dalam UU No 41 tahun 2004 Pasal 49 ayat a dan d dan melepaskan diri fungsi sebagai nazhir. Jika BWI tetap menjalankan diri sebagai nazhir maka akan terjadi conflict of interest, seperti ayat (a) yang menyatakan Badan Wakaf Indonesia mempunyai tugas dan wewenang melakukan pembinaan terhadap nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, sedangkan BWI sendiri sebagai nazhir, ayat (d) yang menyatakan Badan Wakaf Indonesia mempunyai tugas dan wewenang memberhentikan dan mengganti nazhir, ini juga menjadi rancu BWI memberhentikan BWI sendiri. Penelitian yang dilakukan ini tidak membahas ini, hanya mungkin bisa menjadi pertimbangan akan dilakukan amandemen UU No. 41 tahun 2004 khususnya tentang fungsi BWI seperti penjelasan di atas. Adanya ide pendirian Bank Wakaf telah disampaikan oleh Ketua Presidium ICMI Sugiharto (2015)4, “Pilihannya apakah bank komersial, bank umum, atau 4 http://keuangansyariah.mysharing.co/icmi-diskusikan-pendirian-bank-wakafdengan-ojk/ 138 5. bentuknya non bank financial institution, jadi kayak bank investasi non komersial. Dia tidak menerima deposit, tetapi khusus, atau disebut bank khusus. Nah, model-model ini sedang dikonsultasikan dengan OJK. Menurut Zainur Bahar Noor (2016)5, opsi bentuk Bank Wakaf lebih diarahkan ke Lembaga Keuangan Bukan Bank, karena opsi bank umum syariah akan menghadapi terlalu banyak ketentuan yang cukup rigid, keputusan itu merujuk pada pandangan dari Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Adapula pandangan yang mengemukakan bahwa BWI sebagai badan seharusnya lebih independen, tidak terlalu tergantung Kementrian Agama, karena langsung di bawah Presiden seperti halnya BAZNAS, sehingga BWI bisa menjalankan peran dan fungsinya lebih baik, hal ini tentu mensyaratkan SDM di BWI harus memiliki kompetensi yang memadai. BWI dituntut untuk mampu meningkatkan human skill-nya nazhir dalam mengembangkan harta wakaf yang amanah. Secara personal nazhir harus orang-orang yang mempunyai reputasi dan kredibilitas moral yang baik, yaitu bersifat jujur, adil, dan amanah. Pada tataran kompetensi keilmuan, seorang nazhir harus menguasai ilmu-ilmu syariah, juga mesti menguasai materi-materi fikih muamalah, khususnya yang berhubungan dengan wakaf. Selanjutnya, pemahaman terhadap ilmu ekonomi, seperti keuangan, manajeman, akutansi, dan 5 http://www.icmi.or.id/blog/2016/01/pendirian-bank-wakaf-tak-andalkanpresiden-jokowi 139 6. 7. 8. ilmu ekonomi Islam adalah suatu keharusan yang tidak bisa tidak dimiliki oleh nazhir. Karena dengan pemahaman yang baik terhadap ilmu-ilmu tersebut seorang nazhir mampu merealisasikan maksud dan tujuan dari wakaf uang. Posisi nazhir di bawah Otoritas Jasa Keuangan, seandainya ini terjadi tentu fungsi independensi BWI bisa menjadi luntur. Hanya tentu sisi positifnya nazhir akan lebih terpantau dan terarah untuk menjadi profesional dan akuntabilitas, karena adanya kewajiban membuat laporan yang transparan dan pemeriksaan yang rutin. Tentu untuk hal ini perlu pengkajian yang lebih mendalam. Syarat sebuah organisasi menjadi nazhir dalam UU No 41 tahun 2004 saling kontras antar pasal. Pasal 10 butir 2 (b) persyaratan nazhir organisasi adalah yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan atau keagamaan Islam.Ayat ini kontras dengan Pasal 11 huruf b bahwa tugas nazhir mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf. Pasal 11 huruf b ini mengandung makna adanya unsur komersial dalam pengelolaan harta benda wakaf. Persentase penerimaan nazhir dari harta benda wakaf sebagai pengelola wakaf cukup rendah dibandingkan dengan amil zakat. Pasal 12 Undang Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf mencantumkan bahwa nazhir dapat menerima imbalan tidak melebihi 10%. Nilai ini relatif kecil dibanding amil zakat yang memiliki hak sampai dengan 1/8 = 12,5%, dimana amil 140 tidak memiliki tugas mengembangkan harta seperti nazhir dalam mengelola harta wakaf. Sehingga, sangat wajar imbalan untuk nazhir minimal 15% agar lebih banyak pihak profesional menjadi nazhir, sehingga penghimpunan wakaf menjadi lebih menarik dan trust terhadap nazhir terus meningkat. Tabel 4.15 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian Intensi Sumber: kuesioner, data diolah Nilai rata-rata skor sebesar 4 dari hasil penelitian yang dilakukan ini, menunjukkan secara keseluruhan responden dalam penelitian yang dilakukan ini memiliki intensi yang besar untuk menggunakan produk wakaf uang di bank syariah. Intensi yang besar ini karena komitmen beragama yang dimiliki responden juga cukup besar, pendapatan yang tinggi, dan informasi yang diperoleh 141 responden bahwa wakaf uang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Variabel intensi merupakan konsep yang terbentuk dari kesimpulan pemikiran manusia. Konsep intensi ini dikaitkan dengan Alquran dan Hadis, serta konsep-konsep lain yang memengaruhi intensi berupa pengetahuan, sikap/akhlak, kendali perilaku, norma subjektif, komitmen beragama, dan trust. Integrasi beberapa konsep tersebut menghasilkan sebuah kesimpulan berupa intensi masyarakat dalam berwakaf uang. Hasil implementasi konsep tersebut menunjukkan bahwa intensi masyarakat untuk berwakaf uang besar. Hasil ini dievaluasi kembali dengan berdasarkan Alquran, Hadis, dan ijtihad. Kesimpulan yang diperoleh dari hasil evaluasi tersebut adalah bahwa karena komitmen agama yang cukup besar dari masyarakat yang merupakan responden dalam penelitian yang dilakukan ini membuat intensi responden untuk berwakaf uang juga cukup besar. Kesimpulan tersebut diperoleh dengan proses Interaksi, Integrasi, dan Evolusi (IIE) yang juga disebut dengan TSR. Tabel 4.16 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian Perilaku Nasabah Sumber: kuesioner, data diolah Secara keseluruhan, berdasarkan nilai rata-rata skor setiap indikator untuk mengukur perilaku konsumen atau nasabah, 142 menunjukkan responden dalam penelitian yang dilakukan ini memiliki perilaku yang positif untuk menggunakan wakaf uang di bank syariah. Perilaku konsumen dalam penelitian yang dilakukan ini merupakan satu kesatuan konsep yang terdiri dari pengetahuan, sikap/akhlak, norma subjektif/niat, kendali perilaku, komitmen beragama, dan trust. Satu kesatuan yang terjadi dalam pembentukan konsep Perilaku Konsumen tersebut merupakan proses shuratic process. Shuratic process sendiri adalah upaya menguak relasi-relasi di dalam kepatuhan atau tasbih ini melalui proses Interaksi, Integrasi, dan Evolusi Kreatif (IIE) dalam kehidupan manusia. Proses IIE ini boleh dikatakan sebanding dengan shuratic process sebagai medium pembentukan dan penyatuan seluruh sistem relasi yang ada secara berkesinambungan melalui prinsip kesatuan pengetahuan yang unik. Apabila prinsip tadi dikaitkan ke dalam suatu tatanan sistem dunia, maka disitu kelak akan memunculkan sebagian pemahaman manusia tentang suatu Kesatuan Pengetahuan (Unity of Knowledge) yang terinduksi di dalam suatu sistem pandangan dunia yang bertauhid (Tawhidi World View) (Choudhury,2013). 4.2 Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian yang dilakukan ini menggunakan sampel sebanyak 331 responden. Analisis menggunakan Structural Equation Modeling(SEM) dengan pendekatan Partial Least Square (PLS).Langkah-langkah pengolahan data dengan menggunakan SmartPLS terdiri dari beberapa tahapan seperti: uji validitas dengan menggunakan outer loadings, uji goodness of fit menggunakan composite reliability dan cross loadings. 143 Kemudian pengujian hipotesis menggunakan inner weights (structural model). Berikut hasil dari setiap langkah langkah tersebut diterapkan. 4.2.1 Uji Validitas dengan Outer Loadings Outer loadings (measurement model) atau validitas konvergen digunakan untuk menguji unidimensionalitas dari masing-masing konstruk. Chin (1998), nilai indikator loading factor yang lebih besar atau sama dengan 0,5 dapat dikatakan valid.Hasil uji validitas setiap variabel dalam penelitian yang dilakukan ini disajikan d-lam gambar berikut ini: Gambar 4.1 Uji Validitas Keseluruhan Variabel Pengetahuan, Sikap, Norma Subjektif, Kendali Perilaku, Komitmen Beragama, Trust, Intensi, dan Perilaku Sumber: Hasil Olah Data Smart PLS, 2016 Melihat hasil uji validitas untuk variabel pengetahuan, sikap, norma subjektif, kendali perilaku, komitmen beragama, trust, intensi, dan perilaku, bahwasemua nilai indikator loading factornya> 0,5. Indikator-indikator yang untuk menjelaskan variabel pengetahuan, sikap, norma subjektif, kendali perilaku, 144 komitmen beragama, trust, intensi, dan perilaku memiliki nilai loading factor> 0,5, bahwa indikator-indikator tersebut valid untuk menjelaskan pengetahuan, sikap, norma subjektif, kendali perilaku, komitmen beragama, trust, intensi, dan perilaku. 4.2.2 Composite Reliability Uji keandalan data dilakukan dengan composite reliability. Chin (1998) mengatakan bahwa “The unidimensionality of the block of variables may be assessed by using composite reliability (should be > 0.7)”. Tabel 4.17. Hasil Composite Reliability Sumber: Hasil Olah Data SmartPLS, 2016 Memperhatikan hasil Composite Reliability diatas, keseluruhan hasil uji berada diatas 0,70. Dengan demikian data variabel pengetahuan, sikap, normasubjektif, kendali perilaku, komitmen beragama, trust, intensi, dan perilaku, sudah reliabel, terandalkan, dan dapat dipergunakan untuk uji hipotesis. 145 4.2.3 Cross Loadings Ghozali (2006),Cross Loadings bertujuan untuk menguji kualitas data, dimana nilai korelasi dari setiap variabel dengan indikatornya harus lebih besar dibanding dengan korelasi variabel dengan indikator dari variabel lain. Perhatikan hasil berikut ini: Tabel 4.18. Hasil Cross Loadings Sumber: Hasil Olah Data SmartPLS, 2016 Tabel diatas menunjukkan bahwa nilai korelasi dari indikator terhadap variabelnya selalu lebih besar bila dibandingkan dengan cross loadings dari variabel yang lain dalam satu baris. Hal ini memberi kesimpulan bahwa data penelitian sudah fit dan sudah memenuhi kriteria untuk dipergunakan menguji hipotesis. 146 4.2.4 Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis dalam penelitian yang dilakukan ini menggunakan inner weights (structural model) yang diolah dengan PLS. Berikut hasil output pembuktian hipotesis yang diperoleh: Tabel 4.3.Result for Inner Weight Sumber: Hasil Olah Data SmartPLS, 2016 Berdasarkan table 4.3 tersebut dapat disampaikan bahwa: 1. Hipotesis variabel pengetahuan berpengaruh terhadap variabel perilaku masyarakat secara tidak langsung terbukti secara signifikan. 147 2. 3. 4. 5. 6. Hipotesis variabel sikap berpengaruh terhadap variabel perilaku masyarakat secara tidak langsung terbukti secara signifikan. Hipotesis variabel norma subjektif berpengaruh terhadap variabel perilaku masyarakat secara tidak langsung terbukti secara signifikan. Hipotesis variabel kendali perilaku berpengaruh terhadap variabel perilaku masyarakat secara tidak langsung terbukti secara signifikan. Hipotesis variabel komitmen beragama berpengaruh terhadap variabel perilaku masyarakat secara tidak langsung terbukti secara signifikan. Pembuktian hipotesis variabel trust nazhir berpengaruh terhadap perilaku masyarakat secara tidak langsung terbukti secara signifikan. 4.2.5 Koefisien Determinasi Hasil koefisien determinasi (R-Square) menunjukkan bahwa kemampuan variabel pengetahuan, sikap, norma subjektif, kendali perilaku, komitmen beragama, dan trust dalam menjelaskan intensi masyarakat untuk melakukan wakaf uang di bank syariah adalah 0,5918 atau 59,18%, yang berarti bahwa peluang variabel lain dalam menjelaskan variabel intensi wakaf uang di bank syariah adalah 40,82%. Variabel intensi dalam menjelaskan perilaku masyarakat dalam menggunakan wakaf uang di bank syariah memiliki koefisien determinasi sebesar 0,4420 atau sebesar 44,20%. Hal ini berarti bahwa peluang variabel lain dalam menjelaskan perilaku masyarakat berwakaf uang di bank syariah adalah sebesar 55,8%. 148 4.3 Analisis TSR (Tawheedy String Relationship) Tauhid (tawhid) adalah suatu esensi yang murni, absolut, sempurna dan tentu saja merupakan kesempurnaan pengetahuan yang hanya terdapat pada Allah, hanya dimiliki oleh Allah yang merupakan tujuan luhur dari umat manusia dalam beribadah. Namun demikian, tauhidyang juga sebagai tanda dari keesaan Allah dalam jejak Allah sendiri, yang membentuk segalagalanya, juga berarti merupakan suatu keseluruhan dari hukum Ilahi (sunah Allah) terkait dengan segala-galanya (everything). Dalam domain segala-galanya dalam jejak Allah atas tasbihdan shura (ijtihad), observasi dari indra manusia dan juga komposisi-komposisi abstrak dari science dan society untuk kemaslahatan umat dan pengembangan dari pengetahuan dasar tauhidsebagai epistemologi atas keesaan Allah yang dimanifestasikan dalam hukum Ilahi dari Quran dan pengaplikasiannya dijabarkan melalui teladan Nabi Muhammad (sunah). Hal tersebut adalah epistemologi dari tauhid sebagai komponen eksternal dari perjalanan kehidupan yang berlangsung melalui peneladanan sunah. Dalam konteks hubungan timbal balik antara science dan society seperti itu, dihasilkan suatu struktur bagian yang tidak terpisahkan dalam struktur pengetahuan manusia (yang diperoleh dari pengalaman sejak masih di kandungan). Wahyu dan akal manusia menjadi domain yang saling tertanamkan satu dengan lainnya. Namun, dengan keaslian sumberdari wahyu itu sendiri, sebagai fondasi dasar dalam rangka memahami keesaan dan kaitannya dengan hukum Ilahi. Akal manusia yang deduksi dan induksi menjadi terkaitkan secara endogen, dalam rangka menjelaskan orientasi yang dinamis dari system dunia, dimana penelaahan melalui hubungan yang berkelanjutan antara penelaahan dan entitas abstrak, berhasil dimengerti. Moralitas, etika, dan materialitas 149 menjadi domain endogen yang saling terkait dalam hubungan secara menyeluruh, yang kemudian menjadi hubungan sebab-akibat yang dinamis dari proses pembelajaran dalam kaitan atas hubungan sebabmusabab yang terkait secara melingkar (circular causal relations; interrelationships). Gambar 4.2. Hubungan Sebab-Akibat Melingkar (Circular Causality) antara Tauhid, Tasbih Shura dan Sistem-Dunia (World-System) Sumber: Choudury,2013 Gambar 4.2 di atas menunjukkan suatu struktur hubungan sebab akibat melingkar antara tauhid, tasbih shura dan sistem dunia. Tauhid disimbulkan dengan teta (Ω). Apabila teta ini positif, maka akan membuat spiral TSR berputar keatas. Bahwa konsep hubungan sebab akibat tauhid, tasbih shura, dan sistem dunia saling berkaitan dan selaras. Apabila kita gunakan untuk analisiswakaf uang sesuai penelitian 150 yang dilakukan ini, maka jika nilai teta positif, maka semua muslim yang memiliki tauhid yang tinggi akan banyak mewakafkan uangnya, juga menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat muslim mengenai wakaf khususnya wakaf uang sangat tinggi dan tingkat trustymasyarakat pada nazhir sebagai pengelola wakaf juga tinggi. Sehingga kesejahteraan dapat tercapai dan kemiskinan dapat dikurangi. Hasil penelitian yang dilakukan ini menunjukkan bahwa tingkat realisasi pengumpulan danawakaf khususnya wakaf uang disebabkan oleh rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai wakaf uang dan rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat pada nazhir sebagai pengelola wakaf. Fenomena yang terjadi tidak sesuai dengan konsep jika nilai tetapositif. Sehingga hasil penelitian yang dilakukan ini menunjukkan nilai teta yang merupakan tauhiddiperkirakan bernilai 0 (nol). Kondisi nilai tetasebesar 0 (nol) tersebut membuat spiral TSR jalan ditempat atau menumpuk tidak berputar ke atas. Kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan ini menunjukkan bahwa ada gangguan yang dialami antara hubungan tauhid, tasbih shura dan sistem dunia. Gangguan ini bisa internal dan eksternal. Internal berkaitan dengan masih rendahnya profesionalitas para nazhir, sehingga masyarakat kurang memercayai nazhir untuk mengelola wakafnya. Sementara dari eksternal berkaitan dengan peran Badan Wakaf Indonesia dalam meningkatkan pengetahuan masyarakat yang masih kurang optimal. Peran peningkatan pengetahuan masyarakat wakaf uang ini tidak saja dari Badan Wakaf Indonesia, tetapi juga dari lembaga pemerintah seperti Kementerian Agama dan juga dari lembaga keuangan syariah, khususnya perbankan syariah. Kondisi inilah yang membuat spiral TSR tidak berputar ke atas seperti gambar 4.2, tetapi tetap atau menumpuk. 151 4.4 Analisis Wellbeing dan Maqashid Syariah Wakaf Uang Penelitian yang dilakukan ini memberi hasil faktor yang memengaruhi perilakumelalui intensi nasabah bank umum syariah di Jakarta untuk melakukan wakaf uang melaluiperbankan syariah, yaitu pengetahuan, sikap, norma subjektif, kendali perilaku, komitmen beragama, dan trust nazhir. Syariah Islam diturunkan oleh Allah untuk memberikan kebaikan dan kemaslahatan kepada manusia. Objektif atau maqashid hukum Islam ialah untuk menjaga kepentingan dan keperluan manusia di dunia serta akhirat, tentu hal ini juga berlaku dengan wakaf uang. Maqashid Syariah ialah tujuan dan rahasia-rahasia yang telah ditetapkan Allah pada setiap hukum yang telah disyariatkan, yaitu untuk mencapai kebahagiaan individu dan masyarakat, memelihara undangundang, dan seterusnya untuk memakmurkan dunia sehingga mencapai tahap kesempurnaan, kebaikan, kemajuan yang tinggi. Menurut AlShatibi dalam kitabnya Al-Muwafaqat fi Usul Al-Shariah, selain untuk memelihara kemaslahatan atau kepentingan manusia dalam menjalani kehidupan didunia, ia juga bertujuan untuk memelihara kepentingan manusia selepas kematian mereka. Kaitan antara wakaf dan maqashid Syariah, yaitu wakaf tidak hanya tertumpu kepada sesuatu amal kebajikan tertentu, bahkan ia mencakupi semua amal kebajikan untuk maslahah manusia. Di dalam hal ini, Allah berfirman dalam QS. Al-Hajj (22):77: “Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.” 152 Ayat ini menjelaskan maqashid wakaf yang tergolong di dalam kategori melakukan kebaikan. Oleh karena itu, maqashid asasi wakaf ialah melakukan kebaikan dan menyebarkan kebaikan. Banyak ayat yang memerintahkan supaya manusia memelihara diri dan bantu-membantu menyebarkan kebaikan dan berbuatkebajikan seperti di dalam firman Allah: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”. (Al-Maidah: 2) Berikut maqashid’ (tujuan utama) dari ibadah wakaf6 lainnya, yaitu: 1. Sarana penghambaan kepada Allah SWT. Ibadah wakaf mesti dapat membawa pelakunya pada kesempurnaan ibadah kepada Allah SWT sebagai alasan terbesar penciptaan manusia itu sendiri (QS. Az-Zariyat: 56). Membawa pada kesadaran trasendental bahwa harta yang diwakafkan adalah milik Allah SWT, sehingga pada akhirnya melahirkan sikap ikhlas dan tawadu terhadap apa yang telah diwakafkan. 2. Sarana pelengkap dalam memakmurkan bumi sebagai tugas utama dari manusia sebagai khalifah. Allah SWT berfirman: “Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan infakkanlah (di jalan Allah) sebagian dari harta yang Dia telah menjadikan kamu sebagai penguasanya (amanah).” (QS.AlHadid: 7). Dari sisi ekonomi, wakaf hendaknya menjadi sarana pembangunan melalui harta produktif melalui kegiatan 6 http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/wakaf/14/05/07/n5797tmaqashid-syariah-pada-sistem-wakaf-1 153 3. 4. investasi dan produksi saat ini, untuk dimanfaatkan hasilnya bagi generasi mendatang. Wakaf bisa menjadi unsur pembangunan ekonomi umat. Persoalan penting dalam pembangunan ekonomi adalah distribusi kesejahteraan. Tidak dimungkiri, bahwa wakaf memainkan peranan yang signifikan dalam pembangunan ekonomi secara menyeluruh. Dimulai dari zaman Rasulullah Sawmelalui wakaf sumur Al-Raumah oleh sahabat Utsman bin Affan maupun wakaf uang yang sudah dipraktikkan di zaman kekhalifahan Usmaniyah. Wakaf bisa menjadi sarana pemersatu umat atau memperkokoh ukhuwah Islamiyah7 yang bermakna saling mengenal (taaruf), saling menolong (taawun), saling menanggung (takaful) dan mendahulukan saudara seakidah (itsar). Keempatnya harus dilakukan secara terus-menerus dan berkelanjutan.Dengan demikian, semestinya umat Islam mampu bersatu padu, tidak terceraiberaikan oleh apapun. 7 http://www.dakwatuna.com/2015/02/18/64146/sarana-pemersatu-umatislam/#ixzz4R4QjHP99 154 Bab 5. KONTRIBUSI, LIMITASI, DAN IMPLIKASI 5.1 Kontribusi Hasil penelitian ini, yang sudah diuraikan pada bab-bab sebelumnya menjadi dasar bagi penulis untuk memberi beberapa kontribusi, sebagai berikut: 1. Institusi atau lembaga yang bertanggung jawab dalam pengembangan wakaf dan masyarakat luas harus secara optimal meningkatkan pengetahuan dan intensi masyarakat mengenai wakaf uang, sehingga dapat meningkatkan realisasi wakaf uang. Institusi tersebut adalah dari Kementerian Agama, Badan Wakaf Indonesia, OJK, perbankan syariah, dan para nazhir yang berada di masyarakat. Diperlukan kampanye wakaf secara nasional yang diikuti dengan pemberian insentif bagi pewakaf sehingga merangsang masyarakat semakin kenal, tertarik, dan berlomba-lomba berwakaf. Kegiatan-kegiatan dalam rangka meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai wakaf oleh perbankan syariah dengan mengundang unsur-unsur masyarakat baik dari akademisi, praktisi maupun masyarakat umum. Disamping itu,bank syariah bersama nazhir wakaf profesional membuat produk-produk penghimpunan dana wakaf yang kreatif dan menarik serta upaya pemasaran yang optimal. 155 2. Pengelola wakaf, khususnya wakaf uang, harus oleh nazhir yang profesional dan memahami keuangan, khususnya keuangan syariah. Sehingga nazhir yang sesuai dengan indikator tersebut adalah perbankan syariah atau lembaga keuangan syariah. Namun, Undang-Undang Wakaf belum mencantumkan bahwa lembaga keuangan syariah bisa menjadi nazhir, sehingga perlu ada amandemen pasal 10 butir 3 UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf, sehingga legalitas perbankan syariah atau lembaga keuangan syariah menjadinazhir dapat terpenuhi. Dalam upaya mengoptimalkan peran Badan Wakaf Indonesia (BWI) sebagai regulator perwakafan di Indonesia, maka perlu ditinjau kembali pasal 49 butir (1) a. dengan butir (1) b. UU No.41 tahun 2004 tentang wakaf, sehingga tidak terjadi benturan kepentingan antara regulator dan pelaku nazhir. Kondisi ini yang membuat BWI kurang produktif. Disamping itu, untuk mengundang semakin banyaknya nazhir profesional yang bergabung untuk mengelola wakaf, diperlukan imbalan yang lebih menarik.Oleh karenanya, pasal 12 UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf harus diamandemen, imbalan nazhir yang semula 10% menjadi minimal 15% dari hasil bersih atas pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf. Hal ini supaya para pengelola wakaf tidak menjadi seperti yang dijelaskan dalam surat AtTaubah ayat 25, bahwa kesombongan karena memiliki jumlah yang banyak membuat tidak ada manfaat kemudian menjadi cerai-berai, tidak ada persatuan. Sehingga lembaga nazhir perlu disertifikasi, dan yang berhak melakukan sertifikasi nazhir wakaf uang adalah Lembaga Sertifikasi 156 Profesi (LSP) yang memperoleh izin dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). 5.2 Limitasi Beberapa keterbatasan penting untuk diidentifikasi dalam rangka untuk menentukan batas-batas studi ini, antara lain: Keterbatasan pertama adalah sumber informasi, beberapa data industri yang dipakai sebagai bahan analisis telah lampau. Adapun data-data online terus menerus updating, sehingga ketika dijadikan sumber informasi untuk dipakai sebagai bahan analisis dimungkinkan telah lampau juga. Keterbatasan kedua adalah bahwa latar belakang sumber informasi dan sampling tidak merata, hal ini memungkinkan beberapa sampel menjadi heterogen dan cenderung hasilnya menyimpang terutama dalam memahami pertanyaan dalam kuesioner. Keterbatasan ketiga dari penelitian ini adalah untuk metodologi yang digunakan, dalam penelitian penulis menggunakan metodologi yang bisa jadi tidak optimal ditinjau dari perkembangan teknik analisis datanya, sehingga hal ini bisa menjadi peluang bagi peneliti selanjutnya melakukan modifikasi untuk penyempurnaan hasilnya. Keterbatasan keempat adalah dari proses sampling itu sendiri, di mana ditemukan bahwa nasabah perbankan syariah memiliki rekening tidak disatu bank syariah, sedangkan pengalaman pelayanan disetiap bank syariah berbeda-beda. Disamping itu pemahaman responden akan detail pertanyaan kuesioner tidak merata dan bila mereka tidak mengerti, belum tersedia alat bantu menjawab pertanyaan yang ada. 157 5.3 Implikasi 5.3.1 Implikasi Teoritik Theory of Planned Behaviour (TPB) yang dikembangkan Ajzen menyatakan ada tiga variabel utama yang memengaruhi perilaku yaitu sikap, norma subjektif, dan kendali perilaku. Penelitian yang dilakukan ini menggunakan tiga variabel tersebut dan ditambahkan variabel lain yang masih bagian dari variabel utama kendali perilaku, yaitu: pengetahuan, komitmen beragama, dan trust dengan pertimbangan karena objek yang dikaji terkait wakaf dan perbankan syariah. Sehingga dapat dinyatakan penelitian yang dilakukan ini menggunakan Theory of Planned Behaviour (TPB) dengan modifikasi pada komponen variabel kendali perilaku. Pengetahuan yang lengkap mengenai wakaf uang di bank syariah, didukung dengan komitmen beragama yang besar pada nasabah atau masyarakat, serta tingkat trust yang besar kepada para nazhir memberikan dampak pada intensi yang besar pada masyarakat dalam berwakaf uang di bank syariah. Sikap nasabah yang bagus, norma subjektif, atau niat yang besar untuk berwakaf uang, dan kendali perilaku berupa pemberian informasi mengenai wakaf uang dari perbankan syariah akan meningkatkan intensi masyarakat untuk berwakaf uang di bank syariah dan akan membentuk perilaku masyarakat untuk berwakaf uang di bank syariah. Faktor-faktor yang dapat memengaruhi perilaku masyarakat berwakaf uang di bank syariah tidak saja dari sikap, norma subjektif, dan kendali perilaku, tapi juga dari variabel pengetahuan, komitmen beragama dan trust pada nazhir melalui variabel intensi masyarakat untuk berwakaf uang di bank syariah. Hasil ini mem- 158 berikan model baru dalam melihat perilaku masyarakat, khususnya dalam berwakaf uang di bank syariah. 5.3.2 Implikasi Manajerial Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan ini maka implikasi manajerial yang diajukan adalah sebagai berikut: 1. Variabel pengetahuan berdasarkan hasil deskriptif statistik menunjukkan hasil yang cukup rendah. Bahwa pengetahuan masyarakat mengenai wakaf cukup rendah. Sehingga, perlu ada usaha dari berbagai pihak agar pengetahuan masyarakat dalam berwakaf uang di bank syariah mengalami peningkatan. Upaya-upaya tersebut bisa dilakukan oleh Kementerian Agama, Badan Wakaf Indonesia, Dewan Syariah Nasional, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Perbankan Syariah serta oleh nazhir. Upaya tersebut bisa dengan meningkatkan program-program sosialisasi mengenai wakaf uang kepada masyarakat. 2. Variabel trust terhadap nazhir juga memiliki nilai yang cukup rendah dilihat dari hasil deskripsi statistik. Trust yang cukup rendah tersebut memengaruhi intensi dan perilaku masyarakat untuk berwakaf. Sehingga, untuk meningkatkan trust pada nazhir, maka pengelola wakaf uang adalah perbankan syariah, karena perbankan syariah adalah lembaga profesional dalam mengelola keuangan. Salah satu upaya meningkatkan trust terhadap nazhir juga bisa dengan mengadakan pelatihanpelatihan bagi nazhir dalam mengelola wakaf khususnya wakaf uang secara profesional dan akunta-bilitas. 159 Bab 6. SIMPULAN Simpulan 1. Hasil analisis PLS menunjukkan bahwa faktor pengetahuan memiliki pengaruh terhadap intensi,tetapi tidak signifikan.Namun,intensi memiliki pengaruh terhadap perilaku nasabah bank syariah di Jakarta untuk melakukan wakaf uang melalui perbankan syariah secara signifikan. 2. Setelah dilakukan analisis statistik dengan softwareSmartPLS terhadap faktor sikap, menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap perilaku melalui intensi nasabah bank syariah di Jakarta dalam melakukan wakaf uang melalui perbankan syariah. 3. Faktor norma subjektif, berdasarkan hasil analisis statistik dan kualitatifnya menunjukkan bahwa memengaruhi perilaku secara signifikan melalui intensi nasabah bank syariah di Jakarta dalam melakukan wakaf uang melalui perbankan syariah. 4. Faktor kendali perilaku, setelah dilakukan analisis statistik dan kualitatif menunjukkan bahwa memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku melalui intensi nasabah bank syariah di Jakarta untuk melakukan wakaf uang melalui perbankan syariah. 5. Hasil analisis statistik dan kualitatif untuk faktor komitmen beragama menunjukkan bahwa komitmen beragama memengaruhi secara signifikan perilaku melalui intensi 160 6. 7. 8. nasabah bank syariah di Jakarta untuk melakukan wakaf uang melalui perbankan syariah. Faktor trust pada nazhir merupakan salah satu faktor yang memengaruhi perilaku secara signifikan melalui intensi nasabah bank syariah di Jakarta untuk melakukan wakaf uang melalui perbankan syariah. Esensi dasar wakaf uang, yaitu bagaimana mengukur manfaat dari wakaf uang tersebut bukan hanya pada esensi keuntungan. Kaitan antara wakaf uang dan maqashid syariah, yaitu wakaf tidak hanya tertumpu kepada sesuatu amal kebajikan tertentu, bahkan wakaf mencakup semua amal kebajikan untuk maslahat manusia. Hasil deskriptif statistik untuk variabel pengetahuan menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat mengenai wakaf uang cukup rendah. Variabel sikap/akhlak dalam penelitian yang dilakukan ini sudah bagus. Akhlak tersebut berkaitan akhlak terhadap Allah, akhlak terhadap diri sendiri, dan akhlak terhadap sesama manusia. Hasil ini menunjukkan bahwa responden menyadari bahwa membeli produk wakaf uang di bank syariah dalam rangka meningkatkan sikap/akhlak. Secara keseluruhan, hasil penelitian yang dilakukan ini menunjukkan bahwa responden dalam penelitian memiliki norma subjektif/niat yang besar menggunakan produk wakaf uang di bank syariah. Niat ini berkaitan karena niat ibadah, niat kurban, dan niat taat. Hasil deskriptif statistik untuk variabel kendali perilaku secara keseluruhan menunjukkan bahwa responden akan menggunakan produk wakaf uang di bank syariah apabila cukup informasi dari bank syariah, orang tua, teman, dan ustaz (guru/dosen). Hasil ini menunjukkan bahwa 161 faktor internal dan eskternal dalam mengukur kendali perilaku masih cukup atau kurang memiliki peran dalam mengendalikan perilaku responden untuk menggunakan produk wakaf uang di bank syariah. Kurang berperannya faktor internal dan eksternal, karena responden kurang mendapat informasi mengenai manfaat produk wakaf uang dari faktor internal dan eksternal tersebut. Hasil deskriptif statistik komitmen beragama menunjukkan bahwa responden dalam penelitian yang dilakukan ini memiliki komitmen beragama yang besar dilihat dari peribadatan atau praktik agama dan pengetahuan agama. Secara keseluruhan menunjukkan bahwa komitmen beragama responden dalam penelitian yang dilakukan ini adalah tinggi juga menunjukkan bahwa responden penelitian yang dilakukan ini akan menggunakan produk wakaf uang di bank syariah karena berkaitan dengan komitmen beragama responden yang tinggi. Secara keseluruhan, deskriptif statistik untuk variabel trust/kepercayaan responden terhadap nazhir (pengelola dana wakaf) dalam penelitian yang dilakukan ini, memiliki tingkat kepercayaan yang cukup. Hasil ini bisa disimpulkan bahwa responden dalam penelitian yang dilakukan ini memiliki kepercayaan yang rendah terhadap nazhir (pengelola dana wakaf). Hasil penelitian yang dilakukan ini menemukan bahwa faktor pengetahuan dan faktor trust pada nazhir sangat rendah, sementara kedua variabel tersebut memiliki pengaruh yang signifikan secara tidak langsung terhadap perilaku nasabah berwakaf uang melalui variabel intensi. Sehingga perlu perhatian khusus yang lebih fokus untuk dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai wakaf uang dan meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap nazhir (pengelola wakaf uang). 162 Bab 7. AGENDA PENELITIAN MASA DEPAN YANG DIUSULKAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan ini ditemukan bahwa faktor pengetahuan dan faktor trust pada nazhir sangat rendah, sementara kedua variabel tersebut memiliki pengaruh yang signifikan secara tidak langsung terhadap perilaku nasabah berwakaf uang melalui variabel intensi. Sehingga perlu perhatian khusus yang lebih fokus untuk dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai wakaf uang dan meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadapnazhir (pengelola wakaf uang). Sehubungan dengan hal tersebut agenda penelitian masa depan muncul yang berkaitan dengan wakaf uang adalah berkaitan dengan peningkatan pengetahuan masyarakat mengenai wakaf uang dan bagaimana upaya meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap nazhir. 7.1 Peningkatan pengetahuan masyarakat Sumarwan (2004) menyatakan bahwa, “Pengetahuan konsumen akan memengaruhi keputusan pembelian. Ketika konsumen memiliki pengetahuan yang lebih banyak, maka ia akan lebih baik dalam mengambil keputusan, ia akan lebih efisien dan lebih tepat dalam mengolah informasi dan mampu merecall informasi yang lebih baik.”(Thakur, 2005; Park et.al, 2012). Hal ini bisa dijadikan topik penelitian lebih lanjut perihal analisis pengaruh sosialisasi wakaf terhadapat meningkatnya pengetahuan konsumen dalam proses pengambilan keputusan dalam berwakaf, pokok pemikiran penelitian yang bias dilakukan adalah sebagai berikut : 163 1. Memilih metode sosialisasi wakaf yang tepat; 2. Perencanaan dan strategi sosialisasi wakaf; 3. Pendanaan sosialisasi wakaf (durasi pendanaan dan tujuan pendanaan); 4. Persiapan sebelum pelaksanaan sosialisasi; 5. Tata kelola institusi pelaksana sosialisasi wakaf. 7.2 Peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap nazhir Peningkatan kepercayaan (trust) pada lembaga penghimpun dan pengelola wakaf yang disebut dengan nazhir, harus dilakukan oleh lembaga penghimpun dan pengelola wakaf, yaitu nazhir itu sendiri dan dapat dibantu oleh pemerintah atau otoritas, agar kepercayaan masyarakat yang disebut dengan wakif semakin meningkat. Hal ini disebabkan kepercayaan mempunyai pengaruh besar pada niat dan perilaku konsumen untuk melakukan transaksi berupa pembayaran wakaf khususnya wakaf uang kepada nazhir. Indikator-indikator kepercayaan yang dapat diteliti lebih lanjut meliputi: trustworthy, keep the best interest, keep the promises and commitment, believe the information provided dan genuinely concerned. Adapun upaya untuk dapat meningkatkan kepercayaan kepada nazhir yang dapat dijadikan topik penelitian lebih lanjut meliputi: 1. Meningkatkan kompetensi nazhir yang terdiri atas pengetahuannya, keterampilannya dan perilakunya. 2. Meningkatkan peran serta otoritas untuk membina dan melakukan sertifikasi kompetensi nazhir. 164 DAFTAR PUSTAKA Alquran Buku A. Zaenudin dan Muhammad Jamhari. 1998, Al-Islam, Jilid 2, Bandung: Pustaka Setia. Abdul Halim Al-Balali.,2003, Madrasah Pendidikan Jiwa, Jakarta: Gema Insani. Abdul Rahman Shaleh dan Muhbib Abdul Wahab., 2004, Psikologi Suatu Pengantar Dalam Presprktif Islam, (Jakarta: Prenada media. Adam, Shukri., Lahsasna, Ahcene.2013. Cash Endowment As Source Of Fund In Islamic Micro-Financing. 4th International Conference On Business And Economic Research (4th Icber 2013) Proceeding. Ahmadi, Abu.1999. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta Ahmed, Habib. 2007. Waqf-Based Microfinance: Realizing The Social Role Of Islamic Finance Islamic, Research and Training Institute Islamic Development Bank Group Ahmed, Habib. 2004. The Role of Zakah and Awqaf in Property Alleviation. Jeddah: Islamic Development Bank, 2004.,p.28 Ahyadi AA., 2001, Psikologi Agama, Kepribadian Muslim, Bandung: Sinar Baru. Al-Nawawi, , Abu Zakariya Muhyiddin , 1992, al-Majmu ` Syarh alMuhaz z ab, Madinah: tnp. Ajzen, Icek dan Driver, B.L. 1991 Prediction of Leisure Participation from Behavioral, Normative and Control Beliefs: 165 An Application of Theory of Planned Behavior. Leisure Sciences, Vol. 13, 185 – 204 Ajzen, I, 2005, Attitudes, Personality, and Behavior, Edisi kedua, New York: Open University Press. Ajzen, I., Fishbein, M. 1975. Belief, Attitude, Intention, and Behavior : An Introduction to Theory and Research. 1st ed. Addison-Wesley Pub. Co., Reading, Mass Al Munawar, Said Agil Husin, 2005, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, Ciputat : PT. Ciputat Press Al-Balali, Abdul Halim, 2003, Madrasah Pendidikan Jiwa, Jakarta : Gema Insani Al-Ghazali, Muhammad, 1993, Akhlak Seorang Muslim, Semarang: Wicaksana Ali, Muhammad Daud. 2000.Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada Amuda, Yusuff Jelili., Embi, Nor Azizan Che.2013. Alleviation of Poverty among OIC Countries through Sadaqat, Cash Waqf and Public Funding. International Journal of Trade, Economics and Finance, Vol. 4, No. 6, pp. 403 - 408 Amin, H., Chong, R. 2011. Is The Theory of Reasoned Action Valid for Ar-Rahnu ? An Empirical Investigation. Australian Journal of Basic and Applied Science, Vol 5. No. 10. Pp. 716-726 Ancok, D., Suroso, N.F., 2008, Psikologi Islam,Yogyakarta: Pustaka Belajar. Ancok, Jamaludin, 1994, Psikologi Islam, Yogyakarta : Pustaka Belajar Andjani, A. Sari., 1991, Efektivitas Teknik Kontrol Diri Pada Pengendalian Kemarahan, Jurnal Psikologi, Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 166 Anshari, 1993, Wawasan Islam : Pokok-pokok Fikiran tentang Islam dan Ummatnya, Jakarta : Raja Grafindo Persada. Arnaut, Muhammad M, 2000, Daur al=waqf fi al-Mujtama’ al-Islamiyah, Damaskus : Dar al-Fikr Ascarya (Pusat Pendidikan Studi dan Kebanksentralan, Bank Indonesia). 2005. Analytic Network Process (ANP): Pendekatan Baru Studi Kualitatif. Universitas Trisakti, Jakarta. Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, 2002, Mutiara Hadits I, Semarang : Pustaka Rizky Putra Assael, H. 1992. Consumer Behavior and Marketing Action. New York: PWS-KENT Publishing Company Aswandy, Edy, 2014, Pengaruh Pengetahuan, Kepercayaan dan Komitmen , terhadap Loyalitas Nasabah Bank Syariah di Jakarta, Disertasi, Program Doktor, Universitas Trisakti, Jakarta Azis, Iwan J. 2003. Analytic Network Process with Feedback Influence, A New Approach to Impact Study. Jurnal, University of lullinois, Urbana-Campaign. Aziz, Rahmat., Hitifah, Yuliati, 2005, Hubungan Dzikir dengan Kontrol Diri Santri Manula di Pesantren Roudlotul Ulum Kediri, Jurnal Psikologi Islam, Vol 1, Nomor 2 Aziz, Muhammad Ridhwan Ab., Yusof, Mohd Asyraf.2014. An Initial Study on Student’s Need towards Islamic Waqf Bank for Education. International Conference on Arts, Economics and Management (ICAEM'14) March 22-23, 2014 Dubai (UAE) Azwar, Saifuddin.2002.Pengantar Psikologi Intelegensi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Babacan, Mehmet. 2011. Economics of Philanthropic Institutions, Regulation and Governance in Turkey. Journal of Economic and Social Research Vol 13(2) 2011, 61-89 167 Best, Roger J., 2000, Market-Based Management: Strategies for Growing Customer Value and Profitabiliy, Prentice-Hall, New Jersey Beik, Irfan Syauqi. 2013. Mengoptimalkan Wakaf Uang Bagi Pengembangan UMKM. Iqtishodia : Jurnal Ekonomi Islam Republika. Republika, Kamis 19 September 2013. Beit-Hallahmy, B., Argyle, 1997, The Psichology of Religious, Behaviour, Belief and Experiemce, First Edition, London : Routledge Bentler, P.M, 1995, EQS Structural Equations Program Manual, Encino, CA : Multivariate Software Bertens, K, 2002, Etika, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama Bollen, K.A., R. Lennox, 1991. Conventional wisdom on measurement — a structural equation perspective, Psychological Bulletin 110 (2). 305–314 Budiharjo, Paulus, 1997, Mengenal Teori Kepribadian Mutakhir, Yogyakarta : Kanisius Bukhori, Baidi, 2012, Toleransi terhadap Umat Kristiani Ditinjau dari Fundamentalisme Agama dan Kontrol Diri (Studi Pada Jamaah Majelis Taklim di Kota Semarang). Laporan Penelitian (tidak diterbitkan), Semarang Byrne, B.M, 2001, Structural Equation Modelling With AMOS : Basic Concepts, Application, and Programming. Mahwah, NJ : Lawrence Erlbaum Capra, M. Umer, “Pengharaman Bunga Bank; Rasionalkah ?; AnalisisSyar’idanEkonomidibalikPengharamanBunga Bank”, (Edisiterjemah, Jakarta: SEBI, 2002), 168 Chin, W.W. 1995. Partial Least Squareis to LISREL as Principal Componwnta Analysis is to cammon Factor Analysis. Technology Studies, 2:315-319 Choudhury, M.A., 2013, Handbook of Tawhidi Methodology: Economics, Finance, Society, and Science. Jakarta : Trisakti University Press Cizakca, M. 1995. Cash Waqfs of Bursa. Journal of Economic and Social History of the Orient, 38(3), 1555–1823. Çizakça,Murat. 1998. Awqaf In History And Its Implications For Modern Islamic Economies, Jurnal Islamic Economic Studies Vol. 6, No. 1, November 1998 Cooper, D.R., Emory, C.W., 1995, Business Research Methods, 5th edition, Richard D Irwin, Inc. Cooper, Donald R. & Schindler, Pamela S. 2006, Bussines Research Methods, 9th edition. McGraw-Hill International Edition. Cravens, David W and Nigel F. Piercy, 2007, Stategic Marketing. McGraw-Hill, Boston Davidoff, L.L. 1988.Psikologi Suatu Pengantar. Edisi Kedua. Alih Bahasa: Mari Juniati. Jakarta: Erlangga Day, G. S, 1999, Market Driven Strategy: Processes for Creating Value, The Free Press, New York. Day, G. S. 1994. The capabilities of market driven organizations.Journal of Marketing, 58(October), 37–52. Direktorat Pemberdayaan Wakaf dan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, (2008). Pedoman Pengelolaan Wakaf Uang, (Jakarta: Departemen Agama RI). Djamil, Abdul. 2012. Tanah Wakaf Yang Bersertifikat Baru 67,22 Persen, www.kemenag.go.id 169 Djunaidi, Achmad, dan Al-Asyhar, Thobieb. 2005. Menuju Era Wakaf Produktif : Sebuah Upaya Progresif Untuk Kesejahteraan Umat. Mitra Abadi Press, Jakarta. Draz, Muhammad Abdullah., 1973, Dustur al-Akhlak Fi alQur’an, Beirut : Muassasah ar-Risalah Kuawait dan Dar al-Buhuts al-Ilmiyah Eagly, A. H., & Chaiken, S. 1993. The psychology of attitudes. Fort Worth: Harcourt Brace Jovanovich. East, R, 1997. Consumer Behavior: Advances and Applications in Marketing. London: Prentice Hall. Engel, James F., Blackwell, Roger D., Miniard, Paul W. 2004. Perilaku Konsumen. 10th edition.Jakarta: Penerbit Binarupa Aksara Fanani, Muhyar.2011.Pengelolaan Wakaf Tunai.Journal Walisongo. Vol 19 No. 1 , pp 179-196 Fathurrahman, Tata. 2012. Wakaf dan Usaha Penanggulangan Kemiskinan Tinjauan Hukum Islam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia (Studi Kasus Pengelolaan Wakaf di Kabupaten Bandung. Disertasi. Universitas Indonesia, Jakarta. Fauroni, Lukman. 2012. Wakaf Untuk Produktivitas Ekonomi Umat. Jurnal Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi, Yogyakarta. Ferdinand A, 2002. Structural Equation Modelling Dalam Peneltian Manajemen. Edisi 2, Seri Pustaka Kunci 03/BP UNDIP Ferdinand, Augusty. 2005. Structural Equation Modeling. Semarang: BP Undip. Fishbein, M., & Ajzen, I. 1975. Belief, Attitude, Intention, and Behavior: An Introduction to Theory and Research. Reading, MA: Addison-Wesley. 170 Furqon, Ahmad. 2012. Wakaf Sebagai Solusi Permasalahan Dunia Pendidikan di Indonesia. Jurnal At‐Taqaddum, Volume 4, Nomor 2, Nopember 2012. P.47-66 Furqon, Ahmad. 2011, Analisis Praktek Perwakafan Uang Pada Lembaga Keuangan Syariah. Walisongo, Volume 19, Nomor 1. Hal.157-178 Ghozali, Imam., dan Fuad. 2008. Structural Equation Modelling Teori, Konsep, dan Aplikasi. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Ghozali, Imam, 2005, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Edisi ke-3, Badan Penerbit Universitas Diponegoro Ghufron, Nur., Risnawita. R S. 2010. Teori – teori Psikologi. Jakarta: Ar – Ruzz Media Glock J., Strak, R., 1968, American Piety : The Nature of Religious Commitment , University of Californai Press Gray, B. J., dan Hooley, G. J. 2002. Thriving on turbulence.Journal of Market-Focussed Management, 2: 231–57 Hair, J. F., Black, W.C., Babin, B.J., Anderson, R.E., 2010, Multivariate Data Analysis (7th Edition), New Jersey : Parson Prentice Hall Hamzah Ya’qub., 1993, Etika Islam, Bandung: Diponrgoro. Hamzah Yaqub., 1988, Etika Islam, Bandung: CV. Diponegoro, cet. 4. Handoko, Hani, 2001, Manajemn Personalia dan Sumber Daya Manusia Edisi Ketujuh, Yoyakarta: Penerbit BPFE. Hartono, Jogiyanto dan Abdillah, 2009, Konsep dan Aplikasi PLS, BPFE,Yogyakarta. 171 Hasanah, Uswatun. 2012. Potensi Wakaf dalam Pembangunan Perumahan Rakyat. Artikeldiunduh dari www.bwi.or.id Hasanah, Uswatun.1997. Peranan wakaf dalam mewujudkan kesejahteraan sosial: studi kasus pengelolaan wakaf di Jakarta Selatan. Disertasi. Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Hassan, M. Kabir. 2010. An Integrated Poverty Alleviation Model Combining Zakat, Awqaf And Micro-Finance. Seventh International Conference – The Tawhidi Epistemology: Zakat and Waqf Economy, Bangi 2010 Hasyim, Muhammad Ali., 1995, Apakah Anda Berkepribadian Muslim ?, Jakarta : Gema Insani Hawkins, D. 1998. Consumer Behavior: Building Marketing Strategy, (7th Edition). New York: McGraw-Hill. Heijden, Van der., Verhagen, Tibert., Creemers, Marcel, 2003, Understanding Online Purchase Intention: Contributions From Technology and Trust Perspectives, European Journal of Information Systems, 41-48 Hermawan, Nasrullah. 2004. Akuntansi yang Islami (Syari’ah) Sebagai ModelAlternatif Dalam PelaporanKeuangan. Jurnal Bank Indonesia Hery NoerAly dan Munzier Suparta., 2000, WatakPendidikan Islam, Jakarta: Friska Agung Insani. Hogh, Michael , Graham Vaughan.2002. Social Physchology, Third Edition, Prentice Hall, United Kingdom Horani, Yaser Abdel Kareem Mohammed. 2013. Worldwide Charity Work Endowment is A model, International Journal of Advanced Research (2013), Volume 1, Issue 10, 814-824 172 http://www.republika.co.id/berita/duniaislam/wakaf/14/05/07/n5797t-maqashid-syariah-pada-sistemwakaf-1 Huda, Nurul., Anggraini, Desti., Rini, Nova., Hudori, Mardoni, Yosi., 2015. Akuntabilitas Sebagai Sebuah Solusi Pengelolaan Wakaf. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 5, Nomor 3, Desember 2014, Hlm. 485-497 Huda, Nurul., Barata, Amrin., dan Rahadiana, Rizal. 2014. Potential Endowments (Waqf) Development Strategy Based on Waqif Household and Economic Infrastructure Index of Provinces in Indonesia. Thematic Workshop on the Revival of Waqf for Socio Economic Development Surabaya, September 28-28, 2014. Hal. 240-278 Huda, Nurul., 2006, Perilaku Konsumsi Islami [online], Tersedia : xa.yimg.com/kq/groups/2. (2 Juli 2015) Hult G.T.M., danKetchen Jr., D.J. 2001. “Does Market Orientation Matter? A test of the Relationship Between Positional Advantage and Performance.” Strategic Management Journal, 22(9): 899-906 Hurlock, E.B, 2001, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (edisi kelima), Jakarta: Penerbit Erlangga Idat, DhaniGunawan. 2003. Bank danLembagaKeuanganIndonesia.Bandung. CV Jemmars. Ikhsanudin.M.2012.Optimalisasi Wakaf Produktif Bagi Lembaga Pendidikan dan Ormas Islam di Indonesia, Jurnal Mukaddimah, Vol. 18, No. 1, 2012. 173 Indriwinangsih, Lira & Sudaryanto.2007. Pengukuran Kualitas Pelayanan Kartu Pra Bayar Pro XL di Wilayah Depok. UG Jurnal Manajemen dan Pemasaran, Vol. 1 No. 7, Jakarta Izutsu, Toshihiko, 1993, Konsep-konsep Etika Religius Dalam Qur’an , Terjemahan Agus Fahri Husain, Yogyakarta : Tiara Wacana Jaffar, M. A. and Musa, R.. (2013), Determinants of Attitude Towards Islamic Financing Among Halal-Certified Micro and SMEs: A Proposed Conceptual Framework, International Journal of Education and Research, 1 (8). Japarianto, Edwin., Laksmono, Poppy., Khomariyah, Nur Ainy,2007, AnalisaKualitasLayananSebagaiPengukurLoyalitasPelanggan Hotel Majapahit Surabaya DenganPemasaranRelasionalSebagaiVariabel Intervening. JurnalManajemenPerhotelan, Vol. 3, No. 1, Maret 2007: 34-42 Jaworski, Bernard.,Kohli, Ajay K., Sahay, Arvind. 2000. Market Driven Versus Driving Market. Journal of the Academy of Marketing Science 28: 45-54 Kabisi, Muhammad Abid Abdullah. 2003. Hukum Wakaf, Kajian Kontemporer Pertama dan Terlengkap Tentang Fungsi dan Pengelolaan Wakaf serta Penyelesaian atas Sengketa Wakaf. IIMAN, Jakarta. Kahf, Mondzer. 2006. Alwaqf Al-Islaamiy; Tathawwaruhu, Idaaratuhu, wa tanmiyatuhu. Daarul Fikr, Beirut. Kahf, M, (1993), Waqf and Its Sociopolitical Aspects, http://www.kahf.net/papers.html. 174 Karijin, B., Iris, V., Florence, B.B. and Wim, V. (2007), “Determinants of halal meat consumption in France”, British Food Journal, Vol. 109 No. 5, pp. 367-86. Karnaen dan Syafi’i, 1992.Akuntansi Syariah (Arah, Prospek, danTantangan), UII Press. Yogyakarta Kartini Kartini., 2003, Patalogi Sosial, PT Raja Grafindo Persada. Kasmir, 2004.Bank danLembagaKeuanganLainnya.Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada Kertajaya, Hermawandan M Syakir Sula, 2006, Syariah Marketing, Mizan, Bandung Khalil, Ibrahim Ahmed .Yunus Ali, Mohammad Shaiban, 2014. Waqf Fund Management In Kuwait And Egypt: Can Malaysia Learns From Their Experiences, Proceeding of the International Conference on Masjid, Zakat and Waqf (IMAF 2014) (e-ISBN 978-967-13087-1-4). 1-2 December 2014, Kuala Lumpur, MALAYSIA. Khalil, Jafri. 2008. Standarisasi Nazhir Wakaf Uang Profesional, Al-Awqaf, Vol. 1, Nomor 01, Desember 2008. Kholid, Hendra, 2011, Wakaf Uang Perspektif Hukum dan Ekonomi Islam. http://bwi.or.id/index.php/ar/publikasi/artikel/815-wakaf-uangperspektif-hukum-dan-ekonomi-islam.html (2 Juli 2015) Kirby, E. and Worner, S. (2014). Crowdfunding: an infant industry growing fast. Workingpaper SWP3, OICV-IOSCO. Accessed at http://www.iosco.org/research/pdf/swp/Crowdfunding-An-InfantIndustry-Growing-Fast.pdf. 175 Kotler, P. 2003. Marketing Management. 11st edition. Prentice Hall, New Jersey Kotler, P., Bowen, J., Makens, J., 2003 .Markting for Hospitality & Tourism.3th edition.Prentice Hall. New Jersey. Kotler, Philip and Garry Amstrong, 2006, Principles of Marketing.Milleniumdition, A Simon &Schucer Company, Ebnglewood Cliff, Pretice Hall International, Inc, New Jersey Kotler, Philip. 2000. Marketing management: Analysis, planning, implementation and control, Ninth Edition, Prentice Hall, Inc, Upper Saddle River, New Jersey. Kotler, Philip., Keller, K.L., 2008, Manajemen Pemasaran, Jilid Satu, Edisi Keduabelas, Cetakan Ketiga, Penerbit Indeks Koufaris, M., Hampton-Sosa, W., 2004, The Development of Initial Trust in An Online Company by New Customers, Information and Management, January, (41:3), pp : 377-397 Kussujaniatun, Sri. 2011. Pengaruh Pengetahuan Produk, Nilai Pelanggan Dan Kualitas Yang Dipersepsikan Terhadap Kepuasan pelanggan Mobil Toyota. Jurnal Bisnis dan Manajemen, 5(1). h:29-39 Lambert, T. and Schwienbacher, A. (2010). An empirical analysis of crowdfunding. Louvainla-Neuve: Louvain School of Management, Catholic University of Louvain. Accessed at http://www.uclouvain.be/cps/ucl/doc/iag/documents/WP_2012_02_Lambert_Th.pdf Lee,M.C., 2009. Predicting and Explaining The Adoption of Online Trading: An Empirical Study in Taiwan. Decision Support System. 47(2). 133-142 176 Loudon, David L and Albert J. Della Bitta, 2004, Consumer Behavior Concepts and Appications.Third Edition Singapore, MC Graw Hill Inc. Mahamood, Siti Mashitoh. (et.al.) (2007), “Konsep Wakaf Sebagai Instrumen Pembangunan Hartanah Di Wilayah Pembangunan Iskandar (WPI)”, dalam Jurnal Pengurusan JAWHAR, vol. 1, no. 2/2007. Malhotra, Naresh K., 1999. Marketing Research: An Applied Orientation, Third Edition, Prentice Hall International Inc, New Jersey Mannan, M.A. 1986.Islamic economics: Theory and practice. Cambridge : Hodder and Stroughton Mas’ud, Fuad. 2004. Survai Diagnosis Organisasional Konsep & Aplikasi. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. Masy’ari, Anwar., 1990, Akhlak Al-Qur’an, Surabaya: Bina Ilmu Medias, Fahmi. 2010. Wakaf Produktif dalam Perspektif Ekonomi Islam. Jurnal Ekonomi Islam La_Riba, Volume IV, No. 1, Juli 2010. Pp.69-84 Minhaji. 2005. “Nation State dan Implikasinya Terhadap Pemikiran dan Implementasi Hukum Wakaf”, Kata Pengantar dalam Abdul Ghofur Anshori, Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia. Yogyakarta: Pilar Media Mitchell, V. and Greatorex, M. (1990), ``Consumer purchasing in foreign countries: a perceived risk perspective'', International Journal of Advertising, Vol. 9 No. 4, pp. 295-307. Mohammad, Mohammad Tahir Sabit Haji.2006. Innovative Modes of Financing the Development of Waqf Property. 177 http://waqfacademy.org/wp-content/uploads/2013/02/Dr.Mohammad-Tahir-Sabit-Haji-Mohammad-MTSHM.29_10_2009.-Innovative-modes-of-financing-development-ofwaqf-property.-Malaysia.-University-Technology-Malaysia.pdf. Download 2 Juli 2015 Muhammed, Mustafa Omar., Ahmed, Umar.2015. Relationship Between Intention and Actual Support Towards The Construction of Modern Waqf-Based Hospital in Uganda. 10th International Conference on Islamic Economics and Finance. Muhammad Syafii. 2000. Sistem dan Prosedur Operasional Bank dan Asuransi Syariah, UII Press, Yogyakarta Muhammad, Abu Su’ud, 1997, Risalah fi Jawazi Waqf alNuqud, Beirut: Ibn Hazm. Mulyadi, Dedy.2007. Analisis Kualitas Jasa Pelayanan Pada PT. BNI ’46 Cabang X. UG Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol.1 No.1, Jakarta. Muzarie, Mukhlisin. 2010. Hukum perwakafan dan implikasinya terhadap kesejahteraan masyarakat: implementasi wakaf di Pondok Modern Darussalam Gontor, Kementerian Agama RI Najati, Muhammad Utsman, 2001, Jiwa Manusia dalam Sorotan Al Qur’an, Jakarta: Cendekia Najib, Mukhammad.2003.Perilaku Konsumsi Dalam Islam. Retrieved from www.tazkiaonline.com Nasution, Mustafa Edwin dan Hasanah, Uswatun (Eds.), 2005, Wakaf Uang Inovasi Finansial Islam, Peluang dan Tantangan dalam Mewujudkan Kesejahteraan Umat (Jakarta: PKTTI-UI). 178 Naumann, Earl; Giel, Kathleen. 1995.Customer Satisfaction Measurement and Management: using the voice of the customer. USA: International Thomson Publishing. Noble, Charles H., Sinha, Rajiv K., Kumar, Ajith.2002.Market Orientation and Alternative Strategic Orientation: A Longitudinal Assesment of Performance Implications.Journal of Marketing. Vol. 66: 25-39 Notoatmodjo, S. 2007, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta NSW Department of School Education. 1989. K-6 mathematics syllabus. Sydney: Department of School Education. Oliver, R. L. 1997. Satisfaction: A Behavioral Perspective on The Cunsumer. New York: McGraw-Hill, Inc. Pawlak, Roman & Malinauskas, Brenda.2008.The Use of the Theory of Planned Behavior to Assess Predictors of Intention to Eat Fruits Among 9th-Grade Students Attending Two Public High Schools in Eastern.Family and Consumer Sciences Research Journal, 37,16-26 Porter, Michael E., 1996, The Competitive Strategy, the Free Press Prihatini, Farida., Hasanah, Uswatun., dan Wirdyaningsih. 2005. Hukum Islam : zakat dan wakaf : teori dan prakteknya di Indonesia. Jakarta: Papas Sinar Sinanti dengan Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia Rahman, Asmak Ab. 2009. “Peranan Wakaf Dalam Pembangunan Ekonomi Umat Islam Dan Aplikasinya Di Malaysia”, dalam Jurnal Syariah, Akademi Pengajian Islam, jld. 17, bil.1/2009. 179 Rahmawati, V., 2012, Intention To Purchase The Private Label Brand: The Roles Of Financial Risk Perception, Price, And Value Consciousness For Consumers Of Hypermarket In Surabaya, diakses 2 Juli 2015, http://www.google.com. Ramli, Abdul Halim. Sulaiman.2006. Pembangunan Harta Wakaf : Pengalaman Negara-Negara Islam. Makalah Seminar di Kuala Lumpur. Ramli, Asharaf Mohd., Jalil, Abdullaah. 2013. Corporate Waqf Model And Its Distinctive Features: The Future Of Islamic Philanthropy. Paper presented at the World Universities Islamic Philanthropy Conference 2013, Menara Bank Islam, Kuala Lumpur Robbins, Stephen, 2006, Perilaku Organisasi, Jakarta:PT Indeks, Kelompok Gramedia. Rusmini.2013.StrategiPromosisebagaiDasarPeningkatanRes ponsKonsumen. JurnalPengembanganHumaniora Vol. 13 No. 1,73-79 Refiana, Laila.2002. Analisis Behavioral Intention : Kasus Pelaksanaan Hak Cipta Software Komputer,( Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia, 2002). Riduwan, 2005, Panduan Penyusunan Penelitian, Jakarta : Rhineka Cipta Saad, Norma Md., Anuar, Azizah.2009. Cash Waqf And Islamic Microfinance untapped Economic Opportunities. Islam and Civilisational Renewal: The Global Financial Crisis. Page. 337-394. Saaty, Thomas. L. 1999. Fundamentals of the Analytic Network Process. Makalah di Presentasikan di Tokyo, Jepang. 180 Saladin, Djaslim, 2003, Manajemen Pemasaran, Bandung: Linda Karya. Salarzehi, Habibollah. Hamed, Armesh, Davoud, Nikbin. 2010. Waqf as a Social Entrepreneurship Model in Islam. International Journal of Business and Management Vol. 5, No. 7; July 2010 Santoso, A., dan Indarini.2010.Studi Deskriptif Tentang Perbedaan Behavioral Intention Antara Produk Minuman Pocari Sweat dan Mizone di Surabaya: Pendekatan Fishbein’s Behavioral Intention Model. Tidak dipublikasikan Sartika, Dewi., Mubarak, Ali., Larasati, Indari., 2011. Hubungan Antara Religious Commitment dengan Keputusan Menggunakan Jasa Bank Syariah pada Dosen Unisba. Prosiding SNaPP 2011: Sosial, Ekonomi, Humaniora. Hlm.437-448 Sarwono, Sarlito Wirawan.2002.Psikologi Sosial: Individu dan Teori-Teori Psikologi Sosial.Jakarta: Balai Pustaka Schiffman, Leon G. and Lesli Lazar Kanuk, 2000, Consumer Behavior, 7th Edition, Prentice Hall Inc, Upper Saddle River, New Jersey. Schwarz, E.J., Wdowiak, M.A, Almer-Jarz, D.A., and Breitenecker, R.J. (2009), “The Effects of Attitudes and Perceived Environment Conditions on Students' Entrepreneurial Intent”, Education + Training, Vol. 51 No. 4, pp. 272-291. Sekaran, U. 2003. Research Methods for Business: A Skill Building Approach .2 nd Edition, John Wiley and Son. New York. Shālih, Muhammad ibn Ahmad ibn Shālih, 2001, al-Waqf fi al-Syarī’ah wa Atsruhu fi Tanmiyah al-Mujtama’, Saudi Arabia : Fihrisah Maktabah al-Malik Fahd al-Wathaniyah 181 Shook, C., & Bratianu, C. 2010. Entrepreneurial intent in a transitional economy: an application of the theory of planned behavior to Romanian students. International Entrepreneurship and Management Journal, 6, 231-247. Shih, Y.Y., Fang, K. 2004. The Use of A Decomposed Theory of Planned Behaviour to Study Internet Banking In Taiwan.Internet Research. Vol 14. No. 3. Pp. 213-223 Sholeh, Mohammad, 2000, Pengaruh Sholat Tahajud terhadap Peningkatan Perubahan Respon Ketahanan Tubuh Imunologik, Disertasi, Universitas Airlangga, Surabaya Shook, C., Bratianu, C., 2010, Entrepreneurial intent in a transitional economy : an application of the theory of planned behavior to Romanian Students. International Entrepreneurship and Management Journal, 6, 231-247 Sigit, Soehardi, 2002, Pemasaran Praktis, edisi ketiga, Yogyakarta: BPFE. Simamora, Bilson. 2002.Panduan Riset Perilaku Konsumen. Surabaya: Pustaka Utama. Simamora, Henry, 2002. Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: STIE YKPN. Siti Taurat Ali (et.al.)., 1990, Pengantar Etika Islam, Solo: Ramadhani. Solomon, Micahel R, Bamossy dan Elnora W, Askrgaard.2002. Marketing Real People Real Choice, 2rd Edition, New Jersey : Prentice Hall Inc, Upper Saddle River. Spreng, R.A.,MacKenzie, S.B.,Olshavsky, R.W.1996. A reexamination of the determinants of consumer satisfaction. Journal of Marketing, 60(3), 15-32. 182 Stanton, William, J. 2003, PrinsipPemasaran, Jilid 1, terjemahan Y. Lamarto, Edisikesepuluh, cetakankesepuluh, Erlangga, Jakarta. Sucherly,2003,PerananManajemenPemasaranStrategikDala mMenciptakanKeunggulanPosisional Serta ImplikasinyaterhadapKinerjaOrgansasiBisnisdan Non Bisnis (Pendekatan 5A), PidatopengukuhanJabatan Guru BesardalamIlmuEkonomi pada FakultasUniversitasPadjadjaran, 22 Maret 2003 Sudarmiatin. 2009. Model Perilaku Konsumen dalam Perspektif Teori dan Empiris pada Jasa Pariwisata. Jurnal Ekonomi Bisnis, Tahun 14, No. 1. Maret 2009.(1-11) Sugiyono, 2004.Metode Penelitian Bisnis, Bandung: Alfabeta. Sugianto., Kusnadi, Bambang.2014. PERBANKAN SYARIAH DAN WAKAF PRODUKTIF: SEBUAH PROPOSAL PRODUK SOSIONOMIK. https://www.researchgate.net/publication/237065926_Perbankan_ Syuariah_dan_Wakaf_Produktif Suhadi, Imam, 1995. Hukum Wakaf di Indonesia. Dua dimensi, Yogyakarta Suhadi,1995. Pengembangan Tanah Wakaf dalam Rangka Pelaksanaan Undang-Undang pokok Agraria di Kabupaten Bantul Yogyakarta. Dissertation at Gajah Mada University, Indonesia. Unpublished Sulaiman, Ainin., Mohezar, Suhana., dan Rasheed, Ahmad., 2007, A Trust Model for E-Commerce in Pakistan : An Empirical Research. Asian Journal of Information Technology, Vol. 6, No. 2 : 192-199 183 Sumarwan, Ujang.2004.Perilaku Konsumen. Cetakan 2. Bogor Selatan: Ghalia Indonesia Supranto, J dan Nandan Limakrisna.2007.Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran. Edisi Pertama, Jakarta: Mitra Wacana Media Supranto. 2001. Pengukuran Tingkat Kepuasaan Pelanggan, Penerbit : Rineka Cipta, Jakarta Suparman. 2009. Strategi Fundraising Wakaf Uang. Jurnal Wakaf dan Ekonomi Islam, Vol. II, No. 2, April 2009, 13-30. Suseno, F.M., 1993, Etika Sosial, Jakarta: Gramedia Swasta, Basu dan Handoko, T.Hani.2000.Manajemen Pemasaran Analisis Perilaku Konsumen, edisi kedua, Yogyakarta:Liberty, Syah, lsmail Muhammad, 1992, Filsafat Hukum Islam. Jakarta. Bumi Aksara Syukur, Suparman., 2004, Etika Religius, Yogyakarta : Pustaka Pelajar Tanenhaus, M., Vinci, Chatelin, Y.M,. dan Carlo, L, 2005, PLS Path Modelling, Computational Statistic and Data Analysis, 48: 159-205 Thaha, Idris (ed). (2003). Berderma Untuk Semua: Wacana dan Praktek Filantropi Islam. Jakarta: Teraju. Tohirin, Achmad.2010. The Cash Waqf For Empowering The Small Businesses. Seventh International Conference – The Tawhidi Epistemology: Zakat and Waqf Economy, Bangi 2010 The Cockcroft Report.1982.Mathematics counts: Report of the Committee of Inquiry into the Teaching of Mathematics in Schools under the Chairmanship of Dr WH Cockcroft. London: Her Majesty's Stationery Office 184 Tjiptono, Fandy.2008. Strategi Pemasaran. Edisi III. Yogyakarta:C.V. Andi Offset Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Wadjdy, Farid, dan Mursyid. 2007. Wakaf dan Kesejahteraan Umat (Filantropi Islam yang hampir Terlupakan). Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Wafa, Syed Mohd. Ghazali Wafa Bin Syed Adwam. 2010. Pembangunan Wakaf Pendidikan Di Malaysia Development Of Waqfs For Education In Malaysia, Seventh International Conference – The Tawhidi Epistemology:Zakat and Waqf Economy, Bangi 2010. Wahyuni, Dewi Urip. 2008.Pengaruh Motivasi, Persepsi dan Sikap Konsumen Terhadap Keputusan Pembelian Sepeda Motor Merek “Honda” di Kawasan Surabaya Barat.Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan.Vol. 10 No.1. (30-37) Wadjdy, Farid, 2008, Wakaf dan Kesejahteraan Umat (Filantropi Islam yang Hampir Terlupakan), (Yogyakarta : Pustaka Pelajar) Wardiana, Uswah.2004. Psikologi Umum, Jakarta:PT Bina Ilmu Wijaya, Tony. 2008. Kajian Model Empiris Perilaku Berwirausaha UKM DIY dan Jawa Tengah. Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan, Vol.10, No. 2, September 2008: 93-104 Witjaksono, Beny. 2016. Faktor-Faktor yang memengaruhi intensi masyarakat berwakaf uang di perbankan Syariah dengan pendekatan Theory Planned Behaviour Modifikasi. Disertasi, Program Doktor, Universitas Trisakti, Jakarta. 185 Yaacob, Hisham. 2013. Waqf History And Legislation In Malaysia: A Contemporary Perspective, Journal of Islamic and Human Advanced Research, Vol. 3, Issue 6, Month 2013, 387-402 Ya’qub, Hamzah., 1993, Etika Islam, Bandung : Diponegoro Yazid, 2003, PemasaranJasa: KonsepdanImplementasi, EdisiKedua, PenerbitEkonsia – FakultasEkonomi UII Yogyakarta. Zaenudin, A., Jamhari, Muhammad., 1998, Al-Islam, Jilid 2, Bandung: Pustaka Setia Zeithaml, V.A., Bitner, M.J.2003. Services Marketing: Integrating Customer Focus Across The Firm, 3 rd edition. Boston: McGraw Hill/Irwin. Zuhaili, Wahbah, 1987. Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Damaskus: Dar al-Fikr. 186 Profil penulis Dr. Beny Witjaksono, SP, MM lahir di Jember, 10 Oktober 1964, saat ini berkarier sebagai Anggota Badan Pelaksana di Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Bidang Investasi sejak Juni 2017 dan aktif mengajar sebagai Dosen Pasca Sarjana di Universitas Esa Unggul sejak tahun 2017. Sebelumnya yang bersangkutan menjabat sebagai Direktur Eksekutif Asosiasi Perbankan Syariah (ASBISINDO) sejak Juni 2015 dan sebagai Ketua Umum Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Keuangan Syariah (KS) sejak Oktober 2015. Selama 8 (delapan) tahun (2007-2015) berkarier sebagai direktur utama di PT. Bank Mega Syariah, 10 (sepuluh) tahun (1997-2007) berkarier sebagai direktur di PT. Bank Mega Tbk., 2 (dua) tahun (1995-1997) sebagai direktur di PT Para Multifinance dan selama 7 (tujuh) tahun (1988-1995) sebagai karyawan di PT. Bank Ekspor Impor Indonesia (Persero). Beliau memiliki total pengalaman lebih dari 27 tahun dalam bidang keuangan, termasuk di dalamnya 12 tahun dalam bidang keuangan syariah. Studi sarjana S1 dari Fakultas Pertanian Universitas Jember di tahun 1987 dengan predikat lulusan terbaik dan tercepat serta memperoleh kesempatan sebagai Mahasiswa Teladan mewakili Universitas Jember hadir pada acara memperingati hari Kemerdekaan Indonesia Agustus 1987. Pendidikan S2-nya diperoleh dari Institut Pengembangan Wiraswasta Indonesia (IPWI) sebagai Magister Manajemen untuk bidang marketing, lulus tahun 1995. Pendidikan S3-nya diperoleh dari Program Study Islamic Economics Finance Universitas Trisakti, lulus Desember 2016 dengan predikat cumlaude. Hingga saat ini, Dr Beny juga aktif sebagai peneliti dan pemerhati bidang keuangan syariah. 187