1
Fundraising Wakaf Uang Melalui Perbankan Syariah
Copyright © 2019 by (Beny Witjaksono)
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang
Dilarang mereproduksi atau memperbanyak
seluruh maupun sebagian dari buku ini dalam bentuk
atau cara apa pun tanpa izin tertulis dari penerbit
187 hlm. ; 14,5 x 19 cm
Penyunting Bahasa& Penata Letak:
Fitra Aulianty, Awaludin S. Abdulah
Proofreader: Risna Utami
Desain Sampul: Inside
ISBN: 978-602-5509-59-9
Cetakan 1, Januari 2020
Diterbitkan Oleh:
Loka Media
Mampang Prapatan II, No. 45 D
Jakarta Selatan, 12790
Telp: +62 83815193962
www.penerbitlokamedia.com
redaksilokamedia@gmail.com
2
3
Teruntuk
Bapak & Ibu Moentalip
Istriku, Rika Syahida
Anak-anakku, Fattah Mirza, Fikry Muhtadi, Amani Syakurah
Selayang Pandang Wakaf
Wakaf uang dapat menjadi sumber dana murah bagi perbankan
syariah di Indonesia. Maqashid asasi wakaf uang ialah melakukan
kebaikan dan menyebarkan manfaat. Sosialisasi wakaf uang harus
dilakukan semua pihak, baik pemerintah (Kementerian Agama), Badan
Wakaf Indonesia, bank syariah, nazhir maupun lembaga pendidikan.
Penulisan ini didasarkan atas penelitian penulis yang berjudul FaktorFaktor yang Memengaruhi Intensi Masyarakat Berwakaf Uang di
Perbankan Syariah dengan Pendekatan Theory Planned Behaviour
Modifikasi sebagai salah satu per-syaratan untuk menyelesaikan
program studi S-3. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengidentifikasi
dan menganalisis pengaruh variabel pengetahuan, sikap, norma subjektif, kendali perilaku, komitmen beragama, dan trust terhadap perilaku
melalui inten-sinasabah bank syariah di Jakarta untuk melakukan wakaf
uang melalui perbankan syariah.
Penelitian ini termasuk explanatory dan kualitatif. Populasi dalam
penelitian adalah masyarakat DKI Jakarta yang memiliki akses pada
perbankan syariah. Sampel dalam penelitian adalah sebanyak 331
responden nasabah Bank Syariah Cabang Utama Jakarta yang termasuk
dalam LKS PWU (Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang).
Penelitian menggunakan metode analisis data dengan menggunakan
softwareSmart PLS versi 2.0.m. PLS (Partial Least Square), merupakan
analisis persamaan struktural (SEM) berbasisvarian yang secara simultan
dapat melakukan pengujian model pengukuran sekaligus pengujian
model struktural.
4
Hasil penelitianini menunjukkan bahwa variabel sikap, norma
subjektif, kendali perilaku, komitmen beragama, dan trust memengaruhi
perilaku secara signifikan mela-lui intensi nasabah bank syariah di
Jakarta untuk melakukan wakaf uang melalui per-bankan syariah.
Sedangkan pengetahuan hanya memengaruhi secara tidak langsung.
Penelitian melalui pendekatan eksploratif memberikan hasil berupa
masukan untuk melakukan peninjauan UU wakaf No 41 Tahun 2004
terkait dengan posisi BWI, kemungkinan perbankan syariah sebagai
nadzhir dan imbalan untuk nazhir.
Fundraising adalah suatu bentuk/kegiatan penggalangan dana dan
sumber daya lainnya seperti wakif/donator dari masyarakat baik
individu, kelompok, organisasi, perusahaan ataupun pemerintah yang
digunakan untuk mencapai misi atau tujuan lembaga wakaf dan juga bisa
dimaknai sebagai menggalang wakif untuk mengembangkan usahausaha sosial (social enterprise) (Suparman, 2009).
Hal ini sebagai implementasi atas hasil penelitian tersebut di atas,
yaitu penghimpunan dana wakaf diperbankan syariah kurang bisa sukses
apabila menggunakan pendekatan pasif dan kurang terarah sebagaimana
selama ini dilakukan.
5
PRAKATA
Bismillahirrahmanirrahiim.
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang, atas kasih dan sayang-Nya, penulis dapat menyelesaikan
buku ini. Untuk itu penulis ucapkan rasa syukur kehadirat-Nya seraya
mengucapkan segala puji bagi Allah, Tuhan Semesta Alam. Selawat dan
salam penulis sampaikan kepada Nabi Besar Muhammad Saw yang telah
menyampaikan risalah-Nya sebagai petunjuk bagi seluruh alam menuju
kebaha-giaan di dunia dan akhirat.
Buku ini berjudul “Fundraising Wakaf Uang Melalui Perbankan
Syariah” yang disarikan dari penulisan disertasi berjudul Faktor-Faktor
yang Memengaruhi Intensi Masyarakat Berwakaf Uang di Perbankan
Syariah dengan Pendekatan Theory Planned Behaviour Modifikasi,
merupakan hasil kajian yang mendalam dan dapat digunakan sebagai
referensi yang bisa dipertanggungjawabkan secara akademik.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Pjs. Rektor Universitas Trisakti dan seluruh Guru Besar dan
penguji disertasi.
2. Prof. Dr. Uswatun Hasanah (almarhumah), selaku promotor
penulisan disertasi.
3. Dr. Tatik Mariyanti dan Dr. Mustafa Edwin Nasution, selaku
promotor dan co-promotor disertasi.
4. Prof. DR. (HC) drg. Chairul Tanjung, Chairman CT Corp.
5. Keluarga penulis. Khususnya Rika Syahida istri tercinta,
ananda Fattah Mirza, Fikry Muhtadi dan Amani Syakurah,
Ibunda (almarhumah) dan Ayahanda (almarhum).
6
6. Prof. Dr. Nurul Huda, SE, MM, Msi dan Nova Rini, SE, Msi,.
7. Seluruh pihak yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini.
Penulis telah memberikan upaya yang terbaik dalam melakukan
penelitian dan menulis buku ini.Namun demikian, penulis sangat
menyadari bahwa hasil penelitian yang tertuang dalam buku ini masih
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat diharapkan.
Sebagai penutup, penulis mendoakan semoga Allah SWT
membalas segala kebaikan kepada semua pihak yang telah membantu
penulis dengan pahala yang berlipat ganda. Semoga buku ini dapat
bermanfaat bagi dunia perwakafan uang di Indonesia khususnya, dan
bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan mempertebal keimanan kita
semua pada umumnya.
Jakarta, 20 Juni 2019
Penulis
Beny Witjaksono
7
KATA SAMBUTAN
Air tidak akan mengalir hingga kran dibuka. Untuk itu, mulailah
menulis, beribu kata bermakna akan terus mengalir
(Mohammad NUH, 2016)
lhamdulillah, memulai menulis memang tidaklah mudah, tetapi
yakinlah begitu telunjuk jari berada diatas keybord dan diawali
dengan bacaan Basmallah, kata demi kata dirangkai menjadi
kalimat bermakna akan terus mengalir sebagai asupan untuk
menyuburkan intelektual dan mempertajam mata hati. Ibarat air, tidak
akan mengalir sepanjang kran masih tertutup. Tetapi begitu kran dibuka,
aliran air akan terus mengalir memenuhi kebutuhan kehidupan. Itulah
ibarat memulai menulis seperti membuka kran air. Membuka kran tidak
cukup hanya bermodal keinginan untuk membukanya, namun juga
diperlukan ketrampilan (skills) dan keahlian tersendiri.
Bagi kita, bercerita berjam-jam lebih mudah dibanding menulis
meskipun hanya satu-dua halaman. Mendengar terasa lebih nyaman dan
bisa bertahan berjam-jam, dibanding membaca buku meskipun hanya
beberapa bab. Bercerita biasanya terkait dengan mendengar dan menulis
terkait dengan membaca, sehingga ada rangkaian kata ‘baca-tulis’.
Budaya tulis harus terus ditumbuhkan untuk saling melengkapi dan
menyempurnakan (komplementasi) dengan bahasa lisan yang sudah
tumbuh di masyarakat. Keunggulan peradaban selalu ditandai dengan
kuatnya budaya tulis, untuk itu tidak ada pilihan lain bagi kita, kecuali
menjadikan budaya tulis sebagai gerakan, terutama para ‘Scholar’ untuk
memperkaya khazanah pemikiran untuk membangun peradaban yang
unggul.
Menulis tidak lain adalah upaya explisitasi tacit knowledge
yang tersimpan dalam benak, pikiran dan pengalaman menjadi codified
(explisit) knowledge, atau ‘menterjemahkan’ menjadi codified
A
8
knowledge untuk tujuan tertentu, sehingga bisa dijadikan sebagai sumber
pembelajaran. Pak Beny yang telah memiliki kekayaan tacit knowledge
tentang perbankan, khususnya perbankan syariah (pernah sebagai
Direktur Utama Bank Mega Syariah) dan kecintaannya terhadap wakaf,
berusaha untuk diterjemahkannya dalam codified knowledge. Sehingga
apa yang telah dilakukan oleh Pak Beny dan Buku Fundraising, Wakaf
Uang Melalui Perbankan Syariah yang ditulisnya, sungguh sangat
penting dan berharga.
Kehadiran buku ini, ibaratnya menjadi ‘Muadzin’ sholat
shubuh, bukan sholat dhuhur, maghrib atau yang lain. Yang
membedakan adzan sholat shubuh dengan yang lain adalah ungkapan
“Ash-sholatu khoirun minan naum’ (sholat itu lebih baik dari tidur).
Ajakan untuk bangkit dari tidur. Itulah ilustrasi secara umum tentang
perwakafan nasional kita. Saatnya kita bangkitkan kembali.
Sebagai sebuah sistem, ajaran Islam kesempurnaannya terletak
pada keutuhan. Zakat, Infak dan Sedekah (ZIS) pemanfaatannya lebih
difokuskan untuk memenuhi kebutuhan operasional (operational
expenditure) umat. Sedangkan wakaf harus dikelola layaknya belanja
modal-investasi (capital expenditure). Keduanya saling melengkapi.
Kalau sebuah perusahaan, tidak pernah melakukan investasi, hanya sibuk
untuk memenuhi kebutuhan operasionalnya, perusahaan tersebut
biasanya tidak bertahan lama. Disitulah wakaf memenuhi titik
koordinatnya, yaitu wakaf untuk kesejahteraan, dakwah yang
berkualitas, kemartabatan dalam bingkai keabadian.
Buku yang ditulis oleh Pak Beny merupakan ikhtiar melakukan
sosialisasi tentang diversifikasi harta wakaf, yang memudahkan bagi
wakif untuk menunaikannya (digital-mobile banking) sekaligus ikut
mendorong tumbuhnya perbankan syariah (ekonomi syariah). Tentu,
dengan tetap berpegang pada prinsip dasar (maqoshidus-syar’i) adalah
menumbuhkan kemaslahatan. Kita semua yakin, kebangkitan wakaf
akan meningkatkan kualitas kehidupan kita semakin baik.
9
Akhirnya, sebagai Ketua Pelaksana Badan Wakaf Indonesia
(BWI), saya ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada Pak Beny, semoga menjadi amal jaryah.
Selamat membaca dan menikmatinya.
Jakarta, Januari 2020
Mohammad NUH
Ketua Badan Wakaf Indonesia
10
KATA SAMBUTAN
uji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunianya sehingga buku berjudul “Fundraising Wakaf Uang
melalui Perbankan Syariah” yang disusun oleh Sdr Beny
Witjaksono dapat menjadi salah satu referensi untuk
mengembangkan potensi Waqaf di Indonesia.
Buku ini menjadi sangat relevan bagi pengembangan perbankan
syariah, karena seperti kita ketahui bersama bahwa sesuai dengan UU
No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yaitu di pasal 4 butir (3)
bahwa Bank Syariah dan UUS dapat menghimpun dana sosial yang
berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf
(nazhir).
Buku yang berdasarkan penelitian terhadap nasabah Bank
Syariah ini memberikan insight yang cukup menarik bagi pengembangan
Ekosistem Keuangan Islami, yaitu salah satunya adalah Waqaf.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut peran perbankan syariah untuk
meningkatkan pengelolaan wakaf yang trusted menjadi penting,
sehingga nasabah bank syariah akan menjadi source of customer base
wakaf yg potential.
Bagi bank syariah product waqaf dapat menjadi competitive
advantage untuk memberikan value proposition yang berbeda serta
memperkuat customer engangement yang pada akhirnya diharapkan
wakaf dapat berkontribusi untuk meningkatkan market share perbankan
Syariah.
Besar harapan kami bahwa buku ini akan menjadi salah satu
sumber inspirasi, referensi dan rujukan bagi kita semua untuk
pengembangan waqaf di Indonesia.
Jakarta, Januari 2020
Ketua Asosiasi Bank Syariah Indonesia
Direktur Utama Bank Syariah Mandiri
Toni E. B. Subari
P
11
TESTIMONI
“Wakaf merupakan institusi islami yang sangat potensial untuk
dikembangkan guna mewujudkan kesejahteraan umat dan bangsa, hasil
riset ini menunjukkah hasil dari ikhtiar penelitinya untuk mencapai tujuan
tersebut, melalui pengembangan wakaf uang termasuk sukuk wakaf.”
Prof Dr Djaih Mubarak
“Konten dari buku ini tidak hanya memaparkan teori-teori mengenai
wakaf, khususnya wakaf uang, tetapi juga best practice bagi para
pengelola wakaf, khususnya dalam penghimpunan wakaf uang melalui
perbankan Syariah. Buku tersebut dapat menjadi rujukan dan referensi
bagi para akademisi dan praktisi wakaf , investasi sosial, dan pengelola
dana sosial islam di Nusantara.”
Guntur Subagja Mahardika
Chief Communication Officer (CCO)
Dompet Dhuafa
12
“Karena wakaf erat kaitannya dengan kreatifitas inisiasi dan tata kelola
wakaf, maka Nadzir perlu melakukan upaya kreatif dalam hal
menggagas program kerja sama, termasuk dalam hal pemanfaatan
banking channel dengan perbankan syariah nasional. Hal ini untuk
mendapatkan benefit berupa keunggulan teknologi transaksi dan
peluang masuk dalam segmen nasabah perbankan yang pada
gilirannya dapat menjadi donatur wakaf. Sebagai sebuah stimulus dan
proporsionalitas kerja sama, nadzir harus mampu menggagas kerja sama
dengan model mutual benefit. Artinya, baik Nadzir maupun Perbankan
harus mendapatkan benefit bersana secara proporsional.”
Bobby P. Manullang
Ketua Forum Wakaf Popduktif
“Wakaf Uang kini menjadi salah satu isu aktual dalam pengembangan
ekonomi dan keuangan syariah di tanah air. Kehadiran buku Fundraising
Wakaf Uang Melalui Perbankan Syariah karya Beny Witjaksono mengisi
kelangkaan literatur tentang Wakaf Uang. kelebihan buku ini karena
berbasis penelitian disertasi dan telah lulus diuji sesuai prosedur dan
standar akademik. Potensi pengembangan aset wakaf, termasuk potensi
penghimpunan Wakaf Uang di Indonesia sangat besar. Oleh karena itu
perlu penguatan regulasi yang memayungi dan strategi yang efektif
untuk menggerakkannya. Insya Allah suatu saat nanti wakaf menjadi
lokomotif kebangkitan ekonomi umat dan instrumen penanggulangan
kesenjangan sosial ekonomi. Wakaf salah satu pilar dalam mewujudkan
visi Indonesia sebagai pusat pertumbuhan ekonomi syariah dunia.”
M. Fuad Nasar
Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf
Kementerian Agama RI
Anggota Badan Wakaf Indonesia (BWI)
13
DAFTAR ISI
Selayang Pandang Wakaf ........................................................... 4
Prakata ......................................................................................... 6
Daftar Isi .................................................................................... 14
Bab 1. Pendahuluan .................................................................. 17
1.1 Potensi Wakaf ........................................................ 17
1.2 Fundraising ........................................................... 26
1.3 Ruang Lingkup dan Permasalahan ........................ 27
1.3.1 Ruang Lingkup ............................................. 27
1.3.2 Permasalahan ................................................ 27
Bab 2. Tinjauan Pustaka .......................................................... 32
2.1 Riset Terkait Wakaf ................................................ 32
2.2 Dimensi Wakaf dan Pengelolaan Wakaf ................ 40
2.2.1 Dimensi Wakaf ............................................ 40
2.2.2 Pengelolaan Wakaf ...................................... 47
2.3 Teori Perilaku Konsumen ....................................... 57
2.3.1 Perilaku Konsumen Konvensional ............... 57
2.3.2 Perilaku Konsumen Islami ........................... 69
2.3.3 Trust ............................................................. 70
2.3.4 Sikap ............................................................ 72
2.3.5 Norma Subjektif ........................................... 75
2.3.6 Kendali Perilaku........................................... 79
2.3.7 Pengetahuan Konsumen ............................... 80
2.3.8 Komitmen Beragama ................................... 82
2.4 Teori TSR (Tawhidi String Relation) ..................... 85
2.5 Kerangka Konseptual (Conseptual Framework) .... 89
14
Bab 3. Metodologi ...................................................................... 92
3.1 Desain Penelitian .................................................... 92
3.2 Populasi, Sampel, dan Metode Pengumpulan Data 92
3.2.1 Populasi ........................................................ 92
3.2.2 Sampel .......................................................... 93
3.3 Metode Pengumpulan Data ..................................... 94
3.4 Pengembangan Instrumen Penelitian ...................... 95
3.5 Ukuran Variabel ..................................................... 95
3.5.1 Ukuran Pengetahuan ..................................... 95
3.5.2 Ukuran Sikap/Akhlak ................................... 96
3.5.3 Ukuran Norma Subjektif/Niat....................... 97
3.5.4 Ukuran Kendali Perilaku .............................. 98
3.5.5 Ukuran Komitmen Beragama ....................... 98
3.5.6 Ukuran Trust/ Kepercayaan .......................... 99
3.5.7 Intensi Konsumen ....................................... 100
3.5.8 Ukuran Perilaku Konsumen ........................ 100
3.5.9 Ukuran Teta (θ) .......................................... 101
3.6 Uji Validitas dan Realibilitas Instrumen ............... 103
3.6.1 Uji Validitas................................................ 103
3.6.2 Uji Realibilitas ............................................ 103
3.7 Pengukuran Penelitian .......................................... 104
3.8 Metodologi TSR (Tawhidi String Relation) ......... 104
3.9 Model Analisis Data ............................................. 106
3.10 Exploratory Research ......................................... 114
Bab 4. Hasil Penelitian dan Pembahasan .............................. 117
4.1 Deskriptif Data ..................................................... 117
4.1.1 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ..... 117
4.1.2 Deskriptif Statistik Data Penelitian Setiap
Variabel ............................................................... 123
15
4.2 Hasil Pengujian Hipotesis ..................................... 143
4.2.1 Uji Validitas dengan Outer Loadings ......... 143
4.2.2 Composite Reliability ................................. 145
4.2.3 Cross Loadings ........................................... 146
4.2.4 Pengujian Hipotesis .................................... 147
4.2.5 Koefisien Determinasi ................................ 148
4.3 Analisis TSR (Tawheedy String Relationship) ..... 149
4.4 Analisis Wellbeing dan Maqashid Syariah Wakaf
Uang ........................................................................... 149
Bab 5. Kontribusi, Limitasi, dan Implikasi ........................... 155
5.1 Kontribusi ............................................................. 155
5.2 Limitasi ................................................................. 157
5.3 Implikasi ............................................................... 158
5.3.1 Implikasi Teoritik ....................................... 158
5.3.2 Implikasi Manajerial ................................... 159
Bab 6. Kesimpulan .................................................................. 160
Bab 7. Agenda Penelitian Masa Depan yang Diusulkan ...... 163
7.1 Peningkatan Pengetahuan Masyarakat .................. 163
7.2 Peningkatan Kepercayaan Masyarakat Terhadap
Nazhir ......................................................................... 164
Daftar Pustaka ......................................................................... 165
16
Bab 1. PENDAHULUAN
1.1 Potensi Wakaf
Potensi wakaf uang di Indonesia diyakini sangat besar dan dari
tahun ke tahun sema-kin meningkat, mengingat jumlah penduduk
muslim di Indonesia yang mencapai 210 juta jiwa dan jumlah tersebut
terus bertumbuh setiap tahun. Serta pendapatan perkapita juga tumbuh
seiring dengan pertumbuhan ekonomi negara Indonesia yang selalu
positif selama sepuluh tahun terakhir. Potensi tersebut akan menjadi
aktual apabila seluruh as-pek penunjang perwujudan potensinya dikelola
dengan maksimal.
Penghimpunan
wakaf
uang
dapat
terwujud
dengan
mengoptimalkan penghimpunan wakaf uang melalui perbankan syariah,
karena pada umumnya perbankan syariah merupakan lembaga keuangan
yang profesional dalam mengelola dana investasi. Wakaf uang yang
merupakan dana investasi ini akan bisa membiayai sektor-sektor
produktif seperti properti, kelapa sawit, transportasi, dan yang sifatnya
konsumer. Wakaf uang dapat berkembang jika dikelola seperti dana
investasi dan bekerjasama dengan nazhir yang profesional.
Penghimpunan wakaf uang melalui perbankan syariah tidak saja dapat
mengembangkan manfaat wakaf untuk masyarakat banyak, tetapi dapat
juga meningkatkan perkembangan perbankan syariah, mengingat wakaf
uang merupakan sumber dana murah.
Islam menampilkan dirinya sebagai agama yang berwajah
kedermawanan (philantropy). Wujud filantropi digali dari doktrin
keagamaan yang bersumber dari Alquran dan Hadis yang dimodifikasi
dengan perantara mekanisme ijtihad sehingga institusi wakaf muncul.
Institusi wakaf terus mengalami perkembangan paradigma yang cukup
17
signifikan seiring dengan penyesuaian berbagai aturan yang bersifat
ijtihad dan penerapan wakaf di wilayah tertentu dengan dimensi sejarah
yang selalu berubah (Minhaji, 2005).
Wakaf merupakan instrumen maliyah, yang sebagai ajaran
tergolong pada syariah yang bersifat sakral, tetapi pemahaman dan
implementasi wakaftersebut tergolong pada fiqh (upaya yang bersifat
kemanusiaan); karena itu, bisa dipahami bahwa praktik dan realisasi
wakaf tersebut terkait erat dengan realitas dan kepentingan umat di
masing-masing negara muslim (termasuk Indonesia). Tujuannya adalah
supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja.
Filantropi Islam juga dapat diartikan sebagai pemberian karitas (charity)
yang didasarkan pada pandangan untuk mempromosikan keadilan sosial
dan maslahat bagi masyarakat umum (Thaha, 2003).
Meskipun tidak jelas dan tegas perihal wakaf disebutkan dalam
Alquran, tetapi be-berapa ayat yang memerintahkan manusia berbuat
baik untuk kebaikan masyarakat dipandang oleh para ahli sebagai
landasan perwakafan (Al-Kabisi, 2004: 59). Di dalam Alquran surat AlHajj (22) ayat 77 Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, rukuklah, sujudlah, sembahlah
Tuhanmu, dan kerjakan kebaikan agar kamu beruntung.”
Allah memerintahkan agar manusia berbuat kebaikan supaya hidup
manusia itu bahagia. Pada surat lain Allah SWT memerintahkan manusia
untuk membelanjakan (menyedekahkan) sebagian hartanya yang dicintai
(surat Al-Imran (3): 92) yang berbunyi:
“Kamu tidak akan memperoleh kebaikan (yang sempurna)
sehingga kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa
saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.”
18
Hadis yang diriwayatkan muslim dari Abu Hurairah r.a berikut
adalah hadis yang mendasari wakaf. Sesungguhnya Nabi Muhammad
Sawtelah bersabda:
َ َسانُ ا إنق
اريَ ٍة َو ِع إل ٍم يُ إنتَفَ ُع
َ ط َع
َ اْل إن
َ ع َملُهُ ِإ اَّل ِم إن ث َ ََلث َ ٍة ِم إن
ِ صدَقَ ٍة َج
ِ ِإذَا َماتَ إ
ُعو لَه
ُ ح يَ إد
َ بِ ِه َو َولَ ٍد
ٍ صا ِل
“Apabila anak Adam (manusia) meninggal dunia, maka putuslah
pahalanya, kecuali tiga macam: Shadaqah Jariyah (wakaf), ilmu yang
dimanfaatkan, dan anak saleh yang mendoakan orang tuanya.”
(HR. Muslim No 1631)
Semua imam mazhab sependapat bahwa perbuatan mewakafkan
benda, yaitu men-sedekahkan manfaat dari harta wakaf merupakan amal
saleh yang institusinya terdapat dalam syariat Islam. Para ulama
mengatakan bahwa wakafmerupakan bentuk amal jariyah, yaitu amal
ibadah yang pahalanya terus mengalir dan tidak akan terputus bagi orang
yang berwakaf walaupun ia sudah meninggal dunia selama benda yang
diwakaf-kan masih dapat diambil manfaatnya sebagai amal jariyah
(Syah, I992).
Wakaf dikenal sejak masa Rasulullah Saw karena wakaf
disyariatkan pada tahun ke-dua Hijriyah. Ada dua pendapat yang
berkembang di kalangan ahli yurisprudensi Islam (fuqaha’) tentang siapa
yang pertama kali melaksanakan syariat wakaf. Menurut seba-gian
pendapat ulama mengatakan bahwa yang pertama kali melaksanakan
wakafadalah Rasulullah Saw, yaitu wakaf tanah milik Nabi Saw untuk
membangun masjid. Sebagian ulama menyatakan bahwa yang pertama
kali melaksanakan syariat wakaf adalah Umar bin Khattab. Pendapat ini
berdasarkan hadis yang diriwayatkan Ibnu Umar ra1 (Yaacob, 2013).
1
Dari Ibnu Umar, bahwa Umar pernah mendapatkan sebidang tanah dari
tanah Khaibar, kemudian ia bertanyapada Rasulullah), “Ya Rasulullah,
19
Praktikwakaf juga berkembang luas pada masa dinasti Umayyah,
dinasti Abbasiyah, dan dinasti sesudahnya. Banyak orang berduyunduyun untuk melaksanakan wakaf, dan wakaf tidak hanya untuk orangorang fakir dan miskin saja, tetapi wakaf menjadi modal untuk
membangun lembaga pendidikan, membangun perpustakaan, membayar gaji para staf, gaji para guru, dan beasiswa untuk para siswa dan
mahasiswa. Antusiasme masyarakat kepada pelaksanaan wakaf telah
menarik perhatian negara un-tuk mengatur pengelolaan wakaf sebagai
sektor untuk membangun solidaritas sosial dan ekonomi masyarakat
(Yaacob, 2013).
Persentase muslim Indonesia mencapai hingga 12,7 persen dari
populasi dunia. Dari 205 juta penduduk Indonesia, dilaporkan sedikitnya
88,1 persen beragama Islam (The Pew Forum on Religion & Public Life,
2010). Jumlah penduduk muslim yang besar ini merupakan potensi untuk
mengembangkan wakaf uang.
Harta benda wakafdapat berupa benda tidak bergerak (tanah,
bangunan, tanaman, dan lain-lain) dan benda bergerak (uang, logam
mulia, surat berharga, kendaraan, dan lain-lain). Wakaf uang (Cash
Wakaf/ Wakaf Al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang,
kelompok orang, lembaga, atau badan hukum dalam bentuk uang yang
saya mendapat sebidang tanah di Khaibar, suatu harta yang belum pernah
kudapat sama sekaliyang lebih baik bagiku selain tanah itu, lalu apa yang hendak
engkau perintahkan padaku?” Kemudian Nabi menjawab, “Jika engkau suka,
tahanlah pangkalnya dan sedekahkan hasilnya”. Kemudian Umar
menyedekahkannya dengan syarat tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan, dan
tidak boleh diwarisi yaitu untuk orang-orang fakir, untuk keluarga dekat, untuk
memerdekakan hamba sahaya, untuk menjamu tamu,dan untuk orang yang
kehabisan bekal dalam perjalanan (ibnu sabil), dan tidak berdosa orang yang
mengurusinya itu untuk memakan sebagiannya dengan cara yang wajar dan
untuk memberi makan (kepada keluarganya) dengan syarat jangan dijadikan hak
milik. (HR. Bukhari No 2737 dan HR. Muslim No. 1633)
20
hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang diperbolehkan
secara syar’i (fatwa MUI tentang wakaf uang). Wakaf uang
membukapeluang yang unik untuk menciptakan investasi guna
memberikan pelayanan keagamaan, layanan pendidikan, dan layanan
sosial (Medias, 2010).
Wakaf uang adalah wakafdalam bentuk uang yang kemudian
dikelola secara produktif oleh nazhir, dan hasilnya dimanfaatkan untuk
wakaf. Artinya, seorang yang ingin berwakaf uang hendaknya
berinvestasi yang kemudian hasil keuntungannya diwakafkan untuk
mauqufalaih (Fanani, 2011; Tohirin, 2010).
Menurut Muhammad (1997), orang yang pertama kali
mengenalkan wakaf uang dalam sejarah Islam adalah Imam Az-Zufar
pada abad kedelapan Masehi, salah satu ulama kalangan Madhzab
Hanafiyyah. Beliau menyatakan bahwa, wakaf uang harus diinvestasikan
melalui mudharabah dan keuntungannya dialokasikan untuk al-a’maal
alkhairiyyah (bantuan sosial). Hal tersebut dinyatakan serupa oleh Imam
Bukhari dan Ibnu Syihaab Azzuhri2. Imam Bukhari menyebutkan bahwa
Ibnu Syihaab Az-Zuhri membolehkan wakaf dinardan dirham, dengan
menjadikan dinar dan dirham tersebut sebagai modal usaha, yang
kemudian keuntungannya disalurkan untuk wakaf.
Wakaf produktif adalah harta benda atau pokok tetap yang
diwakafkan untuk diper-gunakan dalam kegiatan produksi dan hasilnya
disalurkan sesuai dengan tujuan wakaf. Seperti wakaf tanah untuk
digunakan bercocok tanam, mata air untuk dijual airnya, dan lain-lain.
Adapun wakaf uang merupakan wakaf yang diserahkan wakif dalam
bentuk uang kepada nadzhir melalui LKS PWU yang dipakai untuk
tujuan produktif sehingga hasilnya dapat dimanfaatkan. Dengan
2
Seorang ulama terkemuka dan peletak dasar tadwiin alhadiits
21
demikian, wakaf uang juga merupakan bagian dari wakaf produktif,
wakaf uang dipandang sebagai salah satu solusi yang dapat membuat
wakaf menjadi lebih produktif. Apabila wakaf uang mampu dikelola dan
diberdayakan oleh suatu lembaga secara profesional, akan sangat
membantu dalam menyejahterakan ekonomi umat, memenuhi hak-hak
masyarakat, serta mengurangi penderitaan masyarakat (Medias, 2010).
Wakaf mempunyai kontribusi solutif terhadap persoalan-persoalan
ekonomi kemasyarakatan (Direktorat Pemberdayaan Wakaf Kementrian
Agama RI, 2013). Sebagai upaya konkret agar wakaf uang dapat diserap
dan dipraktikkan di tengah-tengah masyarakat yang perlu diperhatikan
adalah:
1. Metode penghimpunan dana (fundraising), yaitu bagaimana
wakaf uang itu dimobilisasikan.
2. Pengelolaan dana yang berhasil dihimpun, orientasi dalam
mengelola dana tersebut adalah bagaimana pengelolaan
tersebut mampu memberikan hasil yang semaksimal
mungkin (income generating orientation).
3. Distribusi hasil yang dapat diciptakan kepada para penerima
manfaat (beneficiaries). Dalam mendistribusikan hasil ini
yang perlu diperhatikan adalah tujuan/orientasi dari distribusi
tersebut, yang dapat berupa penyantunan (charity),
pemberdayaan (empowerment), investasi sumber daya insani
(human investment), maupun investasi infrastruktur
(infrastructure investment).
Nasution (2005) dalam konteks menghitung potensi wakaf uang di
Indonesia, meng-asumsikan bahwa jumlah penduduk muslim kelas
menengah sebanyak 10 juta jiwa dengan rata-rata penghasilan perbulan
antara Rp500.000–Rp10.000.000, maka dapat dibuat perhitungan
22
sebagai berikut: (1) Apabila umat Islam yang berpenghasilan Rp500.000
sejumlah 4 juta orang, dan setiap tahun masing-masing
berwakafsebanyak Rp60.000, maka setiap tahun akan terkumpul Rp240
miliar. (2) Apabila umat Islam yang berpenghasilan 1 juta–2 juta rupiah
sejumlah 3 juta orang, dan setiap tahun masing-masing berwakaf
sebanyak Rp120.000, maka setiap tahun terkumpul dana sebesar Rp360
miliar. (3) Apabila umat Islam yang berpenghasilan 2 juta–5 juta rupiah
sejumlah 2 juta orang dan setiap tahun masing-masing berwakaf
sebanyak Rp600.000, maka setiap tahun terkumpul dana sebanyak 1,2
triliun. (4) Apabila umat Islam yang berpenghasilan 5 juta–10 juta rupiah
sejumlah 1 juta orang, dan setiap tahun masing-masing berwakaf
sebanyak 1,2 juta rupiah, maka setiap tahun terkumpul dana sebanyak
Rp1,2 triliun. Dengan demikian wakaf yang terkumpul selama satu tahun
sejumlah Rp3 triliun.
Potensi wakaf uang yang disampaikan oleh Nasution (2005)
tersebut di atas akan dapat terwujud apabila masyarakat memiliki
kepercayaan (trust) dalam menyerahkan harta yang diwakafkannya, baik
dalam bentuk fisik maupun dalam bentuk uang kepada nazhir (Huda
et.al, 2015), karena nazhir adalah orang yang paling bertanggungjawab
terhadap harta wakaf yang dipegangnya, baik terhadap harta wakaf itu
sendiri maupun terhadap hasil dan upaya pengembangannya. Potensi
wakaf uang yang diperkirakan oleh Nasution (2005) dapat juga terwujud
dengan mengoptimalkan penghimpunan wakaf uang melalui perbankan
syariah. Secara umum perbankan syariah merupakan lembaga keuangan
yang profesional dalam mengelola dana investasi. Wakaf uang dapat
berkembang jika dikelola seperti dana investasi (Tohirin, 2010; Amuda
dan Embi, 2013). Penghimpunan wakaf uang melalui perbankan syariah
tidak saja dapat mengembangkan manfaat wakaf untuk masyarakat
banyak, tetapi dapat juga meningkatkan perkembangan perbankan
23
syariah. Terkait fungsi perbankan syariah, wakif dapat mewakafkan
benda bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan syariah
(perbankan syariah sebagai LKS PWU) yang ditunjuk oleh menteri (UU
No 41 Tahun 2004 Pasal 28). Wakaf benda bergerak berupa uang akan
diterbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf uang. Sertifikat wakaf uang
diterbitkan dan disampaikan oleh lembaga keuangan syariah kepada
wakif dan nazhir sebagai bukti penyerahan harta benda wakaf.
Aset perbankan syariah berdasarkan statistik perbankan syariah
sampai dengan April 2014 tercatat masih mengalami pertumbuhan
sebesar 17,5 persen (year on year), meskipun pertumbuhan ini jauh di
bawah rata-rata pertumbuhan sejak 2005 sampai dengan 2013 yang
mampu mencapai 36,1 persen per tahun. Laju pertumbuhan tersebut
masih di atas rata-rata pertumbuhan aset perbankan nasional yang hanya
sebesar 16,3 persen per tahun. Untuk itulah industri perbankan syariah
mendapat julukan sebagai the fastest growing industry.
Akselerasi peningkatan pangsa perbankan syariah semakin
melandai, bahkan kembali menurun. Perlu perjuangan yang lebih besar
agar pangsa perbankan syariah nasional dapat kembali meningkat secara
berkelanjutan. Upaya ini cukup berat karena ibarat mengejar target yang
bergerak, sehingga perlu kecepatan yang lebih tinggi. Besar harapan agar
perbankan syariah nasional dapat mengejar pangsa perbankan syariah di
Malaysia yang sudah melebihi 20 persen, sehingga perannya dalam
perekonomian nasional menjadi lebih terasa.
Data historis menunjukkan bahwa laju pertumbuhan aset perbankan
syariah selama ini ditopang pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK),
sehingga pertumbuhannya terlihat selalu beriringan. Kemampuan
perbankan syariah dalam penghimpunan DPK sangat menentukan
akselerasi pertumbuhan asetnya. Kinerja penghimpunan dana pihak ke3 (DPK) perbankan syariah cenderung flat. Namun demikian,
24
pertumbuhan DPK Giro dan Tabungan (dana murah) tahun 2015 sebesar
9,2% sedikit lebih baik dibanding tahun 2014 sebesar 8,6%. Apabila
potensi wakaf bisa dihimpun oleh perbankan syariah maka diyakini dana
tersebut akan menjadi sumber dana murah bagi bank syariah dan dapat
membuat kinerja bank syariah menjadi lebih baik. Setidaknya, terdapat
dua faktor utama yang menurunkan kemampuan bank syariah dalam
penghimpunan DPK, yakni produk, pelayanan yang masih tertinggal dan
kemampuan ekspansi jaringan kantor serta infrastruktur perbankan
lainnya.
Kemampuan permodalan menjadi salah satu penyebab
melambatnya ekspansi jaringan kantor perbankan syariah. Terlebih,
setelah diterapkannya aturan mengenai pembukaan jaringan kantor Bank
Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) yang dikaitkan
dengan modal inti bank syariah. Walaupun tidak berdampak kepada
semua bank syariah, aturan ini membatasi gerak beberapa bank syariah
yang kondisi permodalannya terbatas. Kondisi ini tercermin dari CAR
perbankan syariah yang sampai dengan April 2015 tercatat sebesar 16,68
persen atau lebih rendah dari CAR perbankan nasional yang mencapai
20,79 persen.
Upaya peningkatan kemampuan modal bank, baik bank
konvensional maupun bank syariah menurut Arsitektur Perbankan
Indonesia dengan membuat business plan yang memuat target waktu,
cara, dan tahap pencapaian. Cara pencapaiannya melalui:
1. Penambahan modal baru baik dari shareholder lama maupun
investor baru;
2. Merger dengan bank (atau beberapa bank) lain untuk mencapai
persyaratan modal minimum baru;
3. Penerbitan saham baru atau secondary offering di pasar modal;
4. Penerbitan sukuk subordinated loan.
25
1.2 Fundraising
Fundraising adalah suatu bentuk/kegiatan penggalangan dana dan
sumber daya lainnya seperti wakif/donator dari masyarakat baik
individu, kelompok, organisasi, perusa-haan ataupun pemerintah yang
digunakan untuk mencapai misi atau tujuan lembaga wakaf dan juga bisa
dimaknai sebagai menggalang wakif untuk mengembangkan usahausaha sosial (social enterprise) (Suparman, 2009). Definisi lain dari
fundraising menurut Andreasen and Kotler (2008) adalah sebuah
aktivitas dalam mengumpulkan sumber daya keuangan dengan tujuan
sesuai yang diharapkan secara fundamental. Warwick (2000)
menekankan bahwa fundraising tidak hanya didefinisikan sebagai usaha
mem-peroleh pendanaan untuk suatu organisasi, tetapi juga termasuk
suatu cara menciptakan basis pendanaan, membuat penderma aktif,
visible, dan efisien.
Beberapa model fundraising wakaf menurut ulama terdahulu
adalah sebagai berikut:
1. Penukaran (istibdāl)
Suatu konsep tradisional di mana aset wakaf ditukar dengan
aset lainnya yang memiliki kesamaan dalam jenis layanan atau
tingkat pengembalian yang serupa tanpa terdapat perubahan
yang disyaratkan oleh pemilik.
2. Sewa berjangka panjang dengan pembayaran dimuka yang
besar (ḥukr)
Arti dari hukr adalah monopoli atau ekslusivitas. Pada
prakteknya, administrator wakaf akan mengahadapi
permasalahan berupa properti wakaf tidak dapat menghasilkan pendapatan sampai dengan adanya tambahan
investasi atau inovasi untuk mengembangkannya. Kontrak ini
memberikan keuntungan bagi nazhir untuk mendapatkan dana
26
dalam jumlah besar di depan melalui kontrak sewa jangka
panjang.
3. Sewa dengan pembayaran ganda (ijaratayn)
Arti ijaratayn adalah dua jenis penyewaan dengan artian
terdapat dua jenis pembayaran. Dengan satu jenis instrumen di
mana penyewa dapat memegang hak legal dari suatu properti
secara permanen. Perbedaan dengan hukr adalah pem-bayaran
di depan digunakan untuk merestorasi aset wakaf.
Selain model klasik di atas, terdapat pula modern fundraising yang
meliputi Direct Cash Waqf, Venture Philanthropy of Waqf Model
(VPWM), Social Enterprise Waqf Fund Model (SEWF).
1.3 Ruang Lingkup dan Permasalahan
1.3.1 Ruang Lingkup
Penelitian yang dilakukan ini meliputi dua ruang lingkup
objek utama, yaitu (1) esensi wakaf uang yang memiliki potensi
sangat besar jika dikelola secara profesional sebagai salah satu
sumber dana murah, (2) perbankan syariah, terkait penurunan
kinerja khususnya penurunan pertumbuhan aset. Penelitian yang
dilakukan ini berupaya mencari sinergi dari dua wilayah ruang
lingkup ini sehingga terdapat sinergi yang positif.
1.3.2 Permasalahan
Berdasarkan perhitungan potensi wakaf yang sudah
dilakukan Nasution (2005) serta Huda, Barata dan Rahardian
(2014) dan dikaitkan dengan penerimaan wakaf uang berdasarkan
data BWI sebagai berikut:
27
Tabel 1.1
Data penerimaan wakaf uang dari tahun 2008–2012
Sumber: Badan Wakaf Indonesia (BWI)
Berdasarkan tabel 1.1 tersebut di atas, terlihat adanya
perbedaan yang signifikan antara potensi dan realisasi penerimaan
wakaf uang. Data pada tabel 1.1 hanya sampai tahun 2012, karena
data resmi yang dipublikasikan oleh BWI hanya sampai tahun
2012. Pada tahun 2013 penerimaan wakaf uang di BWI sebesar Rp
3 Milyar. Potensi wakaf ini diyakini akan terus meningkat 5 sampai
10 tahun ke depan, bahkan ICMI sudah mengajukan ke OJK untuk
izin pembentukan Bank Wakaf. Pada sisi lain, industri perbankan
syariah periode 2014-2015 tidak mengalami perkembangan yang
diharapkan, yaitu terus mengalami kenaikan kinerja, melainkan
mengalami penurunan. Dua persoalan ini yang akan disinergikan
sehingga bisa saling memberikan dukungan untuk perkembangan
wakaf uang dan industri perbankan syariah.
Negara Mesir merupakan negara yang memiliki dana wakaf
yang sangat besar perannya bagi masyarakat dan menjadi sumber
pinjaman negara guna membiayai dana pembangunan. Hal ini tentu
sangat berbeda dengan yang terjadi di Indonesia.
28
Hasil riset terdahulu mengenai minat masyarakat pada
penggunaan perbankan syariah bukan saja dari variabel sikap,
norma subjektif, dan kontrol perilaku, tetapi juga religious
commitment memiliki pengaruh terhadap minat masyarakat menggunakan produk perbankan syariah (Sartika et.al, 2011; Jaffar dan
Musa, 2013).
Moral obligation atau religious commitment pada penelitian
Jaffar dan Musa (2013) digambarkan sebagai variabel religious
obligation. Variabel religious obligation tersebut merupakan salah
satu faktor yang memengaruhi sikap selain faktor penge-tahuan.
Faktor religious obligation hanya memiliki pengaruh secara
langsung kepada sikap dan pengaruh tidak langsung kepada
variabel intensi (Jaffar dan Musa, 2013). Selain faktor tersebut,
faktor lain yang dapat memengaruhi minat masyarakat walaupun
tidak secara langsung adalah faktor pengetahuan (knowledge).
Aswandy (2014) menyimpulkan bahwa pengetahuan merupakan
salah satu faktor dasar yang dapat membentuk loyalitas nasabah
bank syariah secara tidak langsung. Selain itu terdapat faktor yang
menghubungkan pengetahuan dengan loyalitas, yaitu kepercayaan
(trust). Adapun Wahyuni (2008); Jaffar dan Musa (2013)
menyebutkan bahwa tanpa ada pengetahuan masyarakat mengenai
produk perbankan syariah, maka sikap masyarakat yang terbentuk
akan memengaruhi minat masyarakat menggunakan produk
perbankan syariah. Faktor trust merupakan salah satu faktor yang
juga dapat memengaruhi intensi atau minat masyarakat (Karijin
et.al, 2007).
Penelitian terdahulu mengenai intensi masyarakat untuk
berwakaf salah satunya adalah penelitian yang dilakukan Huda,
Barata dan Rahardian (2014) dalam paper-nya yang berjudul
29
“Potential Endowments (Waqf) Development Strategy Based on
Waqif Household and Economic Infrastructure Index of Provinces
In Indonesia”, melakukan perhitungan potensi penerimaan wakaf
di Indonesia untuk masing-masing provinsi. Hasil penelitian Huda,
Barata dan Rahardian (2014) menunjukkan pemetaan potensi
penerimaan wakaf di Indonesia.
Furqon (2011) melakukan penelitian dengan judul “Analisis
Praktek Perwa-kafan Uang Pada Lembaga Keuangan Syariah”.
Hasil analisis Furqon (2011) adalah: (1) Penyebaran informasi
wakaf uang masih relatif terbatas dibandingkan dengan kekayaan
media dan pengalaman yang dimiliki oleh bank; (2) Bank Syariah
Mandiri (BSM) tidak memiliki meja khusus yang dapat melayani
pelanggan yang datang ke bank untuk berwakaf uang sehingga
ketika pelanggan datang untuk mendaftarkan wakaf uang, petugas
layanan pelanggan dan petugas bank akan melayani mereka tanpa
nadzhir dan saksi; dan (3) Dua model investasi wakaf uang di bank:
sektor riil untuk pembangunan rumah bersalin, dan sektor finansial,
di mana uang didepositkan dalam Deposito Syariah Mandiri.
Muhammed dan Ahmed (2015) melakukan penelitian dengan
judul “Relationship Between Intention and Actual Support
Towards the Construction of Modern Waqf-Based Hospital in
Uganda”. Penelitian yang dilakukan Mohammed dan Ahmed
(2015) menggunakan Theory of Planned Behavior (TPB) yang
dikembangkan oleh Ajzen (1985) untuk mengidentifikasikan
faktor-faktor
yang
memotivasi
wakif
untuk
intensi
berwakaf.Penelitian Mohammed dan Ahmed (2015) menjelaskan
hubungan antara intensi dan actual support terhadap pembangunan
rumah sakit modern berdasarkan wakaf di Uganda.
30
Berdasarkan uraian di atas maka potensi wakaf uang yang
sangat besar dibandingkan dengan realisasinya pada satu sisi dan
semakin menurunnya kinerja perbankan syariah mulai 2014 hingga
2016 diperlukan solusi untuk hal tersebut. Sehingga potensi wakaf
dan persoalan pada perbankan syariah menjadi sebuah sinergi
untuk menuju optimalisasi keduanya. Teori yang digunakan untuk
solusi permasalahan potensi wakaf tersebut adalah Theory Planned
Behavior (TPB).Hal ini sesuai dengan hasil riset Mohammed dan
Ahmed (2015) untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang
memotivasi wakif untuk berintensi wakaf, dengan mengetahui
faktor-faktor yang memengaruhi intensi wakifmelakukan wakaf
uang di perbankan syariah, maka akan diperoleh solusi dalam
permasalahan potensi wakaf yang belum terealisasi secara optimal
dan persoalan kinerja perbankan syariah.
31
Bab 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Riset Terkait Wakaf
Penelitian-penelitian mengenai wakaf saat ini mulai banyak
dilakukan baik dari akademisi maupun praktisi, beberapa riset yang
terkait wakaf diuraikan pada paragraf-paragraf berikut ini.
Mohammad (2006) melakukan penelitian dengan judul “Innovative
Modes of Finan-cing the Development of Waqf Property”. Metode
penelitian yang digunakan metode deskriptif, penelitian yang dilakukan
ini menawarkan model pembiayaan untuk me-ngembangkan harta
wakaf, khususnya di Malaysia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
proyek pembangunan wakafselain dari pemerintah dan badan-badan
setengah pemerintah dapat dibiayai melalui bank, pengembang, dan juga
oleh lembaga wakaf dengan cara pembiayaan sendiri.
Aziz dan Yusof (2014) judul artikelnya “An Initial Study on
Student’s Need Towards Islamic Waqf Bank for Education”. Tujuan dari
penelitian yang dilakukan Aziz dan Yusof (20140 ini adalah untuk
mengeksplorasi kebutuhan terhadap bank wakaf Islam untuk pendidikan.
Metodologi penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif terhadap 210
responden di kalangan mahasiswa muslim di Malaysia. Temuan umum
dari penelitian menunjukkan bahwa permintaan membangun bank wakaf
Islam sangat tinggi di kalangan siswa Malaysia. Selain itu, hasilnya
menunjukkan bahwa ada tuntutan yang kuat untuk pendirian bank wakaf
Islam. Kebolehan wakaf uang dan kesesuaian struktur modal bank
syariah dapat dianggap sebagai instrumen wakaf dalam memecahkan
masalah pembiayaan antara siswa.
32
Hassan (2010) melakukan penelitian dengan judul “An Integrated
Poverty Allevia-tion Model Combining Zakat, Awqaf And MicroFinance”. Penelitian yang dilakukan ini menghasilkan sebuah model
yang mengintegrasikan dua instrumen keuangan Islam dalam mengatasi
kemiskinan, yaitu zakat dan wakaf melalui lembaga keuangan mikro
syariah. Model yang ditawarkan dari penelitian tersebut berkaitan
dengan sumber dana pembiayaan, model investasi, dan aspek
manajemen. Penelitian yang dilakukan oleh Hassan (2010) tersebut
menunjukkan bahwa zakat dan wakaf serta lembaga keuangan mikro
syariah bisa terintegrasi dalam mengatasi kemiskinan. Integrasi tersebut
bisa ber-hasil mengatasi kemiskinan jika dilaksanakan secara profesional
mulai dari sumber dana sampai kepada manajemen penyaluran dana.
Furqon (2011) dengan judul penelitian “Analisis Praktek
Perwakafan Uang Pada Lembaga Keuangan Syariah”. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa salah satu lembaga keuangan syariah yang
mengelola dana wakaf uang, yaitu Bank Syariah Mandiri (BSM) masih
kurang profesional dalam mengelola dana wakaf uang tersebut. Salah
satu perma-salahannya adalah tidak ada unit tersendiri yang menerima
dana wakaf uang. Sehingga dana wakaf uang yang masuk melalui
lembaga keuangan syariah Bank Syariah Mandiri masih belum sesuai
dengan syariat rukun wakaf, yaitu harus ada wakif, nazhir, dan harta
yang diwakafkan.
Adam dan Lahsasna (2013) dengan judul penelitian “Cash
Endowment as Source of Fund in Islamic Micro Financing”. Metode
yang digunakan Adam dan Lahsasna (2013) adalah metodologi kualitatif
dengan menganalisis literatur tentang wakaf uang dan keuangan mikro.
Hasil penelitian Adam dan Lahsasna menghasilkan struktur baru pembiayaan mikro dengan menggunakan konsep baru, yaitu wakaf uang.
Wakaf uang dapat sebagai struktur inovatif yang berkontribusi terhadap
33
peningkatan dan perbaikan ke-uangan mikro dalam memobilisasi dana.
Penelitian Adam dan Lahsasna (2013) ini hanya menawarkan bahwa
wakaf uang bisa secara konsep menjadi sumber pendanaan bagi lembaga
keuangan mikro Islam. Bentuk penyaluran dana wakaf tersebut kurang
menjadi perhatian dari penelitian Adam dan Lahsasna (2013).
Saad dan Anuar (2009) melakukan penelitian dengan judul “’Cash
Waqf’ and Islamic Microfinanceuntapped Economic Opportunities”.
Penelitian Saad dan Anuar (2009) berkaitan dengan kemungkinan
menggunakan cash waqf (wakaf uang/tunai) sebagai sumber pendanaan
bagi keuangan mikro Islam dan menawarkan sebuah konsep baru yang
dapat diaplikasikan oleh lembaga keuangan mikro Islam, sehingga
operasional lembaga keuangan mikro Islam tetap berada pada jalur
syariah. Hasil penelitian Saad dan Anuar (2009) menghasilkan sebuah
model mengenai peran wakaf uang sebagai sumber pendanaan
microfinance. Model yang ditawarkan oleh Saad dan Anuar (2009)
tersebut menunjukkan bahwa wakaf uang dikumpulkan pada sebuah
institusi yang akan mengelola dana wakaf uang tersebut. Dana wakaf
uang
yang
terkumpul
akan
disalurkan
untuk
manfaat
microentrepreneurs. Model tersebut terlihat pada gambar 2.1 berikut.
Gambar 2.1
Cash Waqf as a Source of Funding for Islamic Microfinance
Sumber: Saad dan Anuar, 2009: 351
34
Ramli dan Jalil (2013), judul penelitian “Corporate Waqf Model
and Its Distinctive Features: The Future of Islamic Philanthropy”.
Tujuan penelitian yang dilakukan ini adalah melakukan identifikasi
model wakaf perusahaan dan memperhatikan hukum syariah pada
bentuk wakaf yang baru. Penelitian yang dilakukan ini bersifat teoritis
faktual sehingga sangat didasarkan pada analisis yang teliti dan
menyeluruh dari literatur sebe-lumnya. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa keuntungan dari wakaf perusahaan dapat diamati dari beberapa
aspek. Dengan ukuran besar aset dan dana, tim manajemen yang
profesional, kepercayaan publik terhadap praktik-praktik mereka dan
pengakuan pemerintah, wakaf perusahaan bisa dilihat sebagai model
yang paling menjanjikan di bidang pengembangan wakaf.
Huda, et al (2015) melakukan riset terkait prioritas masalah, solusi
dan strategi wakaf produktif. Solusi pada setiap aspek dipecah
berdasarkan masalah pada tiap aspek tersebut. Prioritas solusi terhadap
masalah pada aspek nazhir, rendahnya kompetensi nazhir dalam
pengelolaan wakaf; 1) pelatihan intensif bagi nazhir oleh kanwil
Kemenag; 2) sertifikasi bagi nazhir; 3) sinergi dengan perguruan tinggi
setempat. Untuk masalah nazhir bukan sebagai profesi utama, prioritas
solusinya adalah: 1) meningkatkan insentif bagi nazhir; 2) mengubah
nazhir perorangan menjadi lembaga. Masalah pengelolaan wakaf belum
optimal, prioritas solusinya: 1) kerjasama dengan lembaga keuangan
syariah; 2) pelatihan materi investasi bagi para nazhir; 3) pembentukan
tabungan wakaf atau wakaf uang. Prioritas solusi terhadap masalah pada
aspek wakif, budaya pemberian wakaf langsung ke personal adalah: 1)
kemudahan layanan nazhir; 2) kemudahan mendapatkan informasi
mengenai wakaf; 3) mendorong kesadaran masyarakat untuk berwakaf
pada lembaga wakaf. Pada masalah wakif tidak koordinasi dengan ahli
waris, prioritas solusinya adalah: 1) kejelasan surat wakaf; 2) koordinasi
35
antara nazhir dan wakif dalam pemberian wakaf; 3) penyerahan wakaf
dibuatkan berita acara di depan ahli waris wakif. Terakhir masalah terkait
rendahnya pemahaman wakif, prioritas solusinya adalah: 1) edukasi
wakaf pada masyarakat; 2) sosialisasi wakaf melalui berbagai media.
Beik (2013), dengan judul penelitian “Mengoptimalkan Wakaf
Uang Bagi Pengembangan UMKM. Hasil penelitian ternyata mayoritas
responden (51,94%), meski belum mengetahui secara pasti konsep wakaf
uang, tetapitelah meyakini bahwa wakaf uang dapat menjadi instrumen
yang dapat meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.
Keyakinan ini merupakan modal awal yang baik, yang diharapkan dapat
menggiring semangat para pelaku usaha untuk mau mewakafkan
sebagian hartanya bagi kepentingan pembangunan ekonomi umat, hanya
10,64 persen saja yang merasa tidak yakin. Namun demikian, hal yang
agak kontradiktif dengan keyakinan tersebut adalah persepsi responden
tentang kekhawatiran akan pemanfaatan wakaf uang untuk pembiayaan
yang bersifat komersial (skor rata-rata 2,82). Barangkali yang muncul di
benak responden adalah pemanfaatan wakaf uang ini harus sama dengan
zakat, di mana pada skema zakat produktif, pola penyalurannya biasanya
dilakukan dengan menggunakan akad qardhul hasan, atau pinjaman
tanpa bunga, dan bukan akad komersial. Agar umat ini memahami
hakikat wakaf uang dengan baik, maka para responden menyarankan
agar dibentuk pusat-pusat pelatihan atau pusat inkubasi bisnis berbasis
wakaf (skor rata-rata 3,80).
Hasanah (1997) dengan disertasinya yang berjudul “Peranan
Wakafdalam Mewujudkan Kesejahteraan Sosial (Studi Kasus
Pengelolaan Wakaf di Jakarta Selatan)”. Hasil penelitian yang dilakukan
ini menyimpulkan bahwa pengelolaan wakaf di lokasi penelitian baru
pada tahap mengarah untuk mewujudkan kesejahteraan umat dan belum
mampu untuk mewujudkannya secara nyata.
36
Fathurrohman (2012) dalam disertasinya yang berjudul “Wakaf dan
Penanggulangan Kemiskinan (Studi Kasus Pengelolaan Wakaf di
Kabupaten Bandung Jawa Barat)”. Hasil riset menjelaskan bahwa masih
banyak masalah-masalah yang dihadapi dalam pengelolaan tanah-tanah
wakaf secara produktif di Kabupaten Bandung, diantaranya sebagian
besar tanah-tanah wakaf digunakan untuk sarana ibadah dan sebagian
lagi letaknya tidak strategis. Di samping itu, pengetahuan dan
pemahaman nazhir terhadap peraturan perwakafan masih kurang.
Dengan kondisi seperti ini, tanah-tanah wakafagak sulit untuk dikelola
secara produktif sesuai dengan ketentuan hukum Islam maupun ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku karena para nazhir
kurang profesional dan kesulitan dana untuk biaya pengelolaannya.
Padahal, harta benda wakaf jika dikelola dan dikembangkan secara
produktif, maka dapat diperuntukkan sebagai salah satu alternatif untuk
membantu menanggulangi kemiskinan.
Shalih (2001) dalam disertasinya yang berjudul “Peran Wakaf
dalam Maqashid Syariah”. Hasil riset menjelaskan bahwa dalam wakaf
terdapat peran yang sangat penting untuk menjaga lima pilar maqashid
syariah, yaitu untuk memelihara agama (hifzhuddiin) maka wakaf
berperan dalam membersihkan hati seorang wakifdalam rangka
beribadah kepada Allah semata bukan beribadah kepada harta, sehingga
ia terhindar dari sifat kikir dan tamak dan terpupuk dalam dirinya sifat
kebersamaan dan kasih sayang yang dapat mengantarkan kepada
hifzhunnafs (memelihara jiwa), hifzhunnasab (memelihara keturunan),
hifzhul maal (memelihara harta), dan hifzhul ‘aql (memelihara akal)
dengan mendirikan yayasan atau lembaga pendidikan yang dapat
menyebarluaskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan sehingga
dapat melahirkan generasi muslim yang kompeten dalam segala bidang
baik ilmu syar’i maupun ilmu science, dan ilmu-ilmu lainnya. Beragam
37
prestasi yang diperoleh dari pengembangan ilmu pengetahuan oleh
masyarakat muslim pada abad pertengahan telah menjadi sumber
kemajuan teknologi negara-negara barat saat ini.
Huda, Barata dan Rahardian (2014) dalam papernya yang berjudul
“Potential Endowments (Waqf) Development Strategy Based on Waqif
Household and Economic Infrastructure Index of Provinces in
Indonesia”. Melakukan perhitungan potensi penerimaan wakaf di
Indonesia untuk masing-masing provinsi. Tabel nominal wakaf uang
yang potensial dikumpulkan untuk sejumlah rumah tangga potensial
setiap provinsi berdasarkan standar wakaf uang minimal yang ditetapkan
oleh Badan Wakaf Indonesia (BWI), yakni minimal Rp1.000.000 (satu
juta rupiah untuk bisa menjadi wakif, dan mendapat Sertifikat Wakaf
uang dengan cara langsung ke kantor salah satu dari 16 Lembaga
Keuangan Syariah (LKS) Penerima Wakaf Uang (PWU) atau lewat
rekening bank syariah tersebut.
Table 2.1
Spread of Potentional of Cash Wakaf
(Minimal Rp 1.000.000/ Household) in Indonesia 2011
Sumber: BPS, data diolah
38
Tabel 2.1 di atas menunjukan bahwa total potensi wakaf uang yang
bisa dikumpulkan paling minimal mencapai hampir Rp9 triliun. Ini
merupakan potensi yang sangat besar untuk membangun infrastruktur
ekonomi dengan mengusahakannya menjadi wakaf yang bersifat
produktif. Meskipun demikian, di suatu daerah tidak hanya memiliki
rumah tangga yang potensial berwakaf uang, tetapiada juga rumah
tangga yang belum mampu berwakaf. Jika dilihat dari sisi perbandingan
antara rumah tangga yang berpotensial untuk mengeluarkan wakaf uang
dibanding dengan rumah tangga yang belum mampu untuk berwakaf,
maka propinsi Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Kalimantan Timur,
DKI Jakarta, Sulawesi Tengah, Riau, Banten, dan Kalimantan Selatan
merupakan kelompok provinsi dengan rasio yang tertinggi untuk mengcover rumah tangga yang belum potensial dalam menyediakan wakaf
produktif di daerah tersebut, sehingga menjadi derah potensial dari sisi
rasio tersebut.
Mohammed dan Ahmed (2015) melakukan penelitian dengan judul
“Relationship Between Intention and Actual Support Towards The
Construction of Modern Waqf Based Hospital in Uganda”. Penelitian
menggunakan Theory of Planned Behavior (TPB) yang dikembangkan
oleh Ajzen (1985) untuk mengidentifikasikan faktor-faktor yang
memotivasi wakif untuk intensi berwakaf. Penelitian Mohammed dan
Ahmed (2015) menjelaskan hubungan antara intensi dan actual support
terhadap pembangunan rumah sakit modern berdasarkan wakaf di
Uganda. Penelitian yang dilakukan ini mengadopsi analisis faktor;
analisis komponen utama dan Structural Equation Modelling (SEM)
untuk menganalisis data dari 300 kuesioner yang valid. Hasil penelitian
Mohammed dan Ahmed (2015) menunjukkan bahwa ada tiga faktor
motivasi, yaitu: attitude (sikap), moral duties (kewajiban moral), dan
religious duties (kewajiban agama) memiliki pengaruh yang signifikan
39
dan positif terhadap intensikomunitas muslim untuk memberikan
dukungan secara keuangan dan bukan keuangan dalam pembangunan rumah sakit modern berbasis wakaf di Uganda.
Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi bagi upaya memaksimalkan penghimpunan wakaf uang
melalui perbankan syariah yang bekerjasama dengan nazhir profesional
dalam penghimpunan dana murah bagi perbankan syariah yang sangat
membutuhkannya untuk mendukung pengembangan usaha dengan lebih
baik sehingga bisa memenangkan persaingan dalam dunia perbankan
pada umumnya.
2.2 Dimensi Wakaf dan Pengelolaan Wakaf
2.2.1 Dimensi Wakaf
Wakaf berasal dari kata kerja bahasa Arab Waqafa (yaqifuwaqfan) berarti menahan atau berhenti. Dalam hukum Islam,
wakafberarti menyerahkan suatu hak milik yang tahan lama
(zatnya) kepada seseorang atau nazhir (pengelola wakaf), baik
berupa perseorangan maupun badan hukum, dengan ketentuan
bahwa hasil atau manfaatnya digunakan untuk hal-hal yang sesuai
dengan ajaran syariat Islam. Harta yang telah diwakafkan lepas dari
hak milik yang mewakafkan, dan bukan pula menjadi hak milik
nazhir, tetapi menjadi hak milik Allah dalam pengertian hak
masyarakat umum (Ahmed, 2004; Khalil, 2008).
Wakaf pada terminologi fikih berarti menahan harta yang
mungkin diambil manfaatnya serta substansi (‘ain) harta itu tetap
dengan jalan memutuskan hak penguasaan terhadap harta itu dari
orang yang berwakaf; ditujukan untuk penggunaan yang halal
(mubah) atau memanfaatkan hasilnya untuk tujuan kebaikan
dengan niat mendekatkan diri kepada Allah SWT (Zuhaili,1987).
40
UU No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf pasal 1 wakaf adalah
perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan
sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau
untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna
keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Wakaftelah dikenal oleh umat Islam sejak Nabi Muhammad
Saw masih ada, yaitu sejak beliau hijrah dari Makkah ke Madinah.
Tepatnya, wakaf disyariatkan pada tahun kedua hijrah. Para ulama
berpendapat bahwa sejarah awal wakaf dimulai oleh Umar bin
Khatab terhadap tanahnya di Khaibar.
Perbuatan Umar ini kemudian diikuti oleh Abu Thalhah,
sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, yang
mewakafkan kebun kesayangannya “Bairoha”. Selanjutnya disusul
oleh para sahabat yang lain, seperti Abu Bakar, Usman, Ali bin Abi
Thalib, Anas bin Malik, Abdullah bin Umar, Zubir bin Awwam,
dan Aisyah istri Rasulullah (Yacoob, 2013).
Perspektif Alquran mengenai wakaf, antara lain QS. Al-Hajj
(22): 77; Ali ‘Imran (3): 92; dan Al-Baqarah (2): 261. Surah AlHajj (22): 77 menjelaskan: (Perbuatlah kebajikan supaya kamu
mendapat kemenangan). Dalam surah Ali ‘Imran (3): 92
disebutkan: (Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaktian
(yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang
kamu cintai) dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka
sesungguhnya Allah mengetahui). Dalam surah Al-Baqarah (2):
261 Allah SWT berfirman:
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang
yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, adalah serupa dengan
sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir
seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa saja
41
yang Dia kehendaki dan Allah Maha Kuasa (Karunia-Nya) lagi
Maha Mengetahui.”
Menurut fikih (Zuhaili, 1987), wakaf dinyatakan sah apabila
semua rukun dan syaratnya terpenuhi secara lengkap. Rukun
(unsur-unsur yang membentuk) wakaf terdiri atas: (1)orang yang
berwakaf (wakif); (2) harta yang diwakafkan (al-mauquf); (3)
pene-rima wakaf (al-mauquf ‘alaih); dan (4) ikrar atau pernyataan
berwakaf(‘aqd al-waqf aw shigat al-waqf) dari orang yang
berwakaf. Keempat rukun ini, masing-masing memiliki syaratsyarat yang disepakati sebagian besar ulama. Misalnya
wakifmempunyai kecakapan untuk melakukan tabarru, yaitu melepaskan hak milik tanpa mengharapkan imbalan materiil
(Hasanah, 1997).
Orang yang berwakaf harus mempunyai kecakapan bertindak
secara hukum Islam, yaitu dewasa, sehat akalnya, tidak dibatasi hak
penguasaannya atas hartanya (ghair mahjur alaih), dan memiliki
harta yang hendak diwakafkannya. Adapun benda yang
diwakafkan harus berwujud barang yang sah diperjualbelikan,
dimiliki sepenuhnya oleh wakif pada saat wakaf dilaksanakan,
bermanfaat, dan substansinya tetap (baqa`u ‘ainihi), dikatakan
dengan jelas jenis, jumlah dan batasnya. Pernyataan wakaf dari
wakifharus tegas dan jelas tujuannya, tidak dibatasi oleh waktu,
dan tidak dipertautkan dengan suatu syarat (kepentingan).
Sedangkan penerima wakaf dapat berupa perorangan, kelompok
orang dan badan atau lembaga harus disebutkan secara jelas di
dalam pernyataan wakaf.
UU No 41 tahun 2004 pasal 6 menyatakan wakaf
dilaksanakan dengan memenuhi unsur wakaf sebagai berikut: a).
Wakif; b). Nazhir; c). Harta Benda Wakaf; d). Ikrar Wakaf; e).
42
Peruntukan Harta Benda Wakaf; f). Jangka Waktu Wakaf.
Sedangkan pasal 8 menjelaskan wakif perseorangan hanya dapat
melakukan wakaf apabila memenuhi persyaratan: a). dewasa; b).
berakal sehat; c). tidak terhalang melakukan perbuatan hukum; dan
d). pemilik sah harta benda wakaf.
Konsekuensi logis dari pernyataan wakaf, maka harta
wakafterlepas dari hak milik wakif, dan tidak pula pindah menjadi
milik orang atau badan yang menjadi tujuan wakaf. Pada umumnya
di dalam buku-buku fikih ditegaskan bahwa kepemilikan harta
wakafberalih dari wakif kepada Allah SWT dan tidak boleh dijual,
tidak boleh diberikan/dihibahkan dan tidak boleh diwariskan.
Orang yang mengelola wakaf disebut nazhir atau mutawalli
(Sugianto dan Kusnadi, 2014).
UU Nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf. Pasal 16
menyatakan bahwa harta benda wakafterdiri dari: (1) Benda tidak
bergerak; dan (2) Benda bergerak. Benda tidak bergerak meliputi:
(i) hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum
terdaftar; (ii) bangunan/bagian yang berdiri di atas tanah
sebagaimana dimaksud pada angka 1; (iii) tanaman dan benda lain
yang berkaitan dengan tanah; (iv) hak milik atas satuan rumah
susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku; (v) benda tidak bergerak lain sesuai dengan
ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan. Benda bergerak adalah harta benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi,
meliputi: uang; logam mulia; surat berharga; kendaraan; hak atas
kekayaan intelektual; hak sewa; benda bergerak lain sesuai dengan
ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
43
Wakaf uang adalah wakaf dalam bentuk uang yang kemudian
dikelola secara produktif oleh nazhir, dan hasilnya dimanfaatkan
untuk wakaf. Artinya, seorang yang ingin berwakaf uang
hendaknya berinvestasi yang kemudian hasil keuntungannya
diwakafkan untuk mauquf alaih.(Fanani, 2011).
Muhammad (1997), orang yang pertama kali mengenalkan
wakaf uang dalam sejarah Islam adalah Imam Az-Zufar pada abad
ke 8 Masehi, salah satu ulama kalangan Madhzab Hanafiyyah.
Beliau menyatakan bahwa, wakaf uang harus diinvestasikan
melalui mudharabah dan keuntungannya dialokasikan untuk ala’maal alkhairiyyah (bantuan sosial). Hal tersebut dinyatakan
serupa oleh Imam Bukhari dan Ibnu Syihaab Azzuhri. Imam
Bukhari menyebutkan bahwa Ibnu Syihaab Az-Zuhri
membolehkan wakaf dinar dan dirham, dengan menjadikan dinar
dan dirham tersebut sebagai modal usaha, yang kemudian
keuntungannya disalurkan untuk wakaf.
Wakaf uang ini merupakan permasalahan yang didiskusikan
di kalangan Ulama Fikih. Imam Nawawi dari kalangan Syafi’iyyah
mengatakan: “Dan berbeda pendapat para sahabat kita tentang
wakafdengan uang (dinar atau dirham). Orang yang boleh
mempersewakan dinar atau dirham, boleh juga berwakaf
dengannya, dan yang tidak bolehmempersewakannya, tidak
membolehkan
perwakafannya”
(Al-Nawawi,
Zakariya,
Muhyiddin, 1992).
Cizakca (1998), sejarah membuktikan bahwa wakaf uang
telah populer pada zaman Bani Mamluk dan Turki Utsmani. Di
awal perkembangan Islam pun, wakaf uang telah dibenarkan oleh
para ulama. Namun, wakaf uang baru berpengaruh secara
signifikan pada abad ke-16 Masehi yaitu pada zaman Turki
44
Utsmani. Arnaut (2000) menjelaskan, pembangunan kota Istanbul,
tak lepas dari wakaf uang yang berkembang pesat sehingga
menjadi pusat perdagangan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan
dokumen sejarah yang ditemukan pada tahun 1464 Masehi, yang
seratus tahun kemudian menjadi kebiasaan masyarakat Istanbul.
Kahf (2006) menyatakan wakaf produktif adalah harta wakaf
yang dimanfaatkan dan diolah sumbernya, sehingga hasilnya dapat
diinfakkan dan disedekahkan untuk membantu memenuhi
kebutuhan masyarakat.
Wakaf terbagi menjadi beberapa bagian menurut aspek
tujuannya, aspek waktunya, aspek penggunaan dan pengelolaan
hartanya/mauquf bih (Kahf, 2006; Mahmood, 2007; Rahman,
2009)
1.
Wakaf menurut aspek tujuan:
a) Wakaf Khairi: wakaf yang dimanfaatkan untuk
kepentingan masyarakat umum secara luas.
b) Wakaf
Ahli:
wakaf
yang
manfaatnya
diperuntukkan bagi keluarganya atau kerabat dan
keturunannya tanpa membedakan antara yang kaya
dan miskin, yang sehat dan sakit di antara mereka.
c) Wakaf Musytarak: wakaf yang manfaatnya
diperuntukkan bagi masyarakat umum dan
keluarga.
2.
Wakaf menurut aspek waktunya:
a) Wakaf Mu’abbad: wakaf yang bersifat abadi,
dalam hal ini seperti tanah, bangunan, dan benda
bergerak dengan syarat bersifat abadi untuk
diwakafkan.
45
b) Wakaf Mu’aqqat: wakaf yang pemanfaatannya
dibatasi waktunya oleh wakif, atau harta yang
bersifat tidak abadi ketika digunakan atau dimanfaatkan.
3.
Wakaf menurut aspek penggunaan dan pengelolaan
mauquf bih:
a) WakafLangsung: Harta yang dimanfaatkan secara
langsung untuk mewujudkan tujuan dari wakaf itu
sendiri, seperti: masjid untuk salat, sekolah untuk
belajar, dan rumah sakit untuk pengobatan.
b) Wakaf Produktif (wakaf uang): Harta yang
dimanfaatkan dan diolah sumbernya, sehingga
hasil dapat diinfakkan dan sedekahkan.
Berbagai macam wakaf tersebut telah disepakati oleh para
ulama, kecuali wakaf mu’aqqat yang hanya disepakati oleh para
Malikiyyah.
Wakafdansedekah mempunyai hikmah tersendiri yang
berbeda, wakafpada dasarnya memiliki peraturan-peraturan
khusus, terutama pada jenis harta yang diwakafkan. Hal ini berbeda
dengan sedekah yang tidak memiliki peraturan-peraturan yang
khusus. Asalkan kita memiliki harta untuk disedekahkan dan ada
orang yang akan menerima sedekahtersebut maka sedekahtelah sah
untuk dilakukan. Wakafdansedekah juga memiliki persamaan,
yaitu kedua perbuatan tersebut adalah perbuatan yang
diklasifikasikan kepada perbuatan tabarru’ yaitu perbuatan yang
tidak mengharapkan balasan apa-apa dari si penerima wakaf atau
sedekah, tetapi yang diharapkan dari wakaf dan sedekahadalah
balasan pahala ataupun manfaat dari Allah SWT dihari akhirat
nanti.
46
Kholid (2011) menjelaskan dengan munculnya lembagalembaga keuangan syariah dengan sistem bagi hasil, jual beli, dan
sewa menyewa, maka semakin mempermudah para pengelola
wakaf (nazhir) untuk menginvestasikan dana-dana wakaf yang
terhimpun sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam.
2.2.2. Pengelolaan Wakaf
Wakaf sebagai salah satu instrumen distribusi kekayaan
dalam rangka peningkatan kesejahteraan sosial secara menyeluruh,
maka dimensi muamalahnya memerlukan perhatian yang lebih
khusus. Sejarah umat Islam telah membuktikan besarnya peranan
wakaf dalam rangka menciptakan keadilan sosial ekonomi. Informasi yang didapat dari catatan di Istanbul, Jerussalem, Kairo dan
kota-kota lainnya menunjukkan bahwa tanah-tanah meliputi
sebagian besar dari keseluruhan wilayah yang dipergunakan
masyarakat (Kahf,1993:19).
Berikut gambaran pengelolaan wakaf di beberapa negara:
1) Perwakafan di Turki
Babacan (2011), wakaf di Turki ada yang dikelola oleh
Direktorat Jenderal Wakafdan ada pula yang dikelola oleh
mutawalli. Di samping mengelola wakaf, Direktorat Jenderal
Wakaf juga melakukan supervisi dan kontrol terhadap wakaf
yang dikelola oleh mutawalli maupun wakaf yang baru (Art
78 Civil Law). Dalam peraturan perundang-undangan di
Turki, wakafharus mempunyai dewan manajemen. Wakaf
yang ada di Turki juga harus diaudit dua tahun sekali. Dalam
hal ini Direktorat Jenderal Wakafmendapat 5% dari
pendapatan bersih wakaf sebagai biaya supervisi dan
47
auditing. Direktorat Jenderal Wakaf ditunjuk oleh Perdana
Menteri dan berada di bawah Kantor Perdana Menteri.
2)
Perwakafan di Mesir
Khalil, Ali, Shaiban (2014), wakaf di Mesir pada
awalnya banyak terdapat wakaf ahli (wakaf untuk keluarga)
dan wakaf khairi (wakaf untuk kepentingan umum). Dalam
hal wakaf ahli, wakif boleh menarik kembali harta yang ia
wakafkan maupun mengubah peruntukannya, tetapi tidak
diperbolehkan menarik wakaf bagi kepentingan dirinya
sendiri. Dalam hal wakaf khairi, wakif tidak dapat menarik
kembali dan tidak boleh mengubah peruntukkannya. Karena
berbagai permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan
wakaf ahli, maka pada akhirnya wakaf ahli dihapus, yang
dengan sendirinya juga menghapus wakafmuaqqat (wakaf
yang dibatasi waktunya), karena di Mesir semula
wakafmuaqqat hanya ada pada wakaf ahli. Peraturan
mengenai wakaf ini terus menerus direvisi sesuai dengan
situasi dan kondisi serta tetap berdasarkan syariat Islam,
sehingga pada tahun 1971 dibentuk suatu badan yang khusus
menangani wakaf dan pengembangannya (Cizakca, 1998;
Furqon, 2012).
Omer (2014) dalam Khalil, Ali, Shaiban (2014)
mengkritisi adanya ketidakefisienan dalam penyaluran dana
dan penyalahgunaan dalam penyaluran dana wakaf di Mesir.
3)
Perwakafan di Kuwait
Menurut Ramli dan Sulaiman (2006) tentang
perwakafan di Kuwait, telah didirikan ‘yayasan wakaf ‘aamm
48
Kuwait’ atau Kuwait Awqaf Public Foundation (KAPF) pada
tahun 1993 yang mempunyai tujuan khusus untuk wakaf dan
pembangunan proyek-proyek wakaf yang diperuntukkan
kepada masyarakat. Proyek wakaf tersebut telah memberikan
manfaat yang berharga kepada masyarakat di antaranya,
bantuan keuangan untuk pelajar yang kurang mampu,
bantuan pakaian bagi keluarga yang kurang mampu,
penyediaan air minum secara cuma-cuma di berbagai tempat,
serta bantuan makanan di bulan Ramadan bagi keluarga yang
susah.
Sebagai lembaga yang mengelola wakaf, KAPF juga
menerima dana zakat, infak, sedekah, dan pendapatan dari
investasi-investasi yang sesuai dengan syariat Islam. Untuk
mengembangkan wakaf yang ada, lembaga ini menyediakan
80% apartemen yang mereka miliki, sedangkan 20%
diperuntukkan bagi mereka yang tidak mampu. Untuk
mengelola wakaf, mereka benar-benar mempertimbangkan
aspek bisnis, dengan demikian wakaf yang mereka kelola
menghasilkan dana yang cukup besar yang selanjutnya akan
memperbesar dana wakaf yang mereka kelola. Dalam
mengembangkan wakaf, mereka juga melibatkan A-Manzil
Islamic Financial Services yang merupakan divisi The United
Bank of Kuwait.
4) Perwakafan di Qatar
Khalil, Ali, Shaiban (2014) menjelaskan, bahwa dalam
undang-undang nomor 8 tahun 1996 tentang wakaf dalam
Bab IV di Qatar disebutkan bahwa barang yang boleh
diwakafkan adalah benda tidak bergerak maupun benda
bergerak termasuk saham, surat-surat berharga, uang kertas
49
yang sifatnya dapat dimanfaatkan sesuai dengan syariat
Islam. Dalam masalah pengelolaannya di Qatar, wakaf uang
juga boleh diinvestasikan di bank-bank Islam dan hasil
investasinya dapat disalurkan kepada pihak-pihak yang
memerlukannya atau mauquf alaih.
5)
Perwakafan di Arab Saudi
Pemerintah kerajaan Saudi Arabia (Hasanah, 1997)
membuat peraturan bagi majelis tinggi wakaf dengan
ketetapan No. 574 tanggal 16 Rajab 1386 sesuai dengan surat
keputusan kerajaan No. M/35, Tanggal 18 Rajab 1386.
Majelis tinggi wakaf diketahui oleh Menteri Haji Dan
wakaf (Wizaratual-Auqaf Wa al-Hajji), yakni menteri yang
menguasai
wakaf
dan
menguasai
permasalahanpermasalahan perwakafan sebelum dibentuk majelis tinggi
wakaf. Majelis tinggi wakaf mempunyai wewenang untuk
membelanjakan hasil pengembangan wakaf dan menentukan
langkah-langkah dalam mengembangkan wakaf berdasarkan
syarat-syarat yang ditentukan wakif dan manajemen wakaf.
Di samping itu, majelis tinggi wakaf juga mempunyai
beberapa wewenang antara lain:
a) Melakukan pendataan wakaf serta menentukan
cara-cara pengelolaannya;
b) Menentukan langkah-langkah umum untuk
menanam modal, pengembangan dan peningkatan
harta wakaf;
c) Mengetahui kondisi wakaf yang ada;
50
d) Membelanjakan harta wakaf untuk kebijakan
menurut syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh
wakif dan sesuai syariat Islam;
e) Menetapkan anggaran tahunan demi kelangsungan
wakaf dan mendistribusikan hasil pengembangan
harta wakaf tersebut menurut pertimbanganpertimbangan tertentu;
f) Menggambarkan wakaf secara produktif dan
mengumumkan hasil wakaf yang sudah
dikeluarkan oleh pemerintah.
Wakaf yang ada di Saudi Arabia bentuknya bermacammacam seperti hotel, tanah, bangunan (rumah) untuk
penduduk, toko, kebun, dan tempat ibadah. Dari macammacam harta wakaf tersebut ada yang diwakafkan untuk dua
kota suci, yakni kota Makkah dan Madinah. Pemanfaatan
hasil wakaf yang utama adalah untuk memperbaiki dan
membangun wakaf yang ada agar wakaf tersebut kekal
dengan tetap melaksanakan syarat-syarat yang diajukan oleh
wakif.
Khusus terhadap dua kota suci, yakni Makkah dan
Madinah, pemerintah membantu dua kota tersebut dengan
memberikan manfaat hasil wakaf terhadap segala urusan
yang ada di kota tersebut. Hal ini dilakukan dengan tujuan
untuk mengoptimalkan pemanfaatan hasil pengembangan
wakaf. Dari hasil pengelolaan harta wakaf itu juga dibangun
perumahan penduduk. Hal ini tidak berarti bahwa dana yang
dipergunakan untuk membangun dua kota suci tersebut
hanyalah hasil pengembangan wakaf saja, karena Arab Saudi
di samping memiliki harta wakaf yang cukup banyak juga
51
memiliki kekayaan yang berlimpah dari hasil minyak yang
mereka produksi.
6)
Perwakafan di Yordania
Urusan wakaf di Yordania (Hasanah, 1997) diatur
dalam peraturan pengelolaan wakaf Usmani yang diterbitkan
pada tanggal 19 Jumadil Akhir tahun 1280 H. Aturan ini
berlaku hingga munculnya undang-undang baru tentang
wakaf Islam No. 25 Tahun 1947. Ketika muncul undangundang kerajaan tahun 1952 pada masa Raja Thalal bin
Abdullah, dibuatlah pasal 107 yang memuat pasal 63 undangundang tahun 1946. Pada masa ini ditetapkan bahwa hanya
Mahkamah Syar’iyyah memiliki hak untuk memutuskan
perkara wakaf sesuai dengan peraturannya yang khususnya.
Juga disebutkan bahwa mahkamah tersebut harus
menerapkan hukum-hukum syara’.
Pengelolaan wakaf di Yordania bisa dikatakan
sangatlah produktif. Hasil pengelolaan wakaf itu
dipergunakan berbagai proyek kemaslahatan umat.
Pertama, memperbaiki perumahan penduduk di
beberapa kota.
Kedua,
membangun perumahan petani
dan
pengembangan tanah pertanian di dekat kota Amman.
Wilayah tersebut luasnya 84 dunum dan di dalamnya terdapat
1.600 pohon anggur, zaitun, buah badam, dan kurma.
Ketiga, mengembangkan tanah pertanian sebagai
tempat wisata di dekat Amman. Di tanah pertanian ini
terdapat 2.300 pohon zaitun, anggur, kurma, dan buah badam.
52
Keempat, membangun sebuah tempat suci di daerah
Selatan. Areal tersebut luasnya 122 dunum, terdapat 350
pohon zaitun dan tanah pertanian ini akan dikembangkan
terus-menerus dengan dana wakaf.
7)
Perwakafan di Srilanka
Pemerintah Sri Lanka mengeluarkan Ordonansi Wakaf
dan Waris No. 31 tahun 1931. Wakaf di Sri Langka (Hasanah,
1997) sudah ada sejak agama Islam masuk dan berkembang
di negara tersebut. Di samping wakaf, lembaga Islam di Sri
Langka juga mempraktikkan hibah, wasiat, kewarisan dan
sebagainya. Pada tahun 1801 pemerintah Inggris
mengeluarkan peraturan yang berkenaan dengan lembagalembaga Islam di Sri Langka berupa undang-undang untuk
umat Islam yang dibakukan dalam Muhammadan Code 1806
yang didasarkan pada fikih Syafi'i dan diberlakukan bagi
seluruh umat Islam.
Pada tahun 1931 pemerintah Sri Langka mengeluarkan
Ordonansi Wakaf dan Waris No. 31 tahun 1931. Menurut
ordonansi ini pengadilan distrik merupakan badan pengawas
perwalian wakaf. Badan perwalian wakaf diwajibkan
melaporkan keuangan wakaf yang diurusnya kepada
pengadilan distrik. Pengabaian terhadap kewajiban ini
dianggap melanggar undang-undang. Ordonansi wakaf saat
itu tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya karena
adanya pertentangan antara konsep wakaf menurut ajaran
Islam dengan undang-undang Romawi-Belanda atau dengan
Undang-undang pemilikan yang sudah sangat lama berlaku
di pengadilan distrik. Di samping itu aturan-aturan wakaf di
53
Sri Langka juga tidak dapat diberi efek hukum di pengadilan
negeri karena di Sri Langka sebelum tahun 1956 tidak ada
peradilan syariat.
8)
Perwakafan di Indonesia
Setelah Islam masuk ke wilayah Indonesia, maka wakaf
mulai dikenal di Indonesia. Bukti awal paling kuat dapat
ditelusuri dari peran para walisongo dalam memperkenalkan
Islam. Untuk menyebarkan Islam ke lingkungan Istana,
biasanya dimulai dengan mendirikan pesantren dan Masjid di
lingkungan kesultanan (Istana). Pola ini dilakukan oleh
Syekh Maulana Malik Ibrahim (w.1419) dan Sunan Ampel
(w.1467), yang kemudian diikuti oleh tokoh Walisongo
lainnya. Masjid dan pesantren, di samping sebagai pusat
penyebaran Islam, juga sebagai institusi pertama yang
menjadi benih bagi perkembangan wakaf masa berikutnya
(Najib,2006:73). Peraturan mengenai perwakafan tanah di
Indonesia sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Pada
masa penjajahan, Pemerintah Kolonial Belanda, karena
melihat peran wakaf yang begitu besar bagi masyarakat
Indonesia, dirasa perlu mengeluarkan beberapa peraturan
mengenai wakaf, diantaranya Surat Edaran Sekretaris
Governement pertama tanggal 31 Januari 1905 no. 435
sebagaimana termuat dalam Bijblad 1905 no. 6196, Surat
Edaran sekretaris Governementtanggal 27 Mei 1935/A
sebagaimana termuat dalam Bijblad tahun 1935 no. 13480
(Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2006:15-16). Pada masa
penjajahan Jepang tidak ada peraturan mengenai wakaf yang
dikeluarkan. Sehingga peraturan mengenai perwakafan tanah
54
yang dikeluarkan pada masa penjajahan Belanda, terus
berlaku setelah Indonesia merdeka berdasarkan bunyi pada
Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945: “Segala
Badan Negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut UndangUndang Dasar ini”. Untuk penyesuaian dengan alam
kemerdekaan telah dikeluarkan beberapa petunjuk peraturan
perwakafan, yaitu petunjuk dari Departemen Agama
Republik Indonesia tanggal 22 Desember 1953 tentang
petunjuk-petunjuk mengenai wakaf. Untukselanjutnya
perwakafan menjadi wewenang Bagian D (ibadah sosial),
Jabatan Urusan Agama. Sebagai tindak lanjut peraturan
mengenai wakaf tanah, pada tanggal 8 Oktober 1956 telah
dikeluarkan
Surat
Edaran
no.
5/D/1956.
(Hermawan,2004:152). Akhir abad XX merupakan babak
baru dalam sejarah perwakafan Indonesia dengan
kemunculan wacana wakaf uang yang kemudian mengkristal
menjadi keinginan untuk melakukan pembaruan hukum
wakaf. Keinginan ini terwujud dengan lahirnya UndangUndang Wakaf Nomor 41 Tahun 2004. Munculnya UndangUndang Wakaf No 41 tahun 2004 tentang Wakaf disertai
dengan PP No. 42 tahun 2006 tentang pelaksanaan UndangUndang Wakaf. Berdasarkan Undang-Undang ini maka
dibentuklah Badan Wakaf Indonesia. Walaupun secara
legalitas, wakaf di Indonesia sudah rapi.Namun, hal tersebut
tidak menghilangkan masalah-masalah yang dihadapi dalam
mengelola wakaf di Indonesia.
Persoalan yang paling urgen saat ini adalah masalah
profesionalisme nazhir yang dianggap masih menjadi
55
kendala. Padahal nazhir merupakan figurpenting yang
menentukan berkembang atau tidaknya wakaf. Berdasarkan
hasil survei, hanya sedikit nazhir (16%) wakaf yang benarbenar mengelola wakaf secara penuh. Sebaliknya, mayoritas
nazhir (84%) wakaf mengaku tugasnya sebagai nazhir
hanyalah pekerjaan sampingan (Najib, 2003:97). Oleh karena
itu, upaya-upaya peningkatan profesionalisme nazhir harus
terus dilakukan sehingga peran wakaf untuk kesejahteraan
masyarakat bisa lebih optimal (Hermawan, 2004:154).
Prioritas masalah yang ada dalam regulator berkaitan
dengan pengelolaan wakaf adalah: 1) minimnya biaya APBN
untuk sertifikasi wakaf; 2) sosialisasi UU wakaf yang masih
kurang; 3) rendahnya koordinasi BWI dengan instansi terkait
untuk optimalisasi wakaf. Minimnya biaya APBN untuk
sertifikasi wakaf, membuat pengelola wakaf kurang berminat
untuk melegalkan harta wakafnya, berkaitan biaya yang
dibutuhkan untuk sertifikasi wakaf tersebut cukup besar.
(Huda, Anggraini, Nova Rini, Mardoni : 2014)
Terkait perkembangan wakaf uang di Indonesia sangat
lamban sekali jika dilihat dana wakaf uang yang berhasil
dihimpun dibandingkan dengan potensinya, ada beberapa hal
yang menyebabkan wakaf uang kurang berkembang3:
1. Rendahnya pengetahuan masyarakat khususnya
wakif tentang wakaf uang, secara umum
pemahaman wakaf masih pada esensi wakaf berupa
3
Badan Wakaf Indonesia, hasil FGD yang dilakukan BWI dengan berbagai pihak
(Nazhir, IDB, dan Regulator Wakaf Negara Tetangga, serta Akademisi) tanggal
26 Oktober 2016 di Hotel Sari Pan Pasific
56
2.
3.
tanah untuk masjid, tanah, dan wakaf untuk
lembaga pendidikan.
Sosialisasi yang masih belum optimal dari pihakpihak pengelola wakaf seperti BWI, nazhir
lembaga, dan Kementerian Agama melalui
Direktorat Wakaf.
Rendahnya trust wakif pada nazhir, karena nazhir
tidak mempunyai rencana investasi atas
pengumpulan wakaf uang.
2.3 Teori Perilaku Konsumen
2.3.1 Perilaku Konsumen Konvensional
Sudarmiatin (2009) menyatakan konsumen adalah orang atau
organisasi yang membeli barang atau jasa untuk dikonsumsi atau
dijual kembali atau diolah menjadi barang lain lebih lanjut.
Sehingga yang disebut konsumen tidak hanya meliputi konsumen
akhir, tetapi juga konsumen antara dan konsumen industri.
Schiffman dan Kanuk (1994) dalam Sumarwan (2004)
menyatakan bahwa perilaku konsumen dapat diartikan sebagai
perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli,
menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk atau jasa
yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka.
Kotler dan Keller (2008:166) mendefinisikan perilaku
konsumen adalah studi bagaimana tentang individu, kelompok,
dan organisasi memilih, membeli, menggunakan, dan bagaimana
barang, jasa, idea tahu pengalaman untuk memuaskan kebutuhan
dan keinginan mereka.
Solomon et al. (2002:6): Consumer behavior is the study of
the proceses involved when individuals or groups select, purchase
57
use or dispose of products, services, ideas, or experiences to satisfy
needs and desires.
Beberapa definisi mengenai perilaku konsumen di atas
menunjukkan bahwa perilaku konsumen merupakan tindakantindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha
memperoleh, menggunakan, dan menentukan produk dan jasa,
termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan
mengikuti tindakan tersebut. Kesimpulan ini sesuai dengan
pernyataan Engel et.al (1990) dalam Tjiptono (2008:19).
Supranto dan Limakrisna (2007:18) menyatakan bahwa
perilaku konsumen dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya faktor eksternal yang meliputi budaya (culture), sub
budaya (subculture), status sosial (social status), demografi,
family, kelompok rujukkan. Sementara faktor internal, meliputi
preferensi, pembelajaran (learning), memori, motivasi,
kepribadian (personality), emosi, dan sikap.
Swasta dan Handoko (2000:58) faktor-faktor yang dapat
memengaruhi perilaku konsumen ada dua hal yaitu faktor internal
dan eksternal; Faktor internal yang dapat memengaruhi perilaku
konsumen antara lain:1) motivasi dan 2) persepsi. Schiffman dan
Kanuk (2000:69); motivasi adalah The Driving force within individual that impels then to action. Motivasi merupakan kekuatan
penggerak dalam diri seseorang yang memaksanya untuk
bertindak. Sedangkan Handoko (2001:225) mengatakan bahwa
motivasi adalah suatu keadaan dalam pribadi yang mendorong
keinginan individu untuk melakukan keinginan tertentu guna
mencapai tujuan.
Schiffman dan Kanuk (2000:146) Perceptionis process by
which an individuals selects, organizers, and interprets stimuli into
58
the ameaningfull and coherent picture of the world. Kurang
lebihnya bahwa persepsi merupakan suatu proses yang membuat
seseorang untuk memilih, mengorganisasikan dan menginterpretasikan rangsangan-rangsangan yang diterima menjadi suatu
gambaran yang berarti dan lengkap tentang dunianya.
Kotler dan Amstrong (2006:156) mengemukakan bahwa
dalam keadaan yang sama, persepsi seseorang terhadap suatu
produk dapat berbeda-beda, hal ini disebabkan oleh adanya proses
seleksi terhadap berbagai stimulus yang ada. Pada hakikatnya
persepsi akan berhubungan dengan perilaku seseorang dalam
mengambil keputusan terhadap apa yang dikehendaki. Salah satu
cara untuk mengetahui perilaku konsumen adalah dengan
menganalisis persepsi konsumen terhadap produk. Dengan
persepsi konsumen kita dapat mengetahui hal-hal apa saja yang
menjadi kekuatan, kelemahan, kesempatan ataupun ancaman bagi
produk kita. Selain persepsi akan muncul pula sikap seseorang
dalam menilai suatu objek yang akan diminati dan untuk dimiliki.
Sikap sebagai suatu evaluasi yang menyeluruh dan memungkinkan
seseorang untuk merespon dengan cara yang menguntungkan atau
tidak terhadap objek yang dinilai. (Wahyuni, 2008:31-32).
Robbins (2006:169) sikap adalah pernyataan-pernyataan atau
penilaian evaluatif berkaitan dengan objek, orang atau suatu
peristiwa. Simamora (2002:14) bahwa di dalam sikap terdapat tiga
komponen, yaitu 1) Cognitive component: kepercayaan konsumen
dan pengetahuan tentang objek. Yang dimaksud objek adalah
atribut produk, semakin positif kepercayaan terhadap suatu merek
suatu produk maka keseluruhan komponen kognitif akan
mendukung sikap secara keseluruhan. 2) Affective component:
emosional yang merefleksikan perasaan seseorang terhadap suatu
59
objek, apakah objek tersebut diinginkan atau disukai. 3)
Behavioral component: merefleksikan kecenderungan dan perilaku
aktual terhadap suatu objek, yang mana komponen ini
menunjukkan kecenderungan melakukan suatu tindakan. Loudan
dan Delabitta (2004:217); komponen kognitif merupakan
kepercayaan terhadap merek, komponen afektif merupakan
evaluasi merek dan komponen kognatif menyangkut maksud atau
niatan untuk membeli. Hubungan ketiga tersebut dapat
digambarkan seperti pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3
Hubungan Antara Ketiga Konsep Sikap
Perilaku konsumen dalam proses pengambilan keputusan
untuk melakukan pembelian akan diwarnai oleh ciri
kepribadiannya, usia, pendapatan, dan gaya hidupnya. Kotler
(2000:170-176) konsumen dalam melakukan keputusan pembelian
ada lima tahapan yaitu: 1) pengenalan masalah, 2) pencarian
informasi, 3) evaluasi alternatif, 4) keputusan pembelian, 5)
perilaku pasca pembelian.
60
Kotler dan Keller (2008:166) juga mengungkapkan bahwa
faktor yang berpengaruh pada perilaku konsumen adalah faktor
kebudayaan, faktor sosial, faktor pribadi, dan faktor psikologis.
Berikut penjelasan dari faktor yang memengaruhi perilaku
konsumen, adalah:
1.
Faktor Kebudayaan, nilai-nilai dasar, persepsi,
keinginan, dan perilaku yang dipelajari seseorang
melalui keluarga dan lembaga penting lainnya (Kotler,
Amstrong, 2006:129). Penentu paling dasar dari
keinginan dan perilaku seseorang. Budaya,
mengkompromikan nilai-nilai
dasar,
persepsi,
keinginan, dan perilaku yang dipelajari seseorang
secara terus-menerus dalam sebuah lingkungan.
(Kotler, Bowen, Makens, 2003:201-202).
a. Sub Budaya. Sekelompok orang yang berbagi
sistem nilai berdasarkan persamaan pengalaman
hidup dan keadaan, seperti kebangsaan, agama, dan
daerah (Kotler, Amstrong, 2006:130). Meskipun
konsumen pada negara yang berbeda mempunyai
suatu kesamaan, nilai, sikap, dan perilakunya
seringkali berbeda secara dramatis. (Kotler,
Bowen, Makens, 2003:202).
b. Kelas
Sosial.
Pengelompokkan
individu
berdasarkan kesamaan nilai, minat, dan perilaku.
Kelompok sosial tidak hanya ditentukan oleh satu
faktor saja, misalnya pendapatan, tetapi ditentukan
juga oleh pekerjaan, pendidikan, kekayaan, dan
lainnya (Kotler, Amstrong, 2006:132).
61
2.
Faktor Sosial
a. Kelompok
Referensi.
Perilaku
seseorang
dipengaruhi oleh banyak kelompok kecil.
Kelompok referensi seseorang adalah semua
kelompok yang mempunyai pengaruh langsung
(tatap muka) atau tidak langsung terhadap sikap
atau perilaku orang tersebut. (Kotler, Bowen,
Makens, 2003: 203-204)
b. Keluarga. Keluarga adalah organisasi pembelian
konsumen yang paling penting dalam masyarakat.
Anggota keluarga pembeli dapat memberikan
pengaruh yang kuat terhadap perilaku pembeli.
(Kotler, Bowen, Makens, 2003:204)
c. Peran dan Status. Orang berpartisipasi dalam
banyak kelompok, keluarga, klub maupun
organisasi. Posisi seseorang dalam tiap kelompok
dapat ditentukan dalam segi peran dan status.
(Kotler, Amstrong, 2006:135)
3.
Faktor Pribadi
a. Usia dan Tahap. Daur hidup orang akan mengubah
barang dan jasa yang mereka beli sepanjang
kehidupan mereka. Kebutuhan dan selera
seseorang akan berubah sesuai dengan
bertambahnya usia. (Kotler, Bowen, Makens,
2003: 205-206)
b. Pekerjaan. Pekerjaan seseorang akan memengaruhi
barang dan jasa yang dibelinya (Kotler, Bowen,
Makens, 2003: 207)
62
c.
d.
e.
4.
Keadaan Ekonomi. Keadaan ekonomi akan sangat
memengaruhi pilihan produk. (Kotler dan
Amstrong, 2006:137)
Gaya Hidup. Gaya hidup seseorang menunjukkan
pola kehidupan orang yang bersangkutan yang
tercermin dalam kegiatan, minat, dan pendapatnya.
(Kotler dan Amstrong, 2006:138)
Kepribadian dan Konsep Diri. Kepribadian adalah
karakteristik unik dari psikologi yang memimpin
kepada kestabilan dan respon terus-menerus
terhadap lingkungan orang itu sendiri, contohnya
orang yang percaya diri, dominan, suka
bersosialisasi,
otonomi,
defensif,
mudah
beradaptasi, agresif (Kotler, Amstrong, 2006: 140).
Tiap orang memiliki gambaran diri yang kompleks,
dan perilaku seseorang cenderung konsisten
dengan konsep diri tersebut (Kotler, Bowen,
Makens, 2003: 212).
Faktor Psikologis
a. Motivasi. Kebutuhan yang mendesak untuk
mengarahkan seseorang untuk mencari kepuasan
dari kebutuhan. Berdasarkan teori Maslow,
seseorang dikendalikan oleh suatu kebutuhan pada
suatu waktu. Kebutuhan manusia diatur menurut
sebuah hierarki, dari yang paling mendesak sampai
paling tidak mendesak (kebutuhan psikologikal,
keamanan, sosial, harga diri, pengaktualisasian
diri). Ketika kebutuhan yang paling mendesak itu
63
b.
c.
d.
sudah terpuaskan, kebutuhan tersebut berhenti
menjadi motivator, dan orang tersebut akan
kemudian mencoba untuk memuaskan kebutuhan
paling penting berikutnya (Kotler, Bowen,
Makens, 2003:214).
Persepsi. Persepsi adalah proses dimana seseorang
memilih, mengorganisasi, dan menerjemahkan
informasi untuk membentuk sebuah gambaran
yang berarti dari dunia. Orang dapat membentuk
berbagai macam persepsi yang berbeda dari
rangsangan yang sama (Kotler, Bowen, Makens,
2003: 215).
Pembelajaran. Pembelajaran adalah suatu proses,
yang selalu berkembang dan berubah sebagai hasil
dari informasi terbaru yang diterima (mungkin
didapatkan dari membaca, diskusi, observasi,
berpikir) atau dari pengalaman sesungguhnya, baik
informasi terbaru yang diterima maupun
pengalaman pribadi bertindak sebagai feedback
bagi individu dan menyediakan dasar bagi perilaku
masa depan dalam situasi yang sama (Schiffman,
Kanuk, 2000:207).
Keyakinan dan Sikap. Keyakinan adalah pemikiran
deskriptif bahwa seseorang memercayai sesuatu.
Keyakinan dapat didasarkan pada pengetahuan
asli, opini, dan iman (Kotler, Amstrong, 2006:144).
Sedangkan sikap adalah evaluasi, perasaan suka
atau tidak suka, dan kecenderungan yang relatif
64
konsisten dari seseorang pada sebuah objek atau
ide (Kotler dan Amstrong, 2006:145).
Assael (1992), ada tiga faktor yang memengaruhi konsumen
dalam membuat keputusan pembelian, yaitu konsumen individu,
lingkungan, dan penerapan strategi pemasaran. Selengkapnya
dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 2.4.
Model Perilaku Konsumen Menurut Assael
Sumber: Assael, 1992
Pada Gambar 2.4 di atas dijelaskan bahwa terdapat tiga faktor
yang memengaruhi pilihan konsumen dalam membeli barang/jasa,
yaitu (1) Konsumen individual, (2) lingkungan dan (3) penerapan
strategi pemasaran.
Model Perilaku Konsumen yang diungkapkan Engel,
Blackwell, Miniard (2004), memaparkan tentang sejumlah faktor
yang menentukan pengambilan keputusan. Faktor-faktor tersebut
65
adalah perbedaan individu, pengaruh lingkungan, proses psikologis
dan bauran pemasaran. Lihat skema model sebagai berikut:
Gambar 2.5.
Model Perilaku Konsumen
Sumber: Engel, Blackwell, Miniard 2004
Model perilaku konsumen yang dikembangkan oleh Ajzen
dan Fishbein disebut model Theory of Planned Behavior (TPB).
Teori ini yang awalnya dinamaiTheory of Reasoned Action (TRA),
dikembangkan di tahun 1967. Pada tahun 1988, hal lain
ditambahkan pada model reasoned action yang sudah ada tersebut
dan kemudian dinamai Theory of Planned Behavior (TPB), untuk
mengatasi kekurangan dan kekuatan yang ditemukan oleh Ajzen
dan Fishbein melalui penelitian-penelitian mereka dengan
menggunakan TRA.Berawal dari timbulnya kritik terhadap teori
66
dan pengakuan sikap yang seringkali tidak tepat, yaitu tidak dapat
memperkirakan perilaku yang akan timbul.
Ajzen dan Fishbein dalam Sarwono (2002) mengemukakan
teori tindakan beralasan (Theory of Reasoned Action) dengan
mencoba melihat anteseden atau penyebab perilaku volisional
(perilaku yang dilakukan atas kemauan sendiri) (Azwar, 2002).
Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa: 1) Manusia umumnya
melakukan sesuatu dengan cara yang masuk akal; 2) Manusia
mempertimbangkan semua informasi yang ada dan 3) Secara
eksplisit maupun implisit manusia memperhitungkan implikasi
tindakan mereka (Mukhtar & Butt, 2012).
Ajzen dalam Azwar (2002), menambahkan menurut
kerangka teori reasoned action intensi merupakan kekuatan utama
yang menjadi sumber motivasi seseorang untuk bertingkah laku
tertentu. Semakin kuat intensi untuk melakukan tingkah laku
tertentu, maka semakin besar kemungkinannya untuk melakukan
tingkah laku tersebut (Sarwono, 2002).
Gambar 2.6.
Hubungan Antara Sikap, Norma Subjektif,dan Niat Berperilaku
Menurut Teori Reasoned Action
Sumber: Fishbein, et al., 1980 dalam Sarwono W. , 2002
67
Kerangka pemikiran teori ini dimaksudkan untuk mengatasi
masalah control volisional yang belum lengkap dalam teori terdahulu.
Inti dari teori planned behavior tetap berada pada faktor intensi perilaku
tetapi determinan intensi tidak hanya dua (sikap terhadap perilaku yang
bersangkutan dan norma-norma subjektif) melainkan tiga, dimana
dengan diikutsertakannya aspek perceived behavioral control(PBC)
(Azwar, 2002; Rhodes et.al,2006; Dobocan,2013; Leng et.al, 2011;
Muthmainah & Cholil,2015; Ziadar, 2015; Yu & Teng, 2011; Ramayah
et.al, 2009; Armitage et.al, 2002; Gilaninia et.al,2011; Armitage &
Conner,2001; Pookulangara,2008; Yaghoubi & Bahmani,2010; Khan &
Azam,2016; King, 2003; Ferdous & Polonsky, 2013; Sheeran et.al,
2003; Al-Nahdi et.al, 2015; Alexandra,2015; Chatzisarantis et.al, 2004;
Shih & Fang, 2004; Hsu et.al, 2006).
Gambar 2.7
Theory of Planned Behavior
Sumber: Ajzen, I. (1991)
68
Gambar 2.7 di atas menunjukkan gambaran dari Theory of
Planned Behavior (TPB) yang digunakan dalam penelitian ini.
Behavioral beliefs, normative beliefs, control Beliefs merupakan
dasar iman seseorang untuk terbentuknya konsep atau ilmu dari
perilaku konsumen. Konsep atau ilmu perilaku konsumen tersebut
terdiri dari attitude toward the behavior, subjective norm, dan
perceived behavior control. Amal dari ilmu tersebut adalah intensi
dan perilaku konsumen. Uraian tersebut menunjukkan bahwa
Theory of Palnned Behavior (TPB) yang merupakan teori perilaku
dalam penelitian yang dilakukan ini mengandung iman, ilmu, dan
amal.
2.3.2 Teori Perilaku Konsumen Islami
Ada tiga nilai dasar yang menjadi pondasi bagi perilaku
konsumsi masyarakat muslim (Huda, 2006):
1.
Keyakinan akan adanya hari kiamat dan kehidupan
akhirat, prinsip ini mengarahkan seorang konsumen
untuk mengutamakan konsumsi untuk akhirat daripada
dunia. Mengutamakan konsumsi untuk ibadah daripada
konsumsi duniawi. Konsumsi untuk ibadah merupakan
future consumption (karena terdapat balasan surga di
akhirat), sedangkan konsumsi duniawi adalah present
consumption.
2.
Konsep sukses dalam kehidupan seorang muslim
diukur dengan moral agama Islam, dan bukan dengan
jumlah kekayaan yang dimiliki. Semakin tinggi
moralitas semakin tinggi pula kesuksesan yang dicapai.
Kebajikan, kebenaran, dan ketaqwaan kepada Allah
merupakan kunci moralitas Islam. Kebajikan dan
69
3.
kebenaran dapat dicapai dengan perilaku yang baik dan
bermanfaat bagi kehidupan dan menjauhkan diri dari
kejahatan.
Kedudukan harta merupakan anugerah Allah dan bukan
sesuatu yang dengan sendirinya bersifat buruk
(sehingga harus dijauhi secara berlebihan).Harta
merupakan alat untuk mencapai tujuan hidup, jika
diusahakan dan dimanfaatkan dengan benar.(QS.2:
265).
ام إنأ َ إنفُ ِس ِه
ِ ً ضاتِاللا ِه َوت َثإ ِبيت
َ َو َمث َ َُللاذِينَيُ إن ِفقُونَأ َ إم َوالَ ُه ُما إبتِغَا َء َم إر
ُص إب َه َاو
ِ اض إعفَ إي ِنفَإِ إنلَ إمي
ِ صابَ َه َاوابِلٌفَآتَتإأ ُ ُكلَ َه
َ َ إم َك َمث َ ِل َجنا ٍةبِ َرب َإوةٍأ
ٌّۗ َ ٌ
َابِلف
ير
ٌ ص
ِ َطل َواللا ُهبِ َمات َ إع َملُونَب
Artinya: “Dan perumpamaan orang-orang yang
membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan
Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah
kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh
hujan lebat, Maka kebun itu menghasilkan buahnya dua
kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka
hujan gerimis (pun memadai) dan Allah Maha Melihat
apa yang kamu perbuat (Al- Baqarah: 265).
2.3.3 Trust
Morgan dan Hunt dalam Bart et.al (2005) mengemukakan
bahwa kepercayaan merupakan “a willingness to accept
vulnerability, but with an expectation or confidence that one can
rely on the other party”.
Pendapat di atas menggambarkan bahwa kepercayaan akan
terjadi apabila seseorang memiliki keyakinan diri kepada
70
reliabilitas dan integritas dari partner. Berdasarkan beberapa
definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kepercayaan
adalah kesediaan pihak tertentu terhadap pihak lain dalam
melakukan hubungan transaksi berdasarkan suatu keyakinan
bahwa pihak yang dipercayainya tersebut akan melakukan
tindakan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan kata lain, kepercayaan itu akan mengukur apakah seseorang memercayai pihak
lain sebagai pihak yang dapat dipercaya (Rahmawaty, 2012;
Moshavi & Ghaedi, 2012; Hazrati et.al,2012; Schwepker &
Schultz,2013).
Konsep kepercayaan dalam penelitian yang dilakukan ini
adalah kepercayaan pada lembaga penghimpun dan pengelola
wakaf yang disebut dengan nazhir. Upaya harus dilakukan oleh
lembaga penghimpun dan pengelola wakaf, yaitu nazhir agar
kepercayaan masyarakat yang disebut dengan wakif semakin
meningkat. Hal ini disebabkan kepercayaan mempunyai pengaruh
besar pada niat dan perilaku konsumen untuk melakukan
transaksi berupa pembayaran wakaf khususnya wakaf uang
kepada nazhir.
Menurut Koufaris dan Hampton-Sosa (2004), indikatorindikator trust meliputi: trustworthy, keep the best interest, keep
the promises and commitment, believe the information
provided,dan genuinely concerned. Dengan demikian, jika nazhir
itu dapat dipercaya oleh masyarakat, maka akan mendorong
masyarakat untuk mewakafkan uang atau harta kepada nazhir.
71
2.3.4 Sikap
2.3.4.1 Sikap Perspektif Umum
Sikap berasal dari Bahasa Latin, aptus, yang
berarti cocok dan siap untuk bertindak atau berbuat sesuatu.
Fishbein & Ajzen (1975) mendefinisikan attitude sebagai
suatu faktor predisposisi atau faktor yang ada dalam diri
seseorang yang dipelajari untuk memberikan respons
dengan cara yang konsisten, yaitu suka atau tidak suka pada
penilaian terhadap suatu objek yang diberikan. Robinson et
al (1991) dalam Schwarz et al (2009) menjelaskan bahwa
attitude relatif kurang stabil dibandingkan kepribadian dan
dapat berubah dengan berjalannya waktu dan sesuai dengan
situasi yang terjadi antara seseorang dengan lingkungan.
Eagly & Chaiken (1993) menjelaskan beberapa
pemahaman tentang attitude, yang akan dijelaskan berikut
ini:
1.
Attitude sebagai suatu kecenderungan, yang
muncul sesaat pada saat terakhir. Champbell
dalam
Eagly
&
Chaiken
(1993)
menggambarkan bahwa sikap diperoleh
sebagai hasil proses belajar, sehingga
menciptakan suatu kecenderungan dalam
merespons sesuatu dengan cara-cara tertentu.
2.
Attitude sebagai suatu penilaian, yakni suatu
bentuk evaluatif yang menghubungkan
berbagai jenis rangsangan dengan respon
tertentu. Dengan kata lain, sebuah respon yang
ditampakkan dalam attitude berasal dari suatu
rangsangan.
72
3.
Attitude sebagai suatu proses yang laten, yang
berarti attitude mencerminkan beberapa
bagian mekanisme yang tersembunyi dan tidak
dapat diamati secara langsung.
Attitude merupakan cerminan dari behavioural
belief, Fishbein & Ajzen (1975) menyatakan bahwa belief
mewakili informasi-informasi yang melekat pada objek
attitude. Behavioural belief adalah outcome yang didapat
setelah melakukan suatu perilaku tertentu dan evaluasi
terhadap outcome tersebut (Pawlak 2008). Sebagai salah satu
komponen dalam rumusan intensi, attitude terdiri dari
behavioural belief dan evaluasi belief (Ajzen, 2005), seperti
rumusan berikut ini:
AB
b
e
n
(2.1)
Dimana:
= Sikap terhadap perilaku tertentu
= Belief terhadap perilaku tersebut yang
mengarah pada konsekuensi i
= Evaluasi seseorang terhadap outcome i
= Jumlah belief yang dimiliki seseorang
terhadap perilaku tertentu.
Ada dua hal yang memengaruhi dalam pembentukan
sikap (Sarwono, 2002), yaitu:
1.
Behavior belief adalah keyakinan-keyakinan
yang dimiliki seseorang terhadap perilaku
tentang
konsekuensi-konsekuensi
dari
perilaku tersebut. Belieftersebut merupakan
73
2.
penilaian positif atau negatif seseorang
terhadap suatu perilaku.
Evaluation of Behavioral Belief merupakan
evaluasi positif atau negatif terhadap
konsekuensi-konsekuensi perilaku yang akan
diterima oleh subjek.
2.3.4.2 Sikap Perspektif Islami
Etika berasal dari kata ethos dari bahasa Yunani
yang artinya watak, sikap,dan cara berpikir. Menurut
pendapat para ahli bahasa Indonesia, istilah dengan akhiran“ika” harus dipakai untuk menunjukan ilmu, maka istilah
etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu
tentang adat kebiasaaan (Bertens, 2002:4).
Etika didasari dengan pertimbangan akal pikiran,
kerangka filsafat tertentu, moralitas atau adat kebiasaan suatu
masyarakat tertentu. Namun akhlak sebagai etika dalam
Islam, landasan nilai baik dan buruk didasarkan pada sumber
utama ajaran Islam yaitu Alquran dan As-sunnah. Konsepkonsep etika dalam Islam sangat luas dan kompleks.Oleh
karena itu, pembahasan berbagai peraturan moral dalam
Islam ditunjukkan dalam tingkatan-tingkatan perbuatan.
Tingkatan-tingkatan perbuatan tersebut adalah (Izutsu,
1993):
1.
Wajib, keharusan: tugas yang diperintahkan
Tuhan mutlak harus dilakukan, bila
meninggalkan dikenakan sanksi hukum.
2.
Mandub atau sunnah, dianjurkan: suatu
perbuatan yang dianjurkan tetapi tidak
74
3.
4.
5.
diharuskan, bila melakukan akan mendapat
pahala, bila meninggalkan tidak mendapat
hukuman.
Ja’iz atau mubah, boleh: perbuatan yang boleh
dilakukan dan boleh ditinggalkan, tidak
mempunyai konsekuensi pahala maupun hukuman.
Makruh, tidak disukai: perbuatan yang tidak
disukai tetapi tidak dilarang, bila ditinggalkan
akan mendapat pahala, tetapi jika melakukan
tidak mendapat hukuman.
Mahzur atau haram, dilarang: suatu perbuatan
yang dilarang Tuhan, dengan demikian jika
melakukannya akan mendapat hukuman.
2.3.5 Norma Subjektif
2.3.5.1
Pengertian
Perspektif Umum
Norma
Subjektif
Ajzen dan Fishbein (1975) dalam “theory of
reasoned action” menyatakan bahwa norma subjektif adalah
determinan dari niat/kehendak berperilaku. Norma adalah
suatu konvensi sosial yang mengatur kehidupan manusia.
Norma subjektif adalah suatu fungsi keyakinan individu dalam
hal menyetujui atau tidak menyetujui perilaku tertentu
(Refiana, 2002 dalam Santoso dan Indarini,2010). Untuk
menyetujui/tidak menyetujui suatu perilaku, kondisi tersebut
didasari oleh suatu keyakinan yang dinamakan dengan
keyakinan normatif. Dengan demikian, faktor lingkungan
keluarga (ayah, ibu, saudara) merupakan orang yang dapat
75
memengaruhi tindakan individu. Seorang individu akan
melakukan/berperilaku tertentu apabila persepsi orang lain
terhadap perilaku tersebut bersifat positif. Artinya, orang lain
mempersepsikan bahwa perilaku individu tersebut diperbolehkan/sebaiknya dilakukan.
Norma subjektif merupakan persepsi yang bersifat
individual terhadap tekanan sosial untuk melakukan/tidak
melakukan perilaku tertentu. Norma subjektif dapat
ditentukan dan diukur sebagai suatu kumpulan keyakinan
normatif mengenai kesetujuan/ketidaksetujuan acuan yang
signifikan terhadap suatu perilaku (Refiana, 2002 dalam
Santoso dan Indarini, 2010).Norma subjektif ditentukan oleh
dua hal, yaitu:
1. Normative Belief yang berhubungan dengan
harapan dan keinginan orang tentang tingkah
laku yang seharusnya dilakukan dan yang
tidak seharusnya dilakukan (Ajzen, 1988).
2. Motivation to Comply yang merupakan
sejauh mana motivasi seseorang untuk
mengikuti harapan individu atau kelompok
acuan.
2.3.5.2 Pengertian Norma Subjektif
Perspektif Islam
Norma
subjektif
adalah
determinan
dari
niat/kehendak (Refiana, 2002 dalam Santoso dan Indarini,
2010). Adapunniat adalah salah satu unsur terpenting dalam
setiap nilai perbuatan yang dilakukan oleh manusia. Bahkan
dalam setiap perbuatan yang baik dan benar (ibadah)
76
menghadirkan niat hukumnya fardhu bagi setiap
pelaksanaannya. Banyak hadis yang mencantumkan seberapa
penting arti menghadirkan niat dalam setiap perbuatan. Niat
juga mengandung makna keikhlasan terhadap apa yang akan
kita kerjakan.
Niat itu memang sengaja harus dihadirkan dalam hati
atau menguatkan sebuah keinginan atau motivasi yang sudah
ada dengan yang lebih kuat lagi, dan bukan disebut niat jika
hanya terlintas di hati sesaat. Niat menurut arti kata berarti
( ُ)الَقصْد, yaitu menyengaja atau bermaksud berbuat sesuatu.
Alquran maupun Hadis banyak menyebutkan tentang
niat. Niat dalam Alquran dan Hadis berbeda dengan motivasi
dalam kajian psikologis. Niat adalah keyakinan dalam hati dan
kecenderungan ataupun arahan untuk melakukan suatu
pekerjaan tertentu. Sedangkan, motivasi adalah kebutuhan
yang timbul atas dasar niat ini. Niat adalah bagian dari
perilaku atau permulaan dari suatu perilaku. Sedangkan,
motivasi adalah kebutuhan yang muncul sebagai bentuk
implikasi dari adanya niat yang lalu menuntut pemikiran atas
suatu pekerjaan dan merealisasikannya. Dalam QS. AsySyuura ayat 20:
Artinya:
“Barangsiapa
yang
menghendaki
keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu
baginya dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan di
dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan
dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.”
Diriwayatkan dari Umar ibnu Khathab bahwa
Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya setiap perbuatan itu
77
tergantung niatnya.” (HR Bukhari No.1). Dalam QS. Ibrahim:
3.
ع إن
ُ َعلَى إاْل ِخ َرةِ َوي
َ َصدُّون
َ الاذِينَ يَ إست َِحبُّونَ إال َحيَاة َ الدُّ إنيَا
ض ََل ٍل بَ ِعي ٍد
ِ س ِبي ِل ا
َ َّللا َويَ إبغُونَ َها ِع َو ًجا ۚ أُو َٰلَئِكَ فِي
َ
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang lebih menyukai
kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat, dan
menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan
menginginkan agar jalan Allah itu bengkok. Mereka itu berada
dalam kesesatan yang jauh.”
Sedangkan menurut Ash-Shiddieqy (2002), niat itu
terbagi 3 (tiga), yaitu:
1. Niat ibadah, yaitu menghinakan diri tunduk
secara sangat sempurna, untuk menyatakan
ketundukan serta kehinaan.
2. Niat taat, yaitu melaksanakan apa yang Allah
kehendaki.
3. Niat qurbah, yaitu melaksanakan ibadah
dengan maksud memperoleh pahala.
Tujuan manusia hidup di muka bumi adalah
beribadah kepada Allah SWT (QS. Al-Dzariyat ayat 56) dan
ibadah yang dilandasi niat ikhlas akan diberi pahala oleh
Allah. Dengan demikian motivasi dalam bahasa Islamnya
disebut dengan niat, yaitu segala sesuatu pekerjaan
disandarkan pada Allah. Berbeda dengan konsep barat,
motivasi dalam Islam disamping mencari insentif secara
materi juga membutuhkan insentif spiritual, yaitu suatu
motivasi yang didasari kekuatan ruhaniah yang mampu
menghasilkan potensi manusia yang bekerja sesuai dengan
tuntunan Tuhan. Motivasi spiritual terdiri atas motivasi
78
akidah, motivasi ibadah, dan motivasi muamalat (Anshari,
1993: 25-31).
2.3.6 Kendali Perilaku
Komponen terakhir dalam teori intensi adalah kendali
perilaku atau perceived behavioral control. Ajzen (2005)
mendefinisikan perceived behavioral control ini sebagai suatu
acuan yang menunjukkan adanya kesulitan atau kemudahan yang
ditemui seseorang dalam intensi berperilaku tertentu. Semakin
banyak modal dan kesempatan yang dimiliki oleh seseorang, serta
semakin sedikit hambatan yang dapat mereka antisipasi, maka
semakin besar pula perceived behavioral control mereka.
Konsep lain yang agak dekat maksudnya dengan persepsi
kontrol perilaku adalah self efficacy atau efikasi diri yang
dikemukakan Bandura dalam Ajzen (2005). Efikasi diri adalah
keyakinan individu untuk berhasil menguasai keterampilan yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas-tugas tertentu. Konsep
persepsi kontrol perilaku yang dikemukakan oleh Ajzen ini banyak
sekali dipengaruhi oleh riset yang dilakukan oleh Bandura
mengenai efikasi diri.
Eagly and Chaiken (1993) juga memberikan pengertian
perceived behavioral control sebagai persepsi seseorang tentang
kemudahan atau kesulitan untuk berperilaku tertentu. Perceived
behavioural control merupakan cerminan dari control belief, yang
berarti kepercayaan terhadap ada dan tidaknya sumber dan
instrumen lainnya guna mendukung sebuah perilaku, atau
pengaruh dari sumber dan instrumen tersebut dalam memfasilitasi
maupun menghalangi munculnya sebuah perilaku. Perceived
behavioural control ini dirumuskan sebagai berikut:
79
(2.2)
Dimana:
PBC
ci
pi
= Perceived Behavioral Control (Kendali
Perilaku)
= Kontrol belief terhadap intensi
= Kekuatan dari faktor i untuk memfasilitasi
atau menghambat sebuah perilaku
Teori beliefs dan faktor yang memengaruhi intensi harus
berkorelasi satu dengan yang lainnya.Tetapi beberapa hasil
penelitian TRA dan TPB menunjukkan bahwa tidak semuanya
merefleksikan hal ini. Gagne dan Godin (2000) dalam Lee (2009)
menyatakan bahwa korelasi antara dengan attitude lebih baik dari
dengan attitude. Hasil yang sama ditemukan dalam hubungan
dengan perceived behavioural control. Hal ini sejalan dengan
pernyataan Ajzen (1991) dalam Lee (2009), yakni:
“The moderate correlations between global and belief based
measures suggest that the expectancy value formulation may fail
adequately to describe the process whereby individual beliefs
combine to produce global response”.
2.3.7 Pengetahuan Konsumen
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu manusia, ini terjadi
setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap sesuatu objek
tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni
indra penglihatan, pendengaran penciuman, rasa dan raba.
Sebagaimana besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata
dan telinga, karena dari pengalaman peneliti terbukti bahwa
perilaku yang didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).
80
Sumarwan (2004) menyatakan bahwa, “Pengetahuan
konsumen akan mempengaruhi keputusan pembelian. Ketika
konsumen memiliki pengetahuan yang lebih banyak, maka ia akan
lebih baik dalam mengambil keputusan, ia akan lebih efisien dan
lebih tepat dalam mengolah informasi dan mampu me-recall
informasi yang lebih baik” (Thakur, 2005; Park et.al, 2012).
Engel, Blackwell dan Miniard (1995) dalam Sumarwan
(2004) menyatakan bahwa, jenis pengetahuan terbagi dalam 3
(tiga) jenis:
1. Pengetahuan produk. Pengetahuan produk adalah
kumpulan berbagai informasi mengenai produk.
Pengetahuan ini meliputi kategori produk, merek,
terminologi produk, atribut atau fitur produk, harga
produk dan kepercayaan mengenai produk.
2. Pengetahuan pembelian. Pengetahuan pembelian
meliputi berbagai informasi yang diproses oleh
konsumen untuk
memperoleh
suatu produk.
Pengetahuan produk terdiri atas pengetahuan dimana
membeli produk dan kapan membeli produk.
3. Pengetahuan pemakaian. Suatu produk akan
memberikan manfaat kepada konsumen jika produk
tersebut telah digunakan atau dikonsumsi oleh
konsumen. Agar produk tersebut bisa memberikan
manfaat yang maksimal dan kepuasan yang tinggi
kepada konsumen, maka konsumen harus bisa
menggunakan atau mengkonsumsi produk tersebut
dengan benar.
81
2.3.8 Komitmen Beragama
Salah satu kenyataan yang terjadi dalam sepanjang
perjalanan sejarah umat manusia adalah fenomena religiusitas
(Religiosity). Untuk menerangkan fenomena ini secara ilmiah,
bermunculan beberapa konsep religiusitas. Salah satu konsep yang
akhir-akhir ini banyak dianut ahli Psikologi dan Sosiologi adalah
konsep religiusitas rumusan Glock and Stark (1968: 11), Sun et.al,
(2012).
Ada lima macam dimensi religiusitas yaitu; dimensi
keyakinan, dimensi peribadatan atau praktik agama, dimensi
penghayatan, dimensi pengamalan, dan dimensi pengetahuan
agama (Ancok, 1994: 77).
1. Dimensi keyakinan berisi pengharapan dimana orang
religius berpegang teguh pada pandangan teologis
tertentu dan mengakui kebenaran doktrin tersebut. Setiap
agama mempertahankan seperangkat kepercayaan
dimana para penganut diharapkan akan taat. Walaupun
demikian, isi dan ruang lingkup keyakinan itu bervariasi
tidak hanya diantara agama, tetapi sering kali juga
diantara tradisi-tradisi dalam agama yang sama.
2. Dimensi praktik agama mencakup perilaku pemujaan,
ketaatan, dan hal-hal yang dilakukan orang untuk
menunjukkan komitmen terhadap agama yang
dianutnya. Praktik keagamaan ini terdiri atas dua kelas
penting, yaitu:
a. Ritual. Mengacu kepada seperangkat ritus, tindakan
keagamaan formal dan praktik suci yang semua
mengharapkan para pemeluk melaksanakan. Dalam
Kristen sebagian dari pengharapan ritual itu
82
3.
4.
diwujudkan dalam kebaktian di gereja, persekutuan
suci, baptis, perkawinan, dan semacamnya.
b. Ketaatan. Ketaatan dan ritual bagaikan ikan dengan
air, meski ada perbedaan penting. Apabila aspek
ritual dari komitmen sangat formal dan khas publik,
semua agama yang dikenal juga mempunyai
perangkat tindakan persembahan dan kontemplasi
personal yang relatif spontan, informal, dan khas
pribadi.
Dimensi pengalaman,dimensi ini berisikan dan
memperhatikan fakta bahwa semua agama mengandung
pengharapan tertentu, meski tidak tepat jika dikatakan
bahwa seseorang yang beragama dengan baik pada suatu
waktu akan mencapai pengetahuan subjektif dan
langsung mengenai kenyataan terakhir (kenyataan
terakhir bahwa seseorang yang beragama dengan baik
akan mencapai suatu kontak dengan kekuatan
supranatural). Seperti telah dikemukakan, dimensi ini
berkaitan dengan pengalaman, perasaan, persepsi, dan
sensasi yang dialami seseorang atau didefinisikan oleh
suatu kelompok keagamaan yang melihat komunikasi,
walaupun kecil, dalam suatu esensi ketuhanan, yaitu
dengan Tuhan, kenyataan terakhir, dengan otoritas
transendental.
Dimensi pengetahuan agama. Dimensi ini mengacu
kepada harapan bahwa orang yang beragama paling
tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai
dasar keyakinan, ritus, kitab suci, dan tradisi. Dimensi
pengetahuan dan keyakinan jelas berkaitan satu sama
83
lain, karena pengetahuan mengenai suatu keyakinan
adalah syarat bagi penerimanya. Walaupun demikian,
keyakinan tidak perlu diikuti oleh syarat pengetahuan,
juga semua pengetahuan agama tidak selalu bersandar
pada keyakinan. Lebih jauh, seseorang dapat
berkeyakinan kuat tanpa benar-benar memahami
agamanya, atau kepercayaan bisa kuat atas dasar
pengetahuan yang amat sedikit.
5. Dimensi pengamalan atau konsekuensi. Konsekuensi
komitmen agama berlainan dari keempat dimensi yang
sudah dibicarakan di atas. Dimensi ini mengacu pada
identifikasi akibat keyakinan keagamaan, praktik,
pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari hari ke
hari. Istilah “kerja” dalam pengertian teologis digunakan
di sini. Walaupun agama banyak menggariskan
bagaimana pemeluknya seharusnya berpikir dan
bertindak dalam kehidupan sehari-hari, tidak
sepenuhnya jelas sebatas mana konsekuensi agama
merupakan bagian dari komitmen keagamaan atau
semata-mata berasal dari agama (Ancok, 1994: 76-78).
Komitmen beragama seseorang akan memengaruhi perilaku
seseorang khususnya perilaku konsumen. Ilyas et.al (2011)
melakukan penelitian mengenai pengaruh religion terhadap
perilaku konsumen. Hasil penelitian Ilyas et.al (2011)
menunjukkan bahwa religion dapat memengaruhi perilaku
konsumen individual secara signifikan. Souiden dan Rani (2015)
juga melakukan penelitian mengenai hubungan religiusitas dengan
perilaku konsumen. Hasil penelitian Souiden dan Rani (2015) juga
menunjukkan pengaruh yang signifikan antara religiusitas dengan
84
perilaku konsumen seseorang. Penelitian yang dilakukan oleh
Khan (2012) juga menghasilkan yang sama dengan penelitian
sebelumnya mengenai hubungan religiusitas dengan perilaku
konsumen.
2.4 Teori TSR (Tawhidi String Relation)
Choudhury (2013), mengembangkan sebuah metodologi ekonomi
Islam yang disebut sebagai shuratic process atau IIE (Interactive,
Integration, and Evolutionary) atau Tawhidi String Relation. Shuratic
Process dalam istilah sederhana merupakan keseluruhan proses yang
terjadi di dunia ini dalam bingkai kesatuan pengetahuan dilambangkan
dengan X (θ).
Menurut Choudhury (2013) sumber utama dan permulaan dari
segala ilmu pengetahuan (primordial stock of knowledge) adalah
Alquran, sebab Alquran merupakan kalam Allah. Pengetahuan yang ada
dalam Alquran memiliki kebenaran mutlak (absolute), telah mencakup
segala kehidupan secara komprehensif (complete) sehingga tidak dapat
dikurangi dan ditambah (irreductible).
Alquran diberikan kepada manusia agar supaya manusia membuat
tatanan epistemologi, hal ini disimbolkan dengan (Ω,S). Alquran pada
dasarnya mengajarkan prinsip-prinsip umum. Ayat-ayat Alquran
diimplementasikan dalam perilaku nyata oleh Rasulullah, sehingga Assunnah juga adalah sumber ilmu pengetahuan berikutnya. Alquran dan
sunnah kemudian dapat dielaborasi dalam hukum-hukum dengan
menggunakan metode epistemological deduction, yaitu: menarik
prinsip-prinsip umum yang terdapat dalam kedua sumber tersebut untuk
diterapkan dalam realitas individu (Choudhury, 2013).
Selanjutnya dalam epistemologi ekonomi Islam diperlukan ijtihad
dengan menggunakan rasio/akal. Ijtihad terbagi kepada dua macam,
85
yaitu ijtihad istimbathi dan ijtihad tathbiqi.Ijtihad istimbathi bersifat
deduksi, sedangkan ijtihad tathbiqi bersifat induksi (Choudhury, 2013).
Dalam membicarakan epistemologi ekonomi Islam, digunakan
metode deduksi dan induksi. Ijtihad yang banyak menggunakan induksi
akan menghasilkan kesimpulan yang lebih operasional, sebab didasarkan
pada kenyataan empiris. Selanjutnya dari keseluruhan proses ini yaitu
kombinasi dari elaborasi kebenaran wahyu Allah dan As-sunnah dengan
pemikiran dan penemuan manusia yang dihasilkan dalam ijtihad akan
menghasilkan hukum atau aturan, praktik, standar operasi dalam
berbagai bidang kehidupan. Jika diperhatikan, maka sesungguhnya
Shuratic Process ini merupakan suatu metode untuk menghasilkan ilmu
pengetahuan yang memiliki akar kebenaran empiris (truth based on
empirical process).
Shuratic process sendiri adalah upaya menguak relasi-relasi di
dalam kepatuhan atau tasbih ini melalui proses interaksi, integrasi, dan
Evolusi Kreatif (IIE) dalam kehidupan manusia. Proses IIE ini boleh
dikatakan sebanding dengan shuratic process sebagai medium
pembentukan dan penyatuan seluruh sistem relasi yang ada secara
berkesinambungan melalui prinsip kesatuan pengetahuan yang unik.
Apabila prinsip tadi dikaitkan ke dalam suatu tatanan sistem dunia, maka
disitu kelak akan memunculkan sebagian pemahaman manusia tentang
suatu Kesatuan Pengetahuan (Unity of Knowledge) yang terinduksi di
dalam suatu sistem pandangan dunia yang bertauhid (Tawhidi World
View) (Choudhury,2013).
Menurut Choudhury (2013), pandangan dunia Tawhidi yang
menjadi pandangan dunia Islam inilah yang seharusnya menjadi masalah
fundamental dalam memahami perilaku ekonomi berikut
transformasinya yang melekat di dalam sistem dunia manusia melalui
suatu proses yang diturunkan dari level individu dan keluarga ke
86
lingkungan masyarakat, pasar, institusi-institusi dan tatanan dunia atau
global.
Pemahaman terhadap hubungan ini, manusia dan masyarakat
menciptakan tatanan dunia yang berdasarkan pada Alquran dan Sunah
dan pengetahuan yang mereka miliki. Melalui interaksi dan integrasi
diantara mereka, melalui proses perkembangan secara perlahan tersebut
muncullah Social Wellbeing Function yang dilambangkan dengan W
(θ,X(θ)).
Surat Ash-Shura (42), yang sebagian besar membicarakan tentang
proses datangnya ilmu pengetahuan dari Allah kepada umat manusia.
Dalam ayat ini dapat dilihat cara Allah SWT menganugerahkan ilmu
pengetahuan kepada umat manusia tidak dengan cara langsung berfirman
kepada mereka, tetapi Allah menganugerahkannya dengan mengutus
Rasul, Nabi Muhammad Saw, yang mengajak manusia ke jalan yang
lurus, dengan wahyu kepada manusia yang dikehendakinya, dan Allah
memberi petunjuk kepada hamba-Nya yang dikehendaki-Nya (tidak
kepada semua orang). Ayat 52 Surat Ash-Shura (42), Allah menyatakan
kepada umat manusia bagaimana Dia menganugerahkan ilmu
pengetahuan. Allah mengutus Nabi Muhammad Saw sebagai pembawa
perintah Allah, dan Allah SWT,mengirimkan Alquran sebagai cahaya
bagi umat manusia. Tidak semua manusia dapat memahami Alquran,
karena Allah hanya memberi petunjuk kepada hamba-Nya yang Dia
kehendaki, dalam Ash Shura (42) ini:
1. Allah SWT telah menjadikannya (Alquran) ini sebagai
cahaya bagi umat manusia.
2. Allah SWT memberi petunjuk kepada siapapun hamba-Nya
yang dikehendaki-Nya.
3. Petunjuk dari Allah tidak diberikan kepada semua umat
manusia.
87
4.
Dan Nabi Muhammad SAW benar-benar memberi petunjuk
(bagi manusia) ke jalan yang lurus.
Sebagai keseluruhan proses dari IIE, karakteristik tasbih dan shura
dirumuskan sebagai berikut:
Sumber: Ajzen, I. 1991
Keterangan:
Implementasi proses IIE dalam perilaku masyarakat mewakafkan
uang di perbankan syariah adalah sebagai berikut:
Dalam proses 1 merupakan proses dimana Ω merupakan simbol
pengetahuan yang berasal dari Alquran dan Hadis dan dalam proses
selanjutnya pengetahuan dan manusia bertemu melalui proses
musyawarah (shurattic process), hal ini dilambangkan dengan X(θ).
Dengan pemahaman terhadap hubungan ini, manusia dan
masyarakat menciptakan tatanan dunia yang berdasarkan pada Alquran
dan Sunah dan pengetahuan yang mereka miliki. Melalui interaksi dan
integrasi antara mereka, melalui proses perkembangan secara perlahan
tersebut muncullah Social Wellbeing Function, hal ini dilambangkan
dengan W(θ,X(θ)). Sedangkan implementasi dalam intensi masyarakat
mewakafkan hartanya pada perbankan syariah untuk W(θ,X(θ))
merupakan W (θ), pengetahuan, sikap, norma subjektif, kendali perilaku,
88
komitmen beragama, dan intensi (θ) dengan fungsi tersebut apakah
variabel yang dimasukkan dalam model merupakan variabel yang dapat
memengaruhi perilaku masyarakat mewakafkan hartanya pada
perbankan syariah melalui shuratic process.
Dari akhir proses 1 dan awal proses 2, adalah proses evaluasi dalam
TSR sampai akhir zaman dimana kita harus kembali kepada sumber
pengetahuan, yaitu Alquran dan Sunah (Ω). Dalam merumuskan teta
yang baru (θN), harus diingat kembali proses sebelumnya sehingga kita
sebagai manusia dapat tetap berada pada proses yang benar sesuai
dengan Alquran dan Sunnah. Hal ini dijelaskan oleh ayat 53 surat AshShura (42) bahwa akhirnya semua urusan kembali kepada Allah. Proses
2 untuk perilaku masyarakat mewakafkan harta pada perbankan syariah
dengan dasar pengetahuan yang dimiliki harus kembali kepada proses
sebelumnya dimana semua urusan tentang perilaku masyarakat
mewakafkan hartanya pada perbankan syariah harus dilandaskan pada
prinsip semua urusan diserahkan atau dikembalikan, yaitu kepada Allah
SWT.
2.5 Kerangka Konseptual (Conseptual Framework)
Kerangka konseptual ini berangkat dari perhitungan potensi wakaf
yang sudah dilakukan Nasution (2005) serta Huda, Barata dan Rahardian
(2014) dan dikaitkan dengan penerimaan wakaf uang berdasarkan data
BWI, terlihat bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara potensi
dan realisasi penerimaan wakaf uang. Pada sisi lain, industri perbankan
syariah periode 2014-2016 tidak mengalami perkembangan yang
diharapkan bahkan mengalami penurunan laju pertumbuhannya. Salah
satu penyebab terhambatnya laju pertumbuhan aset perbankan syariah
adalah tingginya non performace financing (NPF), hal ini disebabkan
mahalnya margin pembiayaan di perbankan syariah sehingga
89
nasabahnya marginal dan berisiko tinggi. Margin pembiayaan mahal
karena sumber DP3 bank syariah didominassi dana mahal (deposito)
yang apabila penghimpunan wakaf uang di perbankan syariah ini sukses
maka diyakini DP3 murah bank syariah akan membaik. Dua persoalan
ini yang akan disinergikan sehingga bisa saling memberikan dukungan
untuk perkembangan wakaf uang dan industri perbankan syariah.
Persoalan potensi dan realisasi penerimaan wakaf, serta
meningkatkan kinerja industri perbankan syariah dapat dijawab dengan
mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi perilaku masyarakat dalam
berwakaf uang melalui bank syariah dapat dijelaskan dengan
menggunakan Theory of Planned Behavior (TPB). TPB merupakan
konsep untuk mengetahui perilaku konsumen yang dikembangkan oleh
Ajzen (1991). TPB menggunakan variabel sikap, norma subjektif, dan
kendali perilaku sebagai variabel yang memengaruhi intensi/minat
seseorang yang juga memengaruhi perilaku seseorang dalam
berkonsumsi. TPB terus mengalami perkembangan sesuai dengan
kebutuhan analisis, sehingga perkembangan TPB saat ini disebut dengan
TPB Modifikasi. TPB Modifikasi dalam penelitian yang dilakukan ini
dengan menambahkan variabel pengetahuan, variabel komitmen
beragama, dan trust nazhir sebagai variabel yang memengaruhi perilaku
seseorang untuk berwakaf uang melalui bank syariah.
90
Gambar 2.8.
Kerangka Konseptual
Sumber: Adaptasi Acrual Penulis
91
Bab 3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian yang telah dilakukan Witjaksono (2016) termasuk
explanatory dan kualitatif, yaitu suatu model studi untuk mencari
dan menjelaskan hubungan kausal antar variabel melalui pengujian
hipotesis yang menggunakan pendekatan kuantitatif dan akan
dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif dengan maksud agar lebih
bisa memberikan penjelasan hubungan kausalitas antar variabel
melalui pengujian hipotesis dan analisis variabel-variabel
penelitian tersebut. Dengan melakukan pengujian pengaruh antar
variabel yang berkaitan sikap, norma subjektif, kendali perilaku,
komitmen beragama, kepercayaan pada nazhir dan pengetahuan
terhadap intensi danperilaku nasabah bank syariah yang termasuk
dalam LKS PWU di Jakarta.
Sampel dari populasi, yang menggunakan instrumen
kuesioner sebagai alat untuk mengumpulkan data primer. Dengan
demikian penelitian yang dilakukan ini dianalisis dengan statistik
inferensial menggunakan program SPSS version 15.0, dan
SmartPLS version2.0 yang dimaksudkan untuk menganalisis data
sampel yang akan digeneralisasi kepada populasinya.
3.2. Populasi, Sampel, dan Metode Pengumpulan Data
3.2.1. Populasi
Populasi adalah kumpulan individu atau objek penelitian
yang memiliki kualitas-kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan.
92
Berdasarkan dari ciri-ciri tersebut, populasi dapat dipahami sebagai
kelompok individu atau objek pengamatan yang minimal memiliki
satu persamaan karakteristik (Cooper dan Emory, 1995). Populasi
dalam penelitian yang dilakukan ini adalah Nasabah Bank
Muamalat Indonesia cabang Jakarta dan sekitarnya, Bank Syariah
Mandiri kantor area Jakarta, Bank Mega Syariah kantor wilayah
Jakarta, Bank BNI Syariah kantor wilayah Jakarta dan Bank DKI
Unit Usaha Syariahpada cabang Utama Jakarta yang secara
keseluruhan berjumlah 1.173.258 nasabah.
3.2.2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi dimaksud yang akan
diteliti (Fuad, 2004). Sampel yang digunakan dalam penelitian
yang dilakukan ini adalah minimal 100 orang. Hal ini merujuk pada
Hair et.al, (2010) bahwa jumlah sampel (responden) yang dipakai
dalam penelitian yang menggunakan Structural Equation
Modeling (SEM) minimum 100 sampel. Jadi direkomendasikan
bahwa ukuran sampel antara 100-200 harus digunakan untuk
metode Maximum Likelihood (ML).
Teknikpenentuan sampel penelitian yang dipakai
menggunakan Technic Simple Random Sampling (sampling acak
sederhana). Menurut Singarimbun (1995:156) “simple random
sampling ini adalah sebuah simple yang diambil sedemikian rupa
sehingga tiap unit penelitian atau satuan elementer dari populasi
mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel”.
Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan jumlah
sampel adalah menggunakan rumus Slovin (Sevilla et. al.,
2007:182), sebagai berikut:
93
Keterangan:
n:
jumlah sampel
N:
jumlah populasi
e:
batas toleransi kesalahan (error tolerance)
3.3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan untuk
memperoleh dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder.
Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang
dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian, maka teknik
pengumpulan data dapat dilakukan dengan adalah sebagai berikut:
1.
Data Primer
Dalam penelitian yang dilakukan ini data primer
diperoleh dari lapangan yang dilakukan dengan cara berikut
ini:
a.
Kuesioner
Kuesioner disebarkan kepada responden sebanyak
350 untuk mendapatkan data utama dalam
penelitian yang dilakukan ini, yakni sikap, norma
subjektif, kendali perilaku, komitmen beragama,
kepercayaan pada nazhir (trust),dan pengetahuan
untuk melakukan wakaf uang melalui perbankan
syariah di Jakarta. Penyebaran kuesioner tersebut
dilakukan padasampel penelitian.
94
b.
Wawancara
Wawancara dilakukan dengan para informan yang
terkait dengan pengembangan produk wakaf uang
pada perbankan syariah dengan pendekatan
exploratif, informan meliputiBadan Wakaf
Indonesia, baik dalam kapasitas sebagai regulator
maupun nazhir, praktisi perbankan, nazhir, DSNMUI, OJK, wakif, dan Kementrian Agama RI.
2. Data Sekunder
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data
sekunder adalah arsipal atau dokumentasi, yakni dengan
mempelajari dokumen yang berkaitan dengan studi disertasi
yang dilakukan ini.
3.4. Pengembangan Instrumen Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan ini
adalah sikap, norma subjektif, kendali perilaku, komitmen
beragama, kepercayaan pada nazhir, dan pengetahuan beragam
terhadap perilaku masyarakat pada masyarakat DKI Jakarta.
Variabel exogent adalah sikap, norma subjektif, kendali perilaku,
komitmen beragama, kepercayaan pada nazhir dan pengetahuan.
Variabel endogent adalah intensi dan perilaku nasabah bank
syariah.
3.5 Ukuran Variabel
3.5.1 Ukuran Pengetahuan
Pengetahuan menurut Notoatmodjo (2007) adalah hasil tahu
manusia, ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan
terhadap sesuatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran,
95
penciuman, rasa dan raba. Sebagaimana besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga, karena dari
pengalaman peneliti terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh
pengetahuan.
Berdasarkan indikator-indikator yang digunakan Engel,
Blackwell dan Miniard (1995) untuk mengukur variabel
pengetahuan ini, maka dalam penelitian yang dilakukan ini
menggunakan 3 indikator yang pernyataannya dibagi 5 tingkat
yang paling lemah adalah sangat tidak setuju dan yang paling tinggi
sangat setuju. Adanya 3 indikator maka skor yang paling rendah
adalah 3 dan paling tinggi adalah 15. Skor yang 15 atau rata-rata
skor 5 menunjukkan nasabah sangat memahami produk wakaf uang
di Bank Syariah.
3.5.2 Ukuran Sikap/Akhlak
Fishbein & Ajzen (1975) mendefinisikan attitude sebagai
suatu faktor predisposisi atau faktor yang ada dalam diri seseorang
yang dipelajari untuk memberikan respons dengan cara yang
konsisten, yaitu suka atau tidak suka pada penilaian terhadap suatu
objek yang diberikan.
Sikap/akhlak menurut Hamzah Ya’qub, (1993); Muhammad
Ali Hasyim, (1995); Anwar Masy’ari, (1990); A. Zaenudin dan
Muhammad Jamhari, (1998); Muhammad Al-Ghazali,(1993) ada
3, yaitu:akhlak terhadap Allah, akhlak terhadap diri sendiri, dan
akhlak terhadap sesama manusia.
Indikator-indikator yang digunakan para ahli tersebut diatas
untuk mengukur variabel sikap/akhlak ini.Maka dalam penelitian
yang dilakukan ini menggunakan 3 indikator yang pernyataannya
dibagi 5 tingkat yang paling lemah adalah sangat tidak setuju dan
96
yang paling tinggi sangat setuju. Adanya 3 indikator maka skor
yang paling rendah adalah 3 dan paling tinggi adalah 15. Skor yang
15 atau rata-rata skor 5 menunjukkan nasabah memiliki
sikap/akhlak yang bagus.
3.5.3 Ukuran Norma Subjektif/Niat
Norma subjektif merupakan persepsi yang bersifat individual
terhadap tekanan sosial untuk melakukan/tidak melakukan perilaku
tertentu. Norma subjektif dapat ditentukan dan diukur sebagai
suatu kumpulan keyakinan normatif mengenai kesetujuan/ketidaksetujuan acuan yang signifikan terhadap suatu
perilaku (Refiana, 2002 dalam Santoso dan Indarini, 2010). Norma
subjektif/niat, menurut Ash Shiddieqy (2002) memiliki 3 bagian
yaitu: niat ibadah, niat taat, dan niat kurban.
Indikator-indikator yang digunakan dalam penelitian yang
dilakukan ini untuk mengukur variabel norma subjektif ini
menggunakan 3 indikator yang pernyataannya dibagi 5 tingkat,
yang paling lemah adalah sangat tidak setuju dan yang paling tinggi
sangat setuju. Adanya 3 indikator maka skor yang paling rendah
adalah 3 dan paling tinggi adalah 15. Skor yang 15 atau rata-rata
skor 5 menunjukkan nasabah memiliki norma subjektif yang bagus.
3.5.4 Ukuran Kendali Perilaku
Ajzen (2005) mendefinisikan perceived behavioral control
ini sebagai suatu acuan yang menunjukkan adanya kesulitan atau
kemudahan yang ditemui seseorang dalam intensi berperilaku
tertentu. Semakin banyak modal dan kesempatan yang dimiliki
oleh seseorang, serta semakin sedikit hambatan yang dapat mereka
antisipasi, maka semakin besar pula perceived behavioral control
97
mereka. Kendali perilaku menurut Ghufron dan Risnawati (2010),
ada 2 meliputi: faktor internal dan faktor eksternal.
Indikator-indikator yang digunakan dalam penelitian yang
dilakukan ini untuk mengukur variabel kendali perilaku ini
menggunakan 2 indikator yang pernyataannya dibagi 5 tingkat
yang paling lemah adalah sangat tidak setuju dan yang paling tinggi
sangat setuju. Adanya 2 indikator maka skor yang paling rendah
adalah 2 dan paling tinggi adalah 10. Skor yang 10 atau rata-rata
skor 5 menunjukkan nasabah memiliki kendali perilaku yang
bagus.
3.5.5 Ukuran Komitmen Beragama
Glock dan Strak merumuskan relegiusitas sebagai komitmen
religius (yang berhubungan dengan agama atau keyakinan iman)
yang dapat dilihat melalui aktivitas atau perilaku individu yang
bersangkutan dengan agama atau keyakinan iman yang dianut.
Religiusitas seringkali diidentikan dengan keberagamaan.
Relegiusitas diartikan sebagai seberapa jauh pengetahuan.
Seberapa kokoh kenyakinan. Seberapa pelaksanaan ibadah dan
kaidah dan seberapa dalam penghayatan atas agama yang
dianutnya. Inilah yang diwujudkan dalam perilaku sehari-hari.
Komitmen beragama/religiusitas, menurut Ancok (1994), memiiki
5 dimensi yaitu: dimensi keyakinan, dimensi peribadatan atau
praktik agama, dimensi penghayatan, dimensi pengamalan, dan
dimensi pengetahuan agama.
Indikator-indikator yang digunakan dalam penelitian yang
dilakukan ini untuk mengukur variabel komitmen beragama ini
menggunakan 5 indikator yang pernya-taannya dibagi 5 tingkat
yang paling lemah adalah sangat tidak setuju dan yang paling tinggi
98
sangat setuju. Adanya 5 indikator maka skor yang paling rendah
adalah 5 dan paling tinggi adalah 25. Skor yang 25 atau rata-rata
skor 5 menunjukkan nasabah memiliki komitmen beragama yang
bagus.
3.5.6 Ukuran Trust/Kepercayaan
Kepercayaan adalah kesediaan pihak tertentu terhadap pihak
lain dalam melakukan hubungan transaksi berdasarkan suatu
keyakinan bahwa pihak yang dipercayainya tersebut akan
melakukan tindakan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan kata
lain, kepercayaan itu akan mengukur apakah seseorang
memercayai pihak lain sebagai pihak yang dapat dipercaya
(Rahmawaty, 2012).
Konsep kepercayaan dalam penelitian yang dilakukan ini
adalah kepercayaan pada lembaga penghimpun dan pengelola
wakaf yang disebut dengan nazhir. Upaya harus dilakukan oleh
lembaga penghimpun dan pengelola wakaf,yaitu nazhir agar
kepercayaan masyarakat yang disebut dengan wakif semakin
meningkat. Hal ini disebabkan kepercayaan mempunyai pengaruh
besar pada niat dan perilaku konsumen untuk melakukan transaksi
berupa pembayaran wakaf khususnya wakaf uang kepada nazhir.
Koufaris dan Hampton-Sosa (2004), indikator-indikator trust
meliputi: trustworthy, keep the best interest, keep the promises and
commitment, believe the information provided dan genuinely
concerned.
Indikator-indikator yang digunakan dalam penelitian yang
dilakukan ini untuk mengukur variabel kepercayaan ini
menggunakan 5 indikator yang pernyataannya dibagi 5 tingkat
yang paling lemah adalah sangat tidak setuju dan yang paling tinggi
99
sangat setuju. Adanya 5 indikator maka skor yang paling rendah
adalah 5 dan paling tinggi adalah 25. Skor yang 25 atau rata-rata
skor 5 menunjukkan nasabah memiliki kepercayaan terhadap
nazhir yang bagus.
3.5.7 Intensi Konsumen
Menurut Ajzen (2005), berdasarkan kerangka teori reasoned
action intensi merupakan kekuatan utama yang menjadi sumber
motivasi seseorang untuk bertingkah laku tertentu. Semakin kuat
intensi untuk melakukan tingkah laku tertentu, maka semakin besar
kemungkinannya untuk melakukan tingkah laku tersebut. Variabel
intensimasyarakat menurut Azjen, (2005), meliputi 3 bagian, yaitu:
faktor pribadi (sikap, kepribadian, nilai, kondisi emosi,
intelegensi), faktor sosial (usia, jenis kelamin, ras dan etnis,
pendidikan, pendapatan, religi/kepercayaan), dan informasi
(pengalaman, pengetahuan, media).
Indikator-indikator yang digunakan dalam penelitian yang
dilakukan ini untuk mengukur variabel intensi nasabah ini
menggunakan 3 indikator yang pernyataannya dibagi 5 tingkat
yang paling lemah adalah sangat tidak setuju dan yang paling tinggi
sangat setuju. Adanya 3 indikator maka skor yang paling rendah
adalah 3 dan paling tinggi adalah 15. Skor yang 15 atau rata-rata
skor 5 menunjukkan nasabah memiliki intensi yang tinggi untuk
berwakaf uang di bank syariah.
3.5.8 Ukuran Perilaku Konsumen
Kotler dan Keller (2008) mendefinisikan perilaku konsumen
adalah studi bagaimana tentang individu, kelompok, dan organisasi
memilih, membeli, menggunakan, dan bagaimana barang, jasa, ide
100
atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan
mereka. Teori perilaku konsumen yang dibangun berdasarkan
syariah Islam, memiliki perbedaan yang mendasar dengan teori
konvensional. Perbedaan ini menyangkut nilai dasar yang menjadi
pondasi teori, motif dan tujuan konsumsi, hingga teknik pilihan dan
alokasi anggaran untuk berkonsumsi.
Perilaku konsumen menurut Islam, menurut Mannan (1986)
ada 5 prinsip perilaku dalam Islam yaitu: prinsip keadilan, prinsip
kebersihan, prinsip kesederhanaan, prinsip kemurahan hati dan
prinsip moralitas. Penelitian yang dilakukan ini membahas
mengenai wakaf uang, maka dari 5 indikator perilaku konsumen
menurut Islam, yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan
ini adalah 3 indikator, yaitu: prinsip moralitas, prinsip kemurahan
hati, dan prinsip kesederhanaan.
Indikator-indikator yang digunakan dalam penelitian yang
dilakukan ini untuk mengukur variabel perilaku nasabah
menggunakan 3 indikator yang pernyataannya dibagi 5 tingkat
yang paling lemah adalah sangat tidak setuju dan yang paling tinggi
sangat setuju. Adanya 3 indikator maka skor yang paling rendah
adalah 5 dan paling tinggi adalah 15. Skor yang 15 atau rata-rata
skor 5 menunjukkan nasabah memiliki perilaku yang bagus untuk
wakaf uang di bank syariah.
3.5.9 Ukuran Teta (θ)
Teta (θ), adalah seluruh pengetahuan yang diambil dari ajaran
Allah dan diskusi dengan para ahli atau dikenal dengan istilah
shuratic process. Sehingga seluruh hukum, kebijakan atau
keputusan yang dibuat berasal dari ajaran ilmu Allah. Hasil
implementasi dari hukum, kebijakan atau keputusan yang
101
berdasarkan hukum Allah akan menghasilkan suatu dampak dalam
kehidupan yang merupakan berkah dari Allah sebagai rahmatan lil
Alamin, hasil implementasi tersebut dilambangkan dengan simbol
θ, dimana θ ini nantinya merupakan variabel yang digunakan untuk
mendeskripsikan variabel-variabel yang digunakan dalam
penelitian yang dilakukan ini yang berkaitan dengan pengetahuan
yang berdasarkan dari Alquran dan Hadis, dan teta (θ) ini tidak bisa
diukur.
3.6 Uji Validitas dan Realibilitas Instrumen
Mengingat pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan
kuesioner, maka kesungguhan responden dalam menjawab pertanyaan
merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian yang dilakukan ini.
Keabsahan dan kesahihan suatu penelitian sangat ditentukan oleh alat
ukur yang digunakan. Apabila alat ukur yang dipakai tidak valid atau
tidak dapat dipercaya, maka hasil penelitian yang dilakukan tidak akan
menggambarkan keadaaan yang sesungguhnnya. Sesuai dengan standar
pembuatan instrumen, maka sebelum instrumen digunakan sebagai alat
uji penelitian harus dilakukan uji coba terlebih dahulu kepada responden
sekurang-kurangnya 30 orang responden sebagai try out. Dalam
mengatasi hal itu dilakukan dua macam pengujian, yaitu uji validitas (test
of validity) dan uji keandalan (test of reliability). Jika validitas dan
reliabilitas tidak diketahui, maka akibatnya menjadi fatal dalam
memberikan kesimpulan ataupun dalam memberikan alasan terhadap
hubungan antar variabel, bahkan secara luas mencakup proses
pengambilan data sejak konsep disiapkan sampai data dianalisis.
102
3.6.1 Uji Validitas
Uji validitas yang digunakan pada instrumen penelitian yang
dilakukan ini menggunakan Statistic Pearson Product Moment
Correlation (r), yang diukur untuk variabel pengetahuan, sikap,
norma subjektif, kendali perilaku, komitmen beragam terhadap
intensi masyarakat, dan perilaku masyarakat menggunakan
Software SPSS 15.0. Uji kualitas terhadap instrumen yang dipakai
untuk mengukur variabel penelitian yang dilakukan sebelum
melakukan analisis terhadap pokok permasalahan. Validitas
merupakan suatu ukuran yang menunjukan tingkat keandalan atau
kesalahan suatu alat ukur (Riduwan, 2005).
3.6.2 Uji Reliabilitas
Pengujian reliabilitas bertujuan untuk mengetahui konsistensi
pengukuran yang dilakukan dengan instrumen yang ada. Tinggi
rendahnya reliabilitas secara empiris ditunjukkan oleh suatu angka
yang disebut koefisien reliabilitas. Teknik penghitungan koefisien
reliabilitas menggunakan koefisien reliabilitas Alpha Cronbach.
Apabila koefisien reliabilitas semakin mendekati 1, maka
kuesioner dikatakan mempunyai reliabilitas yang baik. Jika uji
validitas sudah valid pada datanya, maka selanjutnya dilakukan
pengukuran reliabilitas untuk melihat apakah kuesioner yang akan
digunakan cukup andal atau tidak sehingga layak untuk dijadikan
kuesioner penelitian. Pengukuran reliabilitas kuesioner ini
menggunakan metode Alpa Cronbach dengan bantuan Software
SPSS 15.0. Maka menurut (Malhotra, 1999; Ghozali, 2005).), jika
nilai
mengindentifikasi konsistensi internal
reliabilitas alat ukur yang baik atau valid.
103
3.7 Pengukuran Penelitian
Data yang diolah merupakan data primer yang dikumpulkan dari
kuisioner yang disusun berdasarkan indikator dalam variabel dengan
menggunakan skala likert 1 sampai dengan 5.
3.8 Metodologi TSR (Tawhidi String Relation)
TSR adalah suatu metodologi yang menggunakan tauhid, keesaan
Allah, sebagai sumber dari pengetahuan (Sunatullah), baik yang
diturunkan melalui Alquran maupun hukum alam termasuk juga
tuntunan yang disampaikan Nabi Muhammad Saw (al-hadits) dalam
menjabarkan setiap fenomena alam beserta isinya, termasuk menyangkut
kehidupan sosial dan ekonomi manusia (Choudhury,2013).
Kumpulan pengetahuan di sisi Allah adalah tidak terbatas,
sebagaimana tercantum dalam Alquran surat Luqman (31) ayat 27, di
mana dalam surat tersebut dinyatakan bahwa kalimat Allah tersebut
adalah ilmu dan hikmah dari Allah yang dalam TSR dilambangkan
dengan simbol (Ω), selanjutnya dijabarkan dalam kehidupan Rasulullah
Muhammad Saw dikenal dengan Hadis (dilambangkan dengan θ) yang
merupakan implementasi kehidupan berdasarkan Alquran, sebagaimana
dikenal bahwa akhlak Rasul adalah akhlak Alquran.
Seluruh pengetahuan berasal dari Allah (Ω) berupa Alquran (Q)
dan Hadis (S)), termasuk dalam pembahasan tentang perilaku
masyarakat mewakafkan hartanya pada perbankan syariah yang
sebagaimana tercantum dalam Alquran surat Al-Baqarah (2) ayat 265.
Seluruh pengetahuan yang diambil dari ajaran Allah ini merupakan
hasil pemikiran dan diskusi dengan para ahli atau dikenal dengan istilah
shuratic process. Hasil pemikiran ini dilambangkan dengan (θ). Jika
diformulasikan θεΩ yang artinya θ tersebut merupakan elemen atau
bagian dari Ω sehingga seluruh hukum, kebijakan atau keputusan yang
104
dibuat berasal dari ajaran ilmu Allah. Hasil implementasi dari hukum,
kebijakan atau keputusan yang berdasarkan hukum Allah akan
menghasilkan suatu dampak dalam kehidupan yang merupakan berkah
dari Allah sebagai rahmatan lil alamin, dilambangkan hasil
implementasi tersebut dengan simbol {θ,X(θ)}.
Setiap solusi yang dihasilkan dari pengimplementasian ilmu Allah
dalam kehidupan sehari-hari X(θ) akan selalu diikuti dengan evaluasi
seberapa jauh aktualisasi hukum Allah dijalankan untuk mengetahui
seberapa besar dampak peningkatan rahmat bagi kesejahteraan hidup
manusia. Proses analisis untuk mengetahui derajat kehidupan sosial yang
menghitung tingkat komplementaritas variabel-variabel yang diteliti
dikenal dengan persamaan Social Wellbeing Function, W(θ,X(θ))
(Choudhury,2013).
Dalam
Social
Wellbeing
Function
terjadi
proses
berkesinambungan terus-menerus untuk selalu mencari hasil yang lebih
baik dengan saling berinteraksi, integrasi, dan evolusinya pada setiap
variabel. Penjelasan tersebut dapat diilustrasikan berikut sebagai
persamaan dari metodologi Tawhidi String Relation (TSR)
105
TSR memiliki prinsip utama adanya interrelationship dan
complementary antar variabel pembentuk model yang dapat dibuktikan
dengan melakukan sejumlah perhitungan simulasi matematika dari
model persamaan matematika.
Dalam penelitian yang dilakukan ini metode TSR lebih digunakan
sebagai pola pikir dan analisis kualitatif, khususnya pada tahap shuratic
process, yaitu melakukan suatu analisis berdasarkan proses pengolahan
informasi dari berbagai nara sumber, baik literatur maupun jurnal dalam
menjelaskan atau menganalisis tentang variabel-variabel yang dianalisis
dalam penelitian ini, yang berkaitan dengan perilaku masyarakat
mewakafkan hartanya pada perbankan syariah.
3.9 Model Analisis Data
Penelitian yang dilakukan ini menggunakan metode analisis data
dengan menggunakan software Smart PLS versi 2.0.m. PLS (Partial
Least Square) merupakan analisis persamaan struktural (SEM) berbasis
varian yang secara simultan dapat melakukan pengujian model
pengukuran sekaligus pengujian model struktural. Model pengukuran
digunakan untuk uji validitas dan reabilitas, sedangkan model struktural
digunakan untuk uji kausalitas (pengujian hipotesis dengan model
prediksi). Ghozali (2005) menjelaskan bahwa PLS adalah metode
analisis yang bersifat soft modeling karena tidak mengasumsikan data
harus dengan pengukuran skala tertentu, yang berarti jumlah sampel
dapat kecil (dibawah 100 sampel). Perbedaan mendasar PLS yang
merupakan SEM berbasis varian dengan LISREL atau AMOS yang
berbasis kovarian adalah tujuan penggunaannya. Dibandingkan dengan
covariance based SEM (yang diwakili oleh software AMOS, LISREL
dan EQS) component based PLS mampu menghindarkan dua masalah
106
besar yang dihadapi oleh covariance based SEM yaitu inadmissible
solution dan factor indeterminacy (Tanenhaus et al.,2005).
Terdapat beberapa alasan yang menjadi penyebab digunakan PLS
dalam suatu penelitian. Dalam penelitian yang dilakukan ini alasanalasan tersebut yaitu: pertama, PLS (Partial Least Square) merupakan
metode analisis data yang didasarkan asumsi sampel tidak harus besar,
yaitu jumlah sampel kurang dari 100 bisa dilakukan analisis, dan residual
distribution. Kedua, PLS (Partial Least Square) dapat digunakan untuk
menganalisis teori yang masih dikatakan lemah, karena PLS (Partial
Least Square) dapat digunakan untuk prediksi. Ketiga, PLS (Partial
Least Square) memungkinkan algoritma dengan menggunakan analisis
series ordinary least square (OLS) sehingga diperoleh efisiensi
perhitungan olgaritma (Ghozali, 2005). Keempat, pada pendekatan PLS
diasumsikan bahwa semua ukuran variance dapat digunakan untuk
menjelaskan. Metode analisis data dalam penelitian yang dilakukan ini
terbagi menjadi dua, yaitu:
1.
Analisis Statistik Deskriptif
Analisis deskriptif, yaitu analisis empiris secara deskripsi
tentang informasi yang diperoleh untuk memberikan
gambaran/menguraikan tentang suatu kejadian (siapa, apa, kapan,
dimana, bagaimana, berapa banyak) yang dikumpulkan dalam
penelitian (Supranto, 2001). Data tersebut berasal dari jawaban
yang diberikan oleh responden atas item-item yang terdapat dalam
kuesioner. Selanjutnya peneliti mengolah data-data yang ada
dengan cara dikelompokkan dan ditabulasikan kemudian diberi
penjelasan.
107
2.
Analisis Statistik Inferensial
Statistik inferensial, (statistic induktif atau statistic
probabilitas), adalah teknik statistik yang digunakan untuk
menganalisis data sampel dan hasilnya diberlakukan untuk
populasi (Sugiyono, 2004). Sesuai dengan hipotesis yang telah
dirumuskan, maka dalam penelitian yang dilakukan ini analisis
data statistik inferensial diukur dengan menggunakan software
SmartPLS (Partial Least Square) mulai dari pengukuran model
(outer model), struktur model (inner model) dan pengujian
hipotesis.
PLS (Partial Least Square) menggunakan metoda principle
component analiysis dalam model pengukuran, yaitu blok ekstraksi
varian untuk melihat hubungan indikator dengan konstruk latennya
dengan menghitung total varian yang terdiri atas varian umum
(common variance), varian spesifik (specific variance) dan varian
error (error variance). Sehingga total varian menjadi tinggi.
Metoda ini merupakan salah satu dari metoda dalam Confirmatory
Factor Analysis (CFA). Menurut Hair et.al. (2010) metoda ini tepat
digunakan untuk reduksi data, yaitu menentukan jumlah faktor
minimum yang dibutuhkan untuk menghitung porsi maksimum
total varian yang direpresentasi dalam seperangkat variabel
asalnya. Metode ini digunakan dengan asumsi peneliti mengetahui
bahwa jumlah varian unik dan varian error dalam total varian
adalah sedikit. Metode ini lebih unggul karena dapat mengatasi
masalah indeterminacy, yaitu skor faktor yang berbeda dihitung
dari model faktor tunggal yang dihasilkan dan admissible data,
yaitu ambiguitas data karena adanya varian unik dan varian error.
Penelitian yang dilakukan ini menggunakan variabel
undimensional dengan model indikator reflektif. Variabel
108
undimensional adalah variabel yang dibentuk dari indikatorindikator baik secara reflektif maupun secara formatif (Hartono dan
Abdilah, 2009). Sedangkan model indikator reflektif adalah model
yang mengasumsikan bahwa kovarian diantara pengukuran
dijelaskan oleh varian yang merupakan manifestasi dari konstruk
latennya dimana indikatornya merupakannya indikator efek (effect
indikator). Menurut Ghozali (2005) Model reflektif sering disebut
juga principal factor model di mana covariance pengukuran
indikator dipengaruhi oleh konstruk laten. Model refleksif
menghipotesiskan bahwa perubahan pada konstruk laten akan
memengaruhi perubahan pada indikator dan menghilangkan satu
indikator dari model pengukuran tidak akan merubah makna atau
arti konstruk (Bollen dan Lennox, 1991). Analisis ini juga
digunakan untuk menghitung factor scores dari variabel
Pengetahuan nasabah, Sikap nasabah, Norma Subjektif, Kendali
Perilaku, Komitmen Beragama, Trust, Intensi, dan Perilaku
Nasabah.
Pengukuran Model (Outer Model)
Outer model sering juga disebut (outer relation atau
measurement model) yang mendefinisikan bagaimana setiap blok
indikator berhubungan dengan variabel latennya. Model
pengukuran (outer model) digunakan untuk menguji validitas
konstruk dan reliabilitas instrumen. Uji validitas dilakukan untuk
mengetahui kemampuan instrumen penelitian mengukur apa yang
seharusnya diukur (Cooper dan Schindler, 2006). Sedangkan uji
reliablitas digunakan untuk mengukur konsistensi alat ukur dalam
mengukur suatu konsep atau dapat juga digunakan untuk mengukur
konsistensi responden dalam menjawab item pernyataan dalam
3.
109
kuesioner atau instrumen penelitian. Convergent validity dari
measurement model dapat dilihat dari korelasi antara skor indikator
dengan skor variabelnya. Indikator dianggap valid jika memiliki
nilai AVE diatas 0,5 atau memperlihatkan seluruh outer loading
dimensi variabel memiliki nilai loading > 0,5 sehingga dapat
disimpulkan bahwa pengukuran tersebut memenuhi kriteria
validitas konvergen (Chin, 1995). AVE adalah rerata persentase
skor varian yang diekstrasi dari seperangkat variabel laten yang
diestimasi melalui loading standarlize indikatornya dalam proses
iterasi algoritma dalam PLS. Melambangkan standardize loading
factor dari adalah jumlah indikator. Selanjutnya uji reliablitas dapat
dilihat dari nilai Cronbach’s alpha dan nilai composite reliability.
Untuk dapat dikatakan suatu item pernyataan reliabel, maka nilai
Cronbach’s alpha harus >0,6 dan nilai composite reliability harus
>0,7. Dengan menggunakan output yang dihasilkan SmartPLS
maka composite reliability dapat dihitung. Nilai composite
reliability adalah component loading ke indikator dan
dibandingkan dengan Cronbach’s Alpha, ukuran ini tidak
mengansumsikan tau equivalence antar pengukuran dengan asumsi
semua indikator diberi bobot sama. Sehingga Cronbach’s Alpha
cenderung lower bond estimate reliability, sedangkan Composite
Reliability merupakan closer approximation dengan asumsi
estimasi parameter adalah akurat.
Evaluasi Model Struktural (Inner Model)
Model struktural (inner model) merupakan model struktural
untuk memprediksi hubungan kausalitas antar variabel laten.
Melalui proses bootstrapping, parameter uji T-statistic diperoleh
untuk memprediksi adanya hubungan kausalitas. Model struktural
4.
110
(inner model) dievaluasi dengan melihat persentase variance yang
dijelaskan oleh nilai R2 untuk variabel dependen dengan
menggunakan ukuran Stone-Geisser Q-square test dan juga
melihat besarnya koefisien jalur strukturalnya. Oleh karena PLS
didesain untuk recursive model, maka hubungan antar variabel
laten, setiap variabel laten dependen, atau sering disebut causal
chain system dari variabel laten dapat dispesifikasikan yaitu
merupakan koefisien jalur yang menghubungkan predictor
endogen dan variabel laten exogen disepanjang range indeks dan
disebut inner residual variabel. Jika nilai R2 lebih besar dari 0,2
maka dapat diinterpretasikan bahwa prediktor laten memiliki
pengaruh besar pada level struktural.
5.
Predictive Relevance
R-square model PLS dapat dievaluasi dengan melihat Qsquare predictive relevance untuk model variabel. Q-square
mengukur seberapa baik nilai observasi yang dihasilkan oleh model
dan juga estimasi parameternya. Nilai Q-square lebih besar dari 0
(nol) memperlihatkan bahwa model mempunyai nilai predictive
rele-vance, sedangkan nilai Q-square kurang dari 0 (nol)
memperlihatkan bahwa model kurang memiliki predictive
relevance. Namun, jika hasil perhitungan memperlihatkan nilai Qsquare lebih dari 0 (nol), maka model layak dikatakan memiliki
nilai prediktif yang relevan, dengan rumus sebagai berikut:
Q2=1-(1-R12)(1-R22)……(1-Rp2)…………………………….3.7
111
6.
Model Analisis Persamaan Struktural
Model analisis struktural tahap pertama yang dibangun
dalam penelitian yang dilakukan ini dapat dilihat pada gambar
berikut:
Gambar 3.1. Diagram Alur
Keterangan :
X1.1
= Pengetahuan Produk
X1.2
= Pengetahuan Pembelian
X1.3
= Pengetahuan Pemakaian
X2.1
= Akhlak terhadap Allah
X2.2
= Akhlak terhadap diri sendiri
X2.3
= Akhlak terhadap sesama manusia
X3.1
= Niat Ibadah
X3.2
= Niat Ta’at
X3.3
= Niat Qurban
X4.1
= Faktor Internal
X4.2
= Faktor Eksternal
X5.1
= Dimensi Keyakinan
112
X5.2
X5.3
X5.4
X5.5
X6.1
X6.2
X6.3
X6.4
X6.5
Z1
Z2
Z3
Y1
Y2
Y3
= Dimensi Peribadatan atau Praktik Agama
= Dimensi Penghayatan
= Dimensi Pengamalan
= Dimensi Pengetahuan Agama
= Trustworthy
= Keep the best interest
= Keep the promises and commitment
= Believe the information provided
= Genuinely Concerned
= Faktor Pribadi (sikap, kepribadian, nilai, kondisi
emosi, intelegensi)
= Faktor sosial (usia, jenis kelamin, ras dan etnis,
pendidikan, pendapatan, religi/kepercayaan)
= Informasi (Pengalaman, Pengetahuan, Media)
= Prinsip moralitas
= Prinsip Kemurahan Hati
= Prinsip Kesederhanaan
= Indikator menjelaskan variabel penelitian
= Hubungan antar variable penelitian
7.
Pengujian Hipotesis
Menurut Hartono (2008) dalam Hartono dan Abdillah
(2009) menjelaskan bahwa ukuran signifikansi keterdukungan
hipotesis dapat digunakan perbandingan nilai T-table dan Tstatistic. Jika T-statistic lebih tinggi dibandingkan nilai T-table,
berarti hipotesis terdukung atau diterima. Dalam penelitian yang
dilakukan ini untuk tingkat keyakinan 95 persen (alpha 95 persen)
maka nilai T-table untuk hipotesis satu ekor (one-tailed) adalah
>1,66488. Analisis PLS (Partial Least Square) yang digunakan
113
dalam penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan program
SmartPLS versi 2.0.m3.
3.10 Exploratory research
Penelitian eksplanatori adalah Penelitian yang bertujuan
menggali/mencari variabel-variabel atau faktor-faktor yang terdapat
pada suatu fenomena/kondisi/setting sosial tertentu dan eksplorasi dari
sesuatu yang belum diketahui atau belum banyak informasi yang tersedia
tentang hal atau tempat atau situasi tertentu (Kumar, 2005). Oleh karena
penelitian yang dilakukan ini juga melakukan depth interview, maka
dalam analisis hasil depth interview adalah menggunakan metode
exploratory research.
Metode Penelitian Eksploratori akan melibatkan 3 (tiga) komponen
utama, yaitu teknik kualitatif, analisis data sekunder, dan penelitian
lapangan (Cooper & Schindler, 2006). Ketiganya dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1.
Teknik Kualitatif, tujuan eksploratori dapat dicapai dengan
teknik kuantitatif maupun kualitatif. Penelitian yang
dilakukan ini menggunakan teknik kualitatif. Pertanyaanpertanyaan manajemen dalam rumusan masalah
114
2.
diinvestigasi dengan menggunakan pendekatan-pendekatan
sebagai berikut:
a) Studi kasus, guna memperoleh kedalaman analisis
kontekstual terhadap beberapa kejadian/kondisi;
b) Analisis dokumen, guna mengevaluasi rekaman,
laporan, opini baik dari masa lalu atau bersifat rahasia
maupun untuk umum;
c) Wawancara individual tingkat manajemen puncak,
biasanya dialog santai dan bukan tanya jawab yang
terstruktur;
d) Observasi langsung ke lapangan untuk melihat secara
dekat level operasi yang ada guna memperoleh
pengalaman tangan pertama mengenai objek penelitian.
Kombinasi pendekatan kualitatif tersebut di atas melahirkan
beberapa aktifitas lanjutan, yaitu analisis data sekunder,
survei lapangan, kelompok fokus/kerja, dan desain 2 tahap.
Analisis Data Sekunder, tahap pertama dalam studi
eksploratori adalah pencarian data sekunder. Data sekunder
adalah bahan yang dibuat pihak lain dengan tujuan spesifik.
Peneliti mulai dengan mengeksplorasi arsip-arsip data
perusahaan objek penelitian. Laporan hasil penelitian yang
sebelumnya sudah ada dapat memberikan data historis yang
menggambarkan pola pengambilan keputusan sebelumnya,
dan membantu peneliti menentukan metodologi mana yang
terbukti telah berhasil dan yang tidak berhasil. Sumber
kedua untuk data sekunder adalah dokumen atau publikasi
yang disiapkan oleh pihak luar selain perusahaan objek
penelitian. Sumber ini membantu peneliti menentukan apa
yang perlu dikerjakan dan menjadi sumber yang kaya
115
3.
dengan hipotesa. Bentuknya dapat berupa konvensional
(buku, jurnal, katalog) maupun elektronik (dapat diakses
lewat internet).
Penelitian Lapangan, beberapa data internal yang berisi
informasi penting buat penelitian kadang-kadang tidak
terorganisasi dengan baik. Peneliti harus melakukan survei
langsung ke lapangan guna memperoleh informasi detail
pihak-pihak yang terkait langsung dengan studi ini dan
mengklarifikasi data yang sebelumnya sudah diperoleh.
Yang paling penting buat peneliti adalah memperoleh ide
tentang beberapa isu/aspek penting tentang subjek penelitian
dan menemukan cakupan utama yang menjadi prioritas dari
semua disiplin ilmu yang ada.
116
Bab 4. HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
4.1 Deskriptif Data
4.1.1 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Instrumen penelitian berupa kuesioner dalam penelitian yang
dilakukan sebelum disebarkan untuk mengambil data penelitian,
maka dilakukan uji validitas dan reliabilitas pada instrumen
tersebut. Tahap uji validitas dan reliabilitas dilakukan pada 30
responden. Kriteria pengujian r kritis sebesar 0,30 digunakan untuk
pengujian validitas instrumen data (skala) masing-masing variabel
penelitian. Hal ini sesuai dengan pendapat Sugiyono (2009), bahwa
apabila harga korelasi di atas 0,3 maka dapat disimpulkan butir
instrumen valid, sedangkan bila harga koefisien korelasi di bawah
0,3 maka dapat disimpulkan bahwa butir instrumen tersebut tidak
valid (gugur) sehingga harus diperbaiki atau dibuang.
Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Pengetahuan
Sumber: kuesioner, data diolah
Hasil uji validitas dan reliabilitas untuk variabel pengetahuan
terlihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1 menunjukkan bahwa semua item
117
pernyataan untuk mengambil data mengenai pengetahuan
masyarakat memiliki nilai korelasi lebih dari 0,30 dan nilai
signifikansi < 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa instrumen untuk
mengambil data pengetahuan dalam penelitian adalah valid.
Validitas yang valid pada instrumen penelitian untuk variabel.
Pengetahuan ini juga menunjukkan bahwa indikator-indikator
variabel pengetahuan berupa pengetahuan produk, pengetahuan
pembelian dan pengetahuan pemakaian adalah valid.
Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Sikap
Sumber: kuesioner, data diolah
Hasil uji validitas dan reliabilitas untuk variabel sikap terlihat
pada tabel 4.2. Nilai korelasi pearson untuk semua indikator dari
variabel sikap dalam penelitian yang dilakukan ini adalah
semuanya lebih besar dari 0,30, yaitu masing-masing 0,912; 0,912;
dan 0,550. Hasil ini menunjukkan bahwa indikator-indikator untuk
mengukur variabel sikap berupa akhlak terhadap Allah, akhlak
terhadap diri sendiri, dan akhlak terhadap sesama orang lain adalah
valid.
118
Tabel 4.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Variabel Norma Subjektif/Niat
Sumber: kuesioner, data diolah
Instrumen penelitian untuk mengukur norma subjektif/niat
responden dalam penelitian yang dilakukan ini sebelum disebarkan
kepada sampel penelitian maka dilakukan uji validitas dan
reliabilitas pada 30 responden. Hasil uji validitas dan reliabilitas
instrumen penelitian tersebut terlihat pada tabel 4.3 di atas. Nilai
korelasi pearson untuk melihat tingkat kevaliditasan instrumen
penelitian, menunjukkan nilai sebesar 0,944; 0,911; dan 0,913.
Nilai korelasi pearson lebih besar dari 0,30 menunjukkan bahwa
indikator-indikator untuk mengukur variabel norma subjektif/niat
adalah valid.
Tabel 4.4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Variabel Kendali Perilaku/PBC
Sumber: kuesioner, data diolah
Hasil uji validitas dan Reliabilitas variabel kendali
perilaku/PBC dari instrumen dalam penelitian yang dilakukan ini
119
terlihat pada tabel 4.4. Tabel 4.4 menunjukkan bahwa nilai korelasi
pearson indikator-indikator untuk mengukur kendali perilaku/PBC dalam penelitian yang dilakukan ini memiliki nilai korelasi
pearson > 0,30. Hasil ini menunjukkan bahwa indikator faktor
internal dan faktor eksternal untuk mengukur variabel kendali
perilaku/PBC adalah valid. Sehingga instrumen ini digunakan
untuk mengambil data dan mengukur variabel kendali
perilaku/PBC dari sampel penelitian akan memberikan data yang
valid.
Tabel 4.5 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Variabel Komitmen Beragama
Sumber: kuesioner, data diolah
Tabel 4.5 menunjukkan hasil uji validitas untuk instrumen
mengukur variabel komitmen beragama. Nilai korelasi pearson
setiap indikator dari variabel komitmen beragama lebih besar dari
nilai r kritis yang sebesar 0,30 dan lebih kecil dari nilai signifikansi
0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa semua indikator untuk
mengukur komitmen beragama dalam penelitian yang dilakukan
ini adalah valid.
120
Tabel 4.6 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Trust
Sumber: kuesioner, data diolah
Hasil uji validitas dan reliabilitas untuk instrumen penelitian
variabel trust terlihat pada tabel 4.6. Uji validitas dilihat dari
perbandingan nilai korelasi pearson dengan nilai r kritis atau nilai
signifikansi. Nilai korelasi pearson untuk semua indikator variabel
trust lebih besar dari nilai r kritis sebesar 0,30 dan juga memiliki
nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05. Hasil ini menunjukkan
bahwa indikator untuk mengukur variabel trust berupa trustworthy,
keep the best interest, keep the promises and commitment, believe
the information provided dan genuinely concerned adalah valid.
Tabel 4.7 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Intensi
Sumber: kuesioner, data diolah
121
Tabel 4.7 di atas menunjukkan hasil uji validitas dan
reliabilitas variabel intensi. Hasil uji validitas terlihat dari nilai
korelasi pearson semua indikator variabel Intensi yang bernilai
lebih dari 0,30. Nilai korelasi pearson lebih dari 0,30 menunjukkan
bahwa semua indikator untuk mengukur variabel Intensi melalui
instrumen dalam penelitian yang dilakukan ini adalah valid.
Tabel 4.8 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Perilaku
Konsumen
Sumber: kuesioner, data diolah
Instrumen penelitian untuk menghimpun data mengenai
variabel perilaku konsumen sebelum disebarkan pada sampel
penelitian, dilakukan uji validitas dan reliabilitas pada 30 orang
responden. Hasil uji validitas instrumen penelitian untuk variabel
perilaku konsumen adalah terlihat pada nilai korelasi pearson
semua indikator variabel perilaku konsumen. Nilai korelasi pearson
semua indiaktor variabel perilaku konsumen lebih besar dari 0,30.
Hasil uji validitas ini menunjukkan bahwa semua indikator untuk
mengukur variabel perilaku konsumen adalah valid.
122
4.1.2 Deskriptif Statistik Data Penelitian Setiap
Variabel
Penelitian yang dilakukan ini memiliki 8 variabel penelitian,
yaitu pengetahuan (X1), sikap (X2), norma subjektif/niat (X3),
kendali perilaku/PBC (X4), komitmen beragama (X5), trust (X6),
intensi (Z), dan perilaku konsumen (Y). Statistik deskriptif
kedelapan variabel penelitian tersebut akan diuraikan sebagai
berikut.
Tabel 4.9 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian Pengetahuan
Sumber: kuesioner, data diolah
Secara keseluruhan indikator untuk mengukur tingkat
pengetahuan masyarakat mengenai wakaf uang dalam penelitian
yang dilakukan ini memiliki nilai rata-rata skor sebesar 3. Rata-rata
skor sebesar 3, menunjukkan skor sebesar 3 yang artinya responden
cukup setuju dengan pernyataan-pernyataan yang digunakan untuk
mengukur tingkat pengetahuan masyarakat mengenai wakaf uang,
baik dari sisi pengetahuan produk, pembelian, dan pemakaian.
Hasil ini juga menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan
masyarakat mengenai wakaf uang masih cukup rendah.
Seorang wakif yang merupakan responden menyampaikan
persepsi mengenai pengetahuan wakaf khususnya wakaf uang,
bahwa:
123
“Cuma, pendalamannya itu kan kadang-kadang wakaf itu, ya,
persepsinya warisan, yang kayak gitulah. Belum sampai ke tatanan
untuk menggerakkan, istilahnya ini manfaatnya apa. Seperti
itu,Pak. Ya, karena background saya, Pak. Di IT di sini, jadi
menyentuh ke arah sana kulitnya, Pak, seperti itu.”
Hasil wawancara dengan wakif tersebut menunjukkan bahwa
pengetahuan wakif mengenai wakaf hanya sebatas bahwa wakaf
tersebut berkaitan dengan warisan. Wakif masih memahami wakaf
sesuatu yang sederhana. Hasil wawancara dengan wakif tersebut
dikuatkan juga dengan hasil wawancara dengan DSN MUI
mengenai rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai wakaf
khususnya wakaf uang.
Responden ahli syariah menyatakan bahwa:
“...dibandingkan pemahaman keagamaan masyarakat
tentang wakaf dengan UU kesenjangannya terlalu jauh, jadi UUnya terlalu maju...”
Pernyataan ahli syariah tersebut menjelaskan bahwa ada
kesenjangan pemahaman masyarakat mengenai wakaf dengan
Undang Undang Wakaf. Undang Undang Wakaf dibuat untuk
sesuatu yang jauh ke depan atau untuk masa depan, sementara
masyarakat Indonesia masih banyak memahami wakaf berdasarkan
pemahaman yang diberikan oleh para ustaz atau kyai yang juga
belum paham mengenai wakaf,khususnya wakaf uang. Penyebab
kedua menurut ahli syariah tersebut yang menjadi penyebab
rendahnya pemahaman masyarakat mengenai wakaf adalah
sebagai sebagai berikut:
“...Nah yang kedua, sudah UUnya terlalu maju, menurut
saya, artinya ini pemahaman wakafnya rendah.Nah, terus media
124
untuk sosialisasi pun yang dilakukan Kemenag itu setengah
hati....”
Pernyataan ahli syariah tersebut menunjukkan bahwa
rendahnya pemahaman masyarakat mengenai wakaf, khususnya
wakaf uang juga bisa dikarenakan masih kurang optimalnya
sosialisasi yang dilakukan oleh Kementerian Agama mengenai
wakaf uang.
Pernyataan sama diungkapkan Direktur Pemberdayaan
Wakaf Kementerian Agama Republik Indonesia
“Bicara wakaf, orang-orang tahunya kuburan dan masjid, itu
persoalan besar.”
Indikator untuk mengukur tingkat pengetahuan masyarakat
mengenai wakaf tersebut di atas merupakan hasil dari proses
pemikiran manusia. Konsep pengetahuan tersebut mengalami
shuratic process. Hal ini berdasarkan konsep pengetahuan yang
digunakan merupakan hasil integrasi pengetahuan manusia,
berdasarkan hasil pengindraan terhadap sesuatu objek tertentu.
Shuratic process sendiri adalah upaya menguak relasi-relasi di
dalam kepatuhan atau tasbih melalui proses Interaksi, Integrasi, dan
Evolusi Kreatif (IIE) dalam kehidupan manusia.
125
Tabel 4.10 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian Sikap/Akhlak
Sumber: kuesioner, data diolah
Nilai skor tertinggi kedua adalah sebesar 3,90 untuk indikator
sikap/akhlak terhadap Allah. Indikator akhlak terhadap Allah
diwakili dengan pernyataan “Saya berkeinginan membeli produk
wakaf uang pada bank syariah sebagai bagian pelaksanaan
muamalah”. Nilai rata-rata skor sebesar 3,90 jika dibulatkan
menjadi 4, maka maknanya adalah responden rata-rata setuju
dengan pernyataan yang mewakili indikator akhlak terhadap Allah.
Hasil ini menunjukkan bahwa responden dalam penelitian yang
dilakukan ini memiliki akhlak terhadap Allah yang bagus atau
tinggi.
Hasil penyebaran kuesioner kepada 331 responden
menunjukkan secara umum sikap/akhlak responden sudah bagus.
Akhlak tersebut berkaitan akhlak terhadap Allah, akhlak terhadap
diri sendiri, dan akhlak terhadap sesama manusia. Hasil ini
menunjukkan bahwa responden menyadari bahwa membeli produk
wakaf uang di bank syariah dalam rangka meningkatkan
sikap/akhlak.
126
Tabel 4.11 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian Norma
Subjektif/Niat
Sumber: kuesioner, data diolah
Secara keseluruhan, hasil penelitian yang dilakukan ini
menunjukkan bahwa responden dalam penelitian yang dilakukan
ini memiliki norma subjektif/niat yang besar menggunakan produk
wakaf uang di bank syariah. Niat ini berkaitan karena niat ibadah,
niat kurban, dan niat taat.
Indikator niat atau norma subjektif ini konsepnya berdasarkan
Alquran dan Hadis, yang kemudian disimpulkan oleh para pemikir
ekonomi Islam. Proses terbentuknya indikator niat atau norma
subjektif tersebut termasuk dalam shuratic process. Shuratic
process dalam konsep norma subjektif atau niat ini merupakan
hasil Integrasi, Interaksi, dan Evolusi (IIE). Niat/norma subjektif
ini diimplementasikan, dan menghasilkan niat yang besar dari
responden dalam penelitian yang dilakukan ini untuk berwakaf
uang.
127
Tabel 4.12 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian Kendali Perilaku
Sumber: kuesioner, data diolah
Hasil deskriptif statistik untuk variabel kendali perilaku
secara keseluruhan memiliki nilai rata-rata skor sebesar 3. Nilai
rata-rata skor sebesar 3 menunjukkan bahwa responden akan
menggunakan produk wakaf uang di bank syariah cukup info dari
bank syariah, orang tua, teman, dan ustaz (guru/dosen). Hasil ini
menunjukkan bahwa faktor internal dan eskternal dalam mengukur
kendali perilaku masih cukup atau kurang memiliki peran dalam
mengendalikan perilaku responden untuk menggunakan produk
wakaf uang di bank syariah. Kurang berperannya faktor internal
dan eksternal, karena responden kurang mendapat informasi
mengenai manfaat produk wakaf uang dari faktor internal dan
eksternal tersebut.
Indikator kendali perilaku berdasarkan hasil pemikiran
manusia setelah mengintegrasikan beberapa informasi yang
diterima. Proses terbentuknya konsep indikator kendali perilaku
tersebut termasuk dalam shuratic process. Kendali perilaku yang
diamati dalam penelitian yang dilakukan ini mengaitkan dengan
Alquran dan Hadis menghasilkan kendali perilaku manusia
khususnya seorang muslim dalam melakukan wakaf uang.
Integrasi hasil deskripsi statistik dan konsep menunjukkan kendali
perilaku masyarakat dalam berwakaf uang, yaitu cukup.
128
Tabel 4.13 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian Komitmen
Beragama
Sumber: kuesioner, data diolah
Dimensi/indikator pengamalan memiliki nilai rata-rata skor
sebesar 4,17. Dimensi/indikator pengamalan untuk mengukur
komitmen beragama responden diwakili dengan pernyataan “Saya
sangat meyakini menggunakan produk wakaf uang di bank syariah
menambah kesempurnaan hidup kita di dunia”. Nilai rata-rata skor
sebesar 4,17 menunjukkan bahwa responden dalam penelitian yang
dilakukan ini memiliki komitmen beragama dalam menentukan
responden menggunakan produk wakaf uang di bank syariah.
Komitmen beragama yang tinggi ini dilihat dari keyakinan yang
dimiliki responden menggunakan produk wakaf uang dalam penelitian yang dilakukan ini bahwa kehidupan responden di dunia akan
bertambah kesempurnaannya dengan membeli produk wakaf uang
di bank syariah.
129
Dimensi/indikator peribadatan atau praktik agama dan
dimensi/indikator pengetahuan agama memiliki nilai rata-rata skor
sebesar 3,99 dan 3,78. Nilai rata-rata skor dibawah skor 4. Namun,
kalau dibulatkan nilai rata-rata skor tersebut sebesar 4, maka dapat
disimpulkan bahwa nilai rata-rata skor untuk dua dimensi tersebut
adalah sebesar 4. Nilai rata-rata skor sebesar 4, menunjukkan
bahwa responden dalam penelitian yang dilakukan ini cenderung
memberi jawaban setuju untuk pernyataan “Saya sangat meyakini
menggunakan produk wakaf uang di bank syariah bagian dari
peningkatan keberagamaan saya” yang mewakili dimensi/indikator
peribadatan atau praktik agama. Nilai rata-rata skor sebesar 4 juga
menunjukkan bahwa responden dalam penelitian yang dilakukan
ini cenderung menjawab setuju dengan pernyataan “Saya sangat
meyakini menggunakan produk wakaf uang di bank syariah bagian
dari aplikasi pengetahuan agama yang saya peroleh dari buku
maupun dari ustaz” yang mewakili dimensi/indikator pengetahuan
agama. Hasil penelitian yang dilakukan ini juga menunjukkan
bahwa responden dalam penelitian yang dilakukan ini memiliki
komitmen beragama yang besar dilihat dari peribadatan atau
praktik agama dan pengetahuan agama. Secara keseluruhan nilai
rata-rata skor untuk variabel komitmen beragama adalah sebesar
4.Menunjukkan bahwa komitmen beragama responden dalam
penelitian yang dilakukan ini adalah tinggi, juga menunjukkan
bahwa responden penelitian yang dilakukan ini akan menggunakan
produk wakaf uang di bank syariah karena berkaitan dengan
komitmen beragama yang tinggi dimiliki oleh responden.
Proses 1 dalam analisis TSR adalah bahwa sebuah konsep
lahir dari Alquran dan Hadis yang kemudian diintegrasikan dengan
fenomena-fenomena sehingga dapat disimpulkan oleh para
130
pemikir, khususnya para pemikir ekonomi Islam. Indikator
komitmen beragama merupakan konsep berdasarkan Alquran dan
hadis yang kemudian diintegrasikan dengan fenomena-fenomena.
Sumber Alquran dan Hadis tersebut serta fenomena sosial yang ada
di masyarakat menjadi bahan bagi para pemikir Islam, sehingga
terbentuk konsep indikator komitmen beragama. Indikator
komitmen beragama tersebut dimplementasikan dalam penelitian
yang menghasilkan bahwa komitmen beragama masyarakat sudah
bagus untuk melakukan wakaf uang.
Tabel 4.14 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian Trust
Sumber: kuesioner, data diolah
Secara keseluruhan, deskriptif statistik untuk variabel
trust/kepercayaan responden dalam penelitian yang dilakukan ini
terhadap nazhir (pengelola dana wakaf) memiliki tingkat
kepercayaan yang cukup. Hasil ini bisa disimpulkan bahwa
responden dalam penelitian yang dilakukan ini memiliki
kepercayaan yang rendah terhadap nazhir (pengelola dana wakaf).
131
Pimpinanlembaga wakafAl-Azhar, responden yang bertindak
sebagai profesional nazhir, menyatakan bahwa:
“...Pertama tentang wakaf uang, secara umum, saya
gambarkan, kalau kita lihat bank LKS yang sudah ditunjuk oleh
BWI itu kan belum signifikan, jauh sekali. Kami malah melihatnya
bukan faktor banknya saja, tapi faktor dari pihak yang
memberikan legitimasi sendiri belum kuat sekali dalam
mengedukasi masyarakat tentang wakaf itu sendiri.Sehingga saya
melihat ketika dikasih SK dandiharapkan bisa menjadi lumbung
uang, tetapi di sisi lain, para pihak bank yang ditunjuk malah
belum begitu paham tentang wakaf uang itu sendiri.Itu beberapa
yang kami jumpai. Beberapa bank syariah, coba kami tempelkan
dengan program-program, ternyata menurut bank syariah, ‘wah
seperti ini ada programnya, tidak sebatas wakaf uang’. Kalau
hanya sekadar wakaf uang, masyarakat menyerahkan uangnya,
terus nanti dikelola oleh bank. Dikelolanya bagaimana, banyak
nggak dipahami masyarakat.Sehingga tadi,Pak, berkurang kepercayaan tadi, ‘uang saya diapain?’. Inikan sebenarnya orang
menengah ke atas, yang wakaf uang ini...”
Pernyataanprofesional nazhir tersebut mengenai rendahnya
kepercayaan masyarakat terhadap nazhir terlihat bahwa ada
beberapa faktor rendahnya trust kepada nazhir. Profesional nazhir
tersebut menyatakan bahwa trust yang rendah tidak saja
disebabkan oleh bank sebagai Lembaga Keuangan Syariah, tetapi
juga lembaga otoritas yang memberikan legitimasi belum kuat
dalam mengedukasi masyarakat mengenai wakaf. Kemudian para
pengelola bank syariah masih banyak yang belum paham mengenai
wakaf. Sehingga hasil wawancara ini sesuai dengan hasil analisis
penelitian yang dilakukan ini bahwa responden tidak mengetahui
132
informasi mengenai wakaf dari perbankan syariah. Hal ini juga
sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan ini mengenai
pengetahuan responden yang cukup rendah mengenai wakaf uang,
sehingga membuat trust responden dalam penelitian yang
dilakukan ini juga cukup rendah karena kurangnya pengetahuan
mengenai peran nazhir dalam pengelolaan wakaf.
Selain itu dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan
Furqon (2011),menemukan indikasi kurang profesionalnya salah
satu LKS-PWU dalam mengelola wakaf uang. Tentu ke depan hal
ini harus menjadi perhatian bagi para pengelola wakaf (nazhir)
terkait persoalan trust, sebagaimana diungkap dalam penelitian
Ramli dan Jalil (2013) tentang perlunya kepercayaan publik pada
nazhir. Penelitian Huda, et al (2015) yang menyatakan rendahnya
kompetensi nazhir yang mendorong rendahnya trust terhadap
nazhir.
Profesional nazhir dari lembaga wakaf Al-Azhar lebih jauh
mengomentari terkait nazhir:
“Pertama, mereka itu lebih percaya pada gurunya, bagi
mereka itu sudah keberkahan.Misalnya mereka menyerahkan
lahan tanah sebagai wakaf walaupun pada akhirnya lahan tersebut
tidak produktif. Kedua, wakaf biasanya untuk masyarakat
golongan menengah ke atas terkadang mereka melihat
lembaganya. Tidak melihat ketokohannya, tapi lembaganya. Di
sini, posisi Al-Azhar. Lembaga ini karena sudah dipercaya
masyarakat ketika Al-Azhar membuatkan produk tentang wakaf,
karena percaya Al-Azhar:‘kalau Al-Azhar, saya percaya’. Ketiga,
wakif tidak melihat faktor kelembagaan, tetapi melihat hasil
kerjanya. Hasilnya, kalau memang lembaganya belum terkenal,
tapi pelaporannya bagus, hasilnya bagus dan terlihat
133
nyata.Mereka berani memberikan wakaf uang,berapapun
besarnya.
Pernyataan profesional nazhirdi atas dapat menjadi bahan
untuk membangun trust, khususnya pada pernyataan kedua dan
ketiga. Pernyataan profesional nazhir tersebut sejalan dengan hasil
riset Huda, et al (2015), perlu beberapa langkah untuk memperbaiki
persoalan nazhir, yaitu melakukan, pelatihan nazhir,sertifikasi terhadap nazhir, dantransformasi nazhir perorangan menjadi
lembaga.
Konsep trust merupakan konsep yang lahir dari manusia.
Konsep trust tersebut dihubungkan dengan Alquran dan Hadis,
sehingga terbentuk konsep indikator trust masyarakat pada
lembaga nazhir yang mengelola wakaf uang. Konsep trust tersebut
diimplementasikan dalam penelitian yang dilakukan ini, dimana
responden yang menjadi objek penelitian merupakan seorang
muslim yang memiliki komitmen beragama yang kuat. Hasil
implementasi konsep trust tersebut menunjukkan bahwa
masyarakat memiliki rasa trust/kepercayaan yang cukup rendah
terhadap lembaga nazhir dalam mengelola dana wakaf uang. Hasil
implementasi tersebut dievaluasi dengan melakukan wawancara
berupa diskusi, sehingga menghasilkan kesimpulan bahwa apabila
nazhir ingin memilikitrust yang tinggi dari masyarakat, mereka
harus profesional.
Kementerian Agama bidang pemberdayakan wakaf juga
menyatakan bahwa profesionalitas nazhir sangat penting,“Kalau
nazhir amanah, maka wakaf bisa berkembang, khususnya pada
wakaf produktif.”
Kementerian Agama juga menyatakan, salah satu penyebab
rendahnya profesionalitas nazhir karena dewasa ini yang menjadi
134
nazhirbukan berasal dari kalangan profesional, tapi dari orangorang yang sudah berusia uzur, sebagaimana hasil wawancara
berikut:…berbicara wakaf itu adalah nazhir,Pak. Orang-orang
pintar nggak ada yang mau jadi nazhir, yang nazhir itu orangorang sudah tua….
Mengatasi masih rendahnya profesionalitas nazhir dalam
mengelola wakaf, maka Badan Wakaf Indonesia dan Kementerian
Agama melakukan pembinaan terhadap para nazhir
tersebut.Nazhir profesional merupakan sebuah keharusan untuk
meningkatkan peneriman wakaf uang, terkait hal ini muncul
beberapa pemikiran melalui diskusi eksplorasi dengan informan
penelitian, yaitu:
1.
Perbankan syariah sebagai nazhir, tidak hanya
menerima dana wakaf dari wakif ataupun nazhir, tetapi
perbankan syariah langsung sebagai nazhir, tentu ada
beberapa kelebihan jika perbankan syariah sebagai
nazhir,antara lain:
a. Banyak dan luasnya jaringan kantor LKS,
merupakan faktor penting dalam memaksimalkan
sosialisasi dan penggalangan wakaf uang.
b. Kemampuan
sebagai
Fund
Manager
(Profesional).LKS pada dasarnya merupakan
lembaga pengelola dana masyarakat. Dengan
demikian, sebuah LKS itu sudah menjadi
keniscayaan memiliki kapabilitas dalam mengelola
keuangan.
c. Pengalaman, Jaringan Informasi, dan Peta
Distribusi.Pengalaman LKS dalam mengelola
keuangan sudah tidak diragukan lagi. Juga
135
2.
diperkuat oleh jaringan informasi yang kuat dan
peta distribusi yang luas. Pengalaman, jaringan,
dan distribusi ini, dalam praktik operasional
menjadi faktor yang akan selalu dipertimbangkan
untuk mengoptimalkan penghimpunan dan
pengelolaan wakaf uang. Pengelolaan wakaftunai
oleh LKS, tidak saja akan mengoptimalkan
pengelolaan dana, tapi juga akan mengefektifkan
penyaluran dana wakaf tunai sesuai dengan
keinginan sang wakif.
d. Akuntabilitas LKS dalam mengelola keuangan
sudah tidak diragukan lagi sehingga akan terus
dapat kepercayaan wakif karena selalu diinformasikan perkembangan aset yang diwakafkan
wakif.
Tidak mudah memang untuk merealisasikan Bank
syariah (LKS) sebagai nazhir tentu harus dilakukan
amandemen terhadap UU No 41 tahun 2004.
Muncul pertanyaan bagaimana exit strategy apabila
krisis keuangan terjadi danbank syariah sebagai LKS
PWU ditutup, bagaimana dengan aset wakafnya? Tentu
bank syariah sebagai institusi keuangan profesional
sangat memahami ketika menjalankan fungsi
sebagainazhir,bahwa aset wakaf uang yang dikelola
nilai pokoknya tidak boleh berkurang, bahkan harus
meningkat jumlahnya agar memberikan manfaat bagi
wakif uang. Ketika terjadi bank syariah yang
menjalankan
fungsi
nazhir
ditutup,
posisi
nazhirdigantikan sesuai ketentuan dalam Pasal 45 UU
136
No. 41 tahun 2004 yang menyatakan, di dalam
mengelola dan mengembangkan harta benda
wakaf,nazhir diberhentikan dan diganti dengan nazhir
lain apabila nazhir yang bersangkutan:
a) Meninggal dunia bagi nazhir perseorangan;
b) Bubar atau dibubarkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk
nazhir organisasi atau nazhir badan hukum;
c) Atas permintaan sendiri;
d) Tidak melaksanakan tugasnya sebagai nazhir
dan/atau melanggar ketentuan larangan dalam
pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf
sesuai denganketentuan peraturan perundangundanganyang berlaku;
e) Dijatuhi hukuman pidana oleh pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Sedangkan bagaimana dengan aset wakafnya? Dalam
pasal 43 dinyatakan:
a) Pengelolaan dan pengembangan harta benda
wakafoleh nazhir sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 42 dilaksanakan sesuai dengan prinsip
syariah;
b) Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
secara produktif;
c) Dalam hal pengelolaan dan pengembangan harta
benda wakaf yang dimaksud pada ayat (1)
diperlukan penjamin, maka digunakan lembaga
penjamin syariah.
137
3.
4.
Berdasarkan ayat 3 pasal 43 maka harta wakaf dijamin
tidak akan hilang karena dijamin lembaga penjamin
syariah.
Posisi BWI sebagai nazhir sekaligus sebagai regulator
mendapatkan sorotan dari stakeholder wakaf. Sebagian
stakeholder (Direktorat Wakaf, Nazhir Al-Azhar, dan
Majelis Ulama) menginginkan BWI fokus sebagai
regulator sebagaimana diamanahkan dalam UU No 41
tahun 2004 Pasal 49 ayat a dan d dan melepaskan diri
fungsi sebagai nazhir. Jika BWI tetap menjalankan diri
sebagai nazhir maka akan terjadi conflict of interest,
seperti ayat (a) yang menyatakan Badan Wakaf
Indonesia mempunyai tugas dan wewenang melakukan
pembinaan terhadap nazhir dalam mengelola dan
mengembangkan harta benda wakaf, sedangkan BWI
sendiri sebagai nazhir, ayat (d) yang menyatakan Badan
Wakaf Indonesia mempunyai tugas dan wewenang
memberhentikan dan mengganti nazhir, ini juga
menjadi rancu BWI memberhentikan BWI sendiri.
Penelitian yang dilakukan ini tidak membahas ini,
hanya mungkin bisa menjadi pertimbangan akan
dilakukan amandemen UU No. 41 tahun 2004
khususnya tentang fungsi BWI seperti penjelasan di
atas.
Adanya ide pendirian Bank Wakaf telah disampaikan
oleh Ketua Presidium ICMI Sugiharto (2015)4,
“Pilihannya apakah bank komersial, bank umum, atau
4
http://keuangansyariah.mysharing.co/icmi-diskusikan-pendirian-bank-wakafdengan-ojk/
138
5.
bentuknya non bank financial institution, jadi kayak
bank investasi non komersial. Dia tidak menerima
deposit, tetapi khusus, atau disebut bank khusus. Nah,
model-model ini sedang dikonsultasikan dengan OJK.
Menurut Zainur Bahar Noor (2016)5, opsi bentuk Bank
Wakaf lebih diarahkan ke Lembaga Keuangan Bukan
Bank, karena opsi bank umum syariah akan
menghadapi terlalu banyak ketentuan yang cukup rigid,
keputusan itu merujuk pada pandangan dari Ketua
Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Adapula pandangan yang mengemukakan bahwa BWI
sebagai badan seharusnya lebih independen, tidak
terlalu tergantung Kementrian Agama, karena langsung
di bawah Presiden seperti halnya BAZNAS, sehingga
BWI bisa menjalankan peran dan fungsinya lebih baik,
hal ini tentu mensyaratkan SDM di BWI harus memiliki
kompetensi yang memadai. BWI dituntut untuk mampu
meningkatkan human skill-nya nazhir dalam
mengembangkan harta wakaf yang amanah. Secara
personal nazhir harus orang-orang yang mempunyai
reputasi dan kredibilitas moral yang baik, yaitu bersifat
jujur, adil, dan amanah. Pada tataran kompetensi
keilmuan, seorang nazhir harus menguasai ilmu-ilmu
syariah, juga mesti menguasai materi-materi fikih
muamalah, khususnya yang berhubungan dengan
wakaf. Selanjutnya, pemahaman terhadap ilmu
ekonomi, seperti keuangan, manajeman, akutansi, dan
5
http://www.icmi.or.id/blog/2016/01/pendirian-bank-wakaf-tak-andalkanpresiden-jokowi
139
6.
7.
8.
ilmu ekonomi Islam adalah suatu keharusan yang tidak
bisa tidak dimiliki oleh nazhir. Karena dengan
pemahaman yang baik terhadap ilmu-ilmu tersebut
seorang nazhir mampu merealisasikan maksud dan
tujuan dari wakaf uang.
Posisi nazhir di bawah Otoritas Jasa Keuangan,
seandainya ini terjadi tentu fungsi independensi BWI
bisa menjadi luntur. Hanya tentu sisi positifnya nazhir
akan lebih terpantau dan terarah untuk menjadi
profesional dan akuntabilitas, karena adanya kewajiban
membuat laporan yang transparan dan pemeriksaan
yang rutin. Tentu untuk hal ini perlu pengkajian yang
lebih mendalam.
Syarat sebuah organisasi menjadi nazhir dalam UU No
41 tahun 2004 saling kontras antar pasal. Pasal 10 butir
2 (b) persyaratan nazhir organisasi adalah yang
bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan,
dan atau keagamaan Islam.Ayat ini kontras dengan
Pasal 11 huruf b bahwa tugas nazhir mengelola dan
mengembangkan harta benda wakaf. Pasal 11 huruf b
ini mengandung makna adanya unsur komersial dalam
pengelolaan harta benda wakaf.
Persentase penerimaan nazhir dari harta benda wakaf
sebagai pengelola wakaf cukup rendah dibandingkan
dengan amil zakat. Pasal 12 Undang Undang Nomor 41
Tahun 2004 tentang wakaf mencantumkan bahwa
nazhir dapat menerima imbalan tidak melebihi 10%.
Nilai ini relatif kecil dibanding amil zakat yang
memiliki hak sampai dengan 1/8 = 12,5%, dimana amil
140
tidak memiliki tugas mengembangkan harta seperti
nazhir dalam mengelola harta wakaf. Sehingga, sangat
wajar imbalan untuk nazhir minimal 15% agar lebih
banyak pihak profesional menjadi nazhir, sehingga
penghimpunan wakaf menjadi lebih menarik dan trust
terhadap nazhir terus meningkat.
Tabel 4.15 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian Intensi
Sumber: kuesioner, data diolah
Nilai rata-rata skor sebesar 4 dari hasil penelitian yang
dilakukan ini, menunjukkan secara keseluruhan responden dalam
penelitian yang dilakukan ini memiliki intensi yang besar untuk
menggunakan produk wakaf uang di bank syariah. Intensi yang
besar ini karena komitmen beragama yang dimiliki responden juga
cukup besar, pendapatan yang tinggi, dan informasi yang diperoleh
141
responden bahwa wakaf uang dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Variabel intensi merupakan konsep yang terbentuk dari
kesimpulan pemikiran manusia. Konsep intensi ini dikaitkan
dengan Alquran dan Hadis, serta konsep-konsep lain yang
memengaruhi intensi berupa pengetahuan, sikap/akhlak, kendali
perilaku, norma subjektif, komitmen beragama, dan trust. Integrasi
beberapa konsep tersebut menghasilkan sebuah kesimpulan berupa
intensi masyarakat dalam berwakaf uang. Hasil implementasi
konsep tersebut menunjukkan bahwa intensi masyarakat untuk
berwakaf uang besar. Hasil ini dievaluasi kembali dengan
berdasarkan Alquran, Hadis, dan ijtihad. Kesimpulan yang
diperoleh dari hasil evaluasi tersebut adalah bahwa karena
komitmen agama yang cukup besar dari masyarakat yang
merupakan responden dalam penelitian yang dilakukan ini
membuat intensi responden untuk berwakaf uang juga cukup besar.
Kesimpulan tersebut diperoleh dengan proses Interaksi, Integrasi,
dan Evolusi (IIE) yang juga disebut dengan TSR.
Tabel 4.16 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian Perilaku Nasabah
Sumber: kuesioner, data diolah
Secara keseluruhan, berdasarkan nilai rata-rata skor setiap
indikator untuk mengukur perilaku konsumen atau nasabah,
142
menunjukkan responden dalam penelitian yang dilakukan ini
memiliki perilaku yang positif untuk menggunakan wakaf uang di
bank syariah.
Perilaku konsumen dalam penelitian yang dilakukan ini
merupakan satu kesatuan konsep yang terdiri dari pengetahuan,
sikap/akhlak, norma subjektif/niat, kendali perilaku, komitmen
beragama, dan trust. Satu kesatuan yang terjadi dalam pembentukan konsep Perilaku Konsumen tersebut merupakan proses
shuratic process. Shuratic process sendiri adalah upaya menguak
relasi-relasi di dalam kepatuhan atau tasbih ini melalui proses
Interaksi, Integrasi, dan Evolusi Kreatif (IIE) dalam kehidupan
manusia. Proses IIE ini boleh dikatakan sebanding dengan shuratic
process sebagai medium pembentukan dan penyatuan seluruh
sistem relasi yang ada secara berkesinambungan melalui prinsip
kesatuan pengetahuan yang unik. Apabila prinsip tadi dikaitkan ke
dalam suatu tatanan sistem dunia, maka disitu kelak akan
memunculkan sebagian pemahaman manusia tentang suatu
Kesatuan Pengetahuan (Unity of Knowledge) yang terinduksi di
dalam suatu sistem pandangan dunia yang bertauhid (Tawhidi
World View) (Choudhury,2013).
4.2 Hasil Pengujian Hipotesis
Penelitian yang dilakukan ini menggunakan sampel sebanyak 331
responden. Analisis menggunakan Structural Equation Modeling(SEM)
dengan pendekatan Partial Least Square (PLS).Langkah-langkah
pengolahan data dengan menggunakan SmartPLS terdiri dari beberapa
tahapan seperti: uji validitas dengan menggunakan outer loadings, uji
goodness of fit menggunakan composite reliability dan cross loadings.
143
Kemudian pengujian hipotesis menggunakan inner weights (structural
model). Berikut hasil dari setiap langkah langkah tersebut diterapkan.
4.2.1 Uji Validitas dengan Outer Loadings
Outer loadings (measurement model) atau validitas
konvergen digunakan untuk menguji unidimensionalitas dari
masing-masing konstruk. Chin (1998), nilai indikator loading
factor yang lebih besar atau sama dengan 0,5 dapat dikatakan
valid.Hasil uji validitas setiap variabel dalam penelitian yang
dilakukan ini disajikan d-lam gambar berikut ini:
Gambar 4.1
Uji Validitas Keseluruhan Variabel Pengetahuan, Sikap, Norma Subjektif,
Kendali Perilaku, Komitmen Beragama, Trust, Intensi, dan Perilaku
Sumber: Hasil Olah Data Smart PLS, 2016
Melihat hasil uji validitas untuk variabel pengetahuan, sikap,
norma subjektif, kendali perilaku, komitmen beragama, trust,
intensi, dan perilaku, bahwasemua nilai indikator loading
factornya> 0,5. Indikator-indikator yang untuk menjelaskan
variabel pengetahuan, sikap, norma subjektif, kendali perilaku,
144
komitmen beragama, trust, intensi, dan perilaku memiliki nilai
loading factor> 0,5, bahwa indikator-indikator tersebut valid untuk
menjelaskan pengetahuan, sikap, norma subjektif, kendali perilaku,
komitmen beragama, trust, intensi, dan perilaku.
4.2.2 Composite Reliability
Uji keandalan data dilakukan dengan composite reliability.
Chin (1998) mengatakan bahwa “The unidimensionality of the
block of variables may be assessed by using composite reliability
(should be > 0.7)”.
Tabel 4.17. Hasil Composite Reliability
Sumber: Hasil Olah Data SmartPLS, 2016
Memperhatikan hasil Composite Reliability diatas,
keseluruhan hasil uji berada diatas 0,70. Dengan demikian data
variabel pengetahuan, sikap, normasubjektif, kendali perilaku,
komitmen beragama, trust, intensi, dan perilaku, sudah reliabel,
terandalkan, dan dapat dipergunakan untuk uji hipotesis.
145
4.2.3 Cross Loadings
Ghozali (2006),Cross Loadings bertujuan untuk menguji
kualitas data, dimana nilai korelasi dari setiap variabel dengan
indikatornya harus lebih besar dibanding dengan korelasi variabel
dengan indikator dari variabel lain. Perhatikan hasil berikut ini:
Tabel 4.18. Hasil Cross Loadings
Sumber: Hasil Olah Data SmartPLS, 2016
Tabel diatas menunjukkan bahwa nilai korelasi dari indikator
terhadap variabelnya selalu lebih besar bila dibandingkan dengan
cross loadings dari variabel yang lain dalam satu baris. Hal ini
memberi kesimpulan bahwa data penelitian sudah fit dan sudah
memenuhi kriteria untuk dipergunakan menguji hipotesis.
146
4.2.4 Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian yang dilakukan ini
menggunakan inner weights (structural model) yang diolah dengan
PLS. Berikut hasil output pembuktian hipotesis yang diperoleh:
Tabel 4.3.Result for Inner Weight
Sumber: Hasil Olah Data SmartPLS, 2016
Berdasarkan table 4.3 tersebut dapat disampaikan bahwa:
1.
Hipotesis variabel pengetahuan berpengaruh terhadap
variabel perilaku masyarakat secara tidak langsung
terbukti secara signifikan.
147
2.
3.
4.
5.
6.
Hipotesis variabel sikap berpengaruh terhadap variabel
perilaku masyarakat secara tidak langsung terbukti
secara signifikan.
Hipotesis variabel norma subjektif berpengaruh
terhadap variabel perilaku masyarakat secara tidak
langsung terbukti secara signifikan.
Hipotesis variabel kendali perilaku berpengaruh
terhadap variabel perilaku masyarakat secara tidak
langsung terbukti secara signifikan.
Hipotesis variabel komitmen beragama berpengaruh
terhadap variabel perilaku masyarakat secara tidak
langsung terbukti secara signifikan.
Pembuktian hipotesis variabel trust nazhir berpengaruh
terhadap perilaku masyarakat secara tidak langsung
terbukti secara signifikan.
4.2.5 Koefisien Determinasi
Hasil koefisien determinasi (R-Square) menunjukkan bahwa
kemampuan variabel pengetahuan, sikap, norma subjektif, kendali
perilaku, komitmen beragama, dan trust dalam menjelaskan intensi
masyarakat untuk melakukan wakaf uang di bank syariah adalah
0,5918 atau 59,18%, yang berarti bahwa peluang variabel lain
dalam menjelaskan variabel intensi wakaf uang di bank syariah
adalah 40,82%. Variabel intensi dalam menjelaskan perilaku
masyarakat dalam menggunakan wakaf uang di bank syariah
memiliki koefisien determinasi sebesar 0,4420 atau sebesar
44,20%. Hal ini berarti bahwa peluang variabel lain dalam
menjelaskan perilaku masyarakat berwakaf uang di bank syariah
adalah sebesar 55,8%.
148
4.3 Analisis TSR (Tawheedy String Relationship)
Tauhid (tawhid) adalah suatu esensi yang murni, absolut, sempurna
dan tentu saja merupakan kesempurnaan pengetahuan yang hanya
terdapat pada Allah, hanya dimiliki oleh Allah yang merupakan tujuan
luhur dari umat manusia dalam beribadah. Namun demikian, tauhidyang
juga sebagai tanda dari keesaan Allah dalam jejak Allah sendiri, yang
membentuk segalagalanya, juga berarti merupakan suatu keseluruhan
dari hukum Ilahi (sunah Allah) terkait dengan segala-galanya
(everything). Dalam domain segala-galanya dalam jejak Allah atas
tasbihdan shura (ijtihad), observasi dari indra manusia dan juga
komposisi-komposisi abstrak dari science dan society untuk
kemaslahatan umat dan pengembangan dari pengetahuan dasar
tauhidsebagai epistemologi atas keesaan Allah yang dimanifestasikan
dalam hukum Ilahi dari Quran dan pengaplikasiannya dijabarkan melalui
teladan Nabi Muhammad (sunah). Hal tersebut adalah epistemologi dari
tauhid sebagai komponen eksternal dari perjalanan kehidupan yang
berlangsung melalui peneladanan sunah.
Dalam konteks hubungan timbal balik antara science dan society
seperti itu, dihasilkan suatu struktur bagian yang tidak terpisahkan dalam
struktur pengetahuan manusia (yang diperoleh dari pengalaman sejak
masih di kandungan). Wahyu dan akal manusia menjadi domain yang
saling tertanamkan satu dengan lainnya. Namun, dengan keaslian
sumberdari wahyu itu sendiri, sebagai fondasi dasar dalam rangka
memahami keesaan dan kaitannya dengan hukum Ilahi. Akal manusia
yang deduksi dan induksi menjadi terkaitkan secara endogen, dalam
rangka menjelaskan orientasi yang dinamis dari system dunia, dimana
penelaahan melalui hubungan yang berkelanjutan antara penelaahan dan
entitas abstrak, berhasil dimengerti. Moralitas, etika, dan materialitas
149
menjadi domain endogen yang saling terkait dalam hubungan secara
menyeluruh, yang kemudian menjadi hubungan sebab-akibat yang
dinamis dari proses pembelajaran dalam kaitan atas hubungan sebabmusabab yang terkait secara melingkar (circular causal relations;
interrelationships).
Gambar 4.2. Hubungan Sebab-Akibat Melingkar (Circular Causality)
antara Tauhid, Tasbih Shura dan Sistem-Dunia (World-System)
Sumber: Choudury,2013
Gambar 4.2 di atas menunjukkan suatu struktur hubungan sebab
akibat melingkar antara tauhid, tasbih shura dan sistem dunia. Tauhid
disimbulkan dengan teta (Ω). Apabila teta ini positif, maka akan
membuat spiral TSR berputar keatas. Bahwa konsep hubungan sebab
akibat tauhid, tasbih shura, dan sistem dunia saling berkaitan dan selaras. Apabila kita gunakan untuk analisiswakaf uang sesuai penelitian
150
yang dilakukan ini, maka jika nilai teta positif, maka semua muslim yang
memiliki tauhid yang tinggi akan banyak mewakafkan uangnya, juga
menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat muslim mengenai
wakaf khususnya wakaf uang sangat tinggi dan tingkat trustymasyarakat
pada nazhir sebagai pengelola wakaf juga tinggi. Sehingga kesejahteraan dapat tercapai dan kemiskinan dapat dikurangi.
Hasil penelitian yang dilakukan ini menunjukkan bahwa tingkat
realisasi pengumpulan danawakaf khususnya wakaf uang disebabkan
oleh rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai wakaf uang dan
rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat pada nazhir sebagai
pengelola wakaf. Fenomena yang terjadi tidak sesuai dengan konsep jika
nilai tetapositif. Sehingga hasil penelitian yang dilakukan ini
menunjukkan nilai teta yang merupakan tauhiddiperkirakan bernilai 0
(nol). Kondisi nilai tetasebesar 0 (nol) tersebut membuat spiral TSR jalan
ditempat atau menumpuk tidak berputar ke atas.
Kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan ini menunjukkan
bahwa ada gangguan yang dialami antara hubungan tauhid, tasbih shura
dan sistem dunia. Gangguan ini bisa internal dan eksternal. Internal
berkaitan dengan masih rendahnya profesionalitas para nazhir, sehingga
masyarakat kurang memercayai nazhir untuk mengelola wakafnya.
Sementara dari eksternal berkaitan dengan peran Badan Wakaf Indonesia
dalam meningkatkan pengetahuan masyarakat yang masih kurang
optimal. Peran peningkatan pengetahuan masyarakat wakaf uang ini
tidak saja dari Badan Wakaf Indonesia, tetapi juga dari lembaga
pemerintah seperti Kementerian Agama dan juga dari lembaga keuangan
syariah, khususnya perbankan syariah. Kondisi inilah yang membuat
spiral TSR tidak berputar ke atas seperti gambar 4.2, tetapi tetap atau
menumpuk.
151
4.4 Analisis Wellbeing dan Maqashid Syariah Wakaf
Uang
Penelitian yang dilakukan ini memberi hasil faktor yang
memengaruhi perilakumelalui intensi nasabah bank umum syariah di
Jakarta untuk melakukan wakaf uang melaluiperbankan syariah, yaitu
pengetahuan, sikap, norma subjektif, kendali perilaku, komitmen
beragama, dan trust nazhir.
Syariah Islam diturunkan oleh Allah untuk memberikan kebaikan
dan kemaslahatan kepada manusia. Objektif atau maqashid hukum Islam
ialah untuk menjaga kepentingan dan keperluan manusia di dunia serta
akhirat, tentu hal ini juga berlaku dengan wakaf uang.
Maqashid Syariah ialah tujuan dan rahasia-rahasia yang telah
ditetapkan Allah pada setiap hukum yang telah disyariatkan, yaitu untuk
mencapai kebahagiaan individu dan masyarakat, memelihara undangundang, dan seterusnya untuk memakmurkan dunia sehingga mencapai
tahap kesempurnaan, kebaikan, kemajuan yang tinggi. Menurut AlShatibi dalam kitabnya Al-Muwafaqat fi Usul Al-Shariah, selain untuk
memelihara kemaslahatan atau kepentingan manusia dalam menjalani
kehidupan didunia, ia juga bertujuan untuk memelihara kepentingan
manusia selepas kematian mereka.
Kaitan antara wakaf dan maqashid Syariah, yaitu wakaf tidak hanya
tertumpu kepada sesuatu amal kebajikan tertentu, bahkan ia mencakupi
semua amal kebajikan untuk maslahah manusia. Di dalam hal ini, Allah
berfirman dalam QS. Al-Hajj (22):77:
“Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu,
sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat
kemenangan.”
152
Ayat ini menjelaskan maqashid wakaf yang tergolong di dalam
kategori melakukan kebaikan. Oleh karena itu, maqashid asasi wakaf
ialah melakukan kebaikan dan menyebarkan kebaikan.
Banyak ayat yang memerintahkan supaya manusia memelihara diri
dan bantu-membantu menyebarkan kebaikan dan berbuatkebajikan
seperti di dalam firman Allah:
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan
dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran”. (Al-Maidah: 2)
Berikut maqashid’ (tujuan utama) dari ibadah wakaf6 lainnya,
yaitu:
1. Sarana penghambaan kepada Allah SWT. Ibadah wakaf mesti
dapat membawa pelakunya pada kesempurnaan ibadah kepada
Allah SWT sebagai alasan terbesar penciptaan manusia itu
sendiri (QS. Az-Zariyat: 56). Membawa pada kesadaran
trasendental bahwa harta yang diwakafkan adalah milik Allah
SWT, sehingga pada akhirnya melahirkan sikap ikhlas dan
tawadu terhadap apa yang telah diwakafkan.
2. Sarana pelengkap dalam memakmurkan bumi sebagai tugas
utama dari manusia sebagai khalifah. Allah SWT berfirman:
“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan
infakkanlah (di jalan Allah) sebagian dari harta yang Dia telah
menjadikan kamu sebagai penguasanya (amanah).” (QS.AlHadid: 7). Dari sisi ekonomi, wakaf hendaknya menjadi sarana
pembangunan melalui harta produktif melalui kegiatan
6
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/wakaf/14/05/07/n5797tmaqashid-syariah-pada-sistem-wakaf-1
153
3.
4.
investasi dan produksi saat ini, untuk dimanfaatkan hasilnya
bagi generasi mendatang.
Wakaf bisa menjadi unsur pembangunan ekonomi umat.
Persoalan penting dalam pembangunan ekonomi adalah
distribusi kesejahteraan. Tidak dimungkiri, bahwa wakaf
memainkan peranan yang signifikan dalam pembangunan
ekonomi secara menyeluruh. Dimulai dari zaman Rasulullah
Sawmelalui wakaf sumur Al-Raumah oleh sahabat Utsman bin
Affan maupun wakaf uang yang sudah dipraktikkan di zaman
kekhalifahan Usmaniyah.
Wakaf bisa menjadi sarana pemersatu umat atau
memperkokoh ukhuwah Islamiyah7 yang bermakna saling
mengenal (taaruf), saling menolong (taawun), saling
menanggung (takaful) dan mendahulukan saudara seakidah
(itsar). Keempatnya harus dilakukan secara terus-menerus dan
berkelanjutan.Dengan demikian, semestinya umat Islam
mampu bersatu padu, tidak terceraiberaikan oleh apapun.
7
http://www.dakwatuna.com/2015/02/18/64146/sarana-pemersatu-umatislam/#ixzz4R4QjHP99
154
Bab 5. KONTRIBUSI, LIMITASI, DAN
IMPLIKASI
5.1 Kontribusi
Hasil penelitian ini, yang sudah diuraikan pada bab-bab
sebelumnya menjadi dasar bagi penulis untuk memberi beberapa
kontribusi, sebagai berikut:
1. Institusi atau lembaga yang bertanggung jawab dalam
pengembangan wakaf dan masyarakat luas harus secara
optimal meningkatkan pengetahuan dan intensi masyarakat
mengenai wakaf uang, sehingga dapat meningkatkan realisasi
wakaf uang. Institusi tersebut adalah dari Kementerian
Agama, Badan Wakaf Indonesia, OJK, perbankan syariah,
dan para nazhir yang berada di masyarakat. Diperlukan
kampanye wakaf secara nasional yang diikuti dengan
pemberian insentif bagi pewakaf sehingga merangsang
masyarakat semakin kenal, tertarik, dan berlomba-lomba
berwakaf. Kegiatan-kegiatan dalam rangka meningkatkan
pengetahuan masyarakat mengenai wakaf oleh perbankan
syariah dengan mengundang unsur-unsur masyarakat baik
dari akademisi, praktisi maupun masyarakat umum.
Disamping itu,bank syariah bersama nazhir wakaf
profesional membuat produk-produk penghimpunan dana
wakaf yang kreatif dan menarik serta upaya pemasaran yang
optimal.
155
2.
Pengelola wakaf, khususnya wakaf uang, harus oleh nazhir
yang profesional dan memahami keuangan, khususnya
keuangan syariah. Sehingga nazhir yang sesuai dengan
indikator tersebut adalah perbankan syariah atau lembaga keuangan syariah. Namun, Undang-Undang Wakaf belum
mencantumkan bahwa lembaga keuangan syariah bisa
menjadi nazhir, sehingga perlu ada amandemen pasal 10 butir
3 UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf, sehingga legalitas
perbankan syariah atau lembaga keuangan syariah
menjadinazhir
dapat
terpenuhi.
Dalam
upaya
mengoptimalkan peran Badan Wakaf Indonesia (BWI)
sebagai regulator perwakafan di Indonesia, maka perlu
ditinjau kembali pasal 49 butir (1) a. dengan butir (1) b. UU
No.41 tahun 2004 tentang wakaf, sehingga tidak terjadi
benturan kepentingan antara regulator dan pelaku nazhir.
Kondisi ini yang membuat BWI kurang produktif. Disamping
itu, untuk mengundang semakin banyaknya nazhir
profesional yang bergabung untuk mengelola wakaf,
diperlukan imbalan yang lebih menarik.Oleh karenanya,
pasal 12 UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf harus
diamandemen, imbalan nazhir yang semula 10% menjadi
minimal 15% dari hasil bersih atas pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf. Hal ini supaya para pengelola
wakaf tidak menjadi seperti yang dijelaskan dalam surat AtTaubah ayat 25, bahwa kesombongan karena memiliki
jumlah yang banyak membuat tidak ada manfaat kemudian
menjadi cerai-berai, tidak ada persatuan. Sehingga lembaga
nazhir perlu disertifikasi, dan yang berhak melakukan
sertifikasi nazhir wakaf uang adalah Lembaga Sertifikasi
156
Profesi (LSP) yang memperoleh izin dari Badan Nasional
Sertifikasi Profesi (BNSP).
5.2 Limitasi
Beberapa keterbatasan penting untuk diidentifikasi dalam
rangka untuk menentukan batas-batas studi ini, antara lain:
Keterbatasan pertama adalah sumber informasi, beberapa data
industri yang dipakai sebagai bahan analisis telah lampau. Adapun
data-data online terus menerus updating, sehingga ketika dijadikan
sumber informasi untuk dipakai sebagai bahan analisis
dimungkinkan telah lampau juga.
Keterbatasan kedua adalah bahwa latar belakang sumber
informasi dan sampling tidak merata, hal ini memungkinkan
beberapa sampel menjadi heterogen dan cenderung hasilnya
menyimpang terutama dalam memahami pertanyaan dalam
kuesioner.
Keterbatasan ketiga dari penelitian ini adalah untuk
metodologi yang digunakan, dalam penelitian penulis
menggunakan metodologi yang bisa jadi tidak optimal ditinjau dari
perkembangan teknik analisis datanya, sehingga hal ini bisa
menjadi peluang bagi peneliti selanjutnya melakukan modifikasi
untuk penyempurnaan hasilnya.
Keterbatasan keempat adalah dari proses sampling itu sendiri,
di mana ditemukan bahwa nasabah perbankan syariah memiliki
rekening tidak disatu bank syariah, sedangkan pengalaman
pelayanan disetiap bank syariah berbeda-beda. Disamping itu
pemahaman responden akan detail pertanyaan kuesioner tidak
merata dan bila mereka tidak mengerti, belum tersedia alat bantu
menjawab pertanyaan yang ada.
157
5.3 Implikasi
5.3.1 Implikasi Teoritik
Theory of Planned Behaviour (TPB) yang dikembangkan
Ajzen menyatakan ada tiga variabel utama yang memengaruhi
perilaku yaitu sikap, norma subjektif, dan kendali perilaku.
Penelitian yang dilakukan ini menggunakan tiga variabel tersebut
dan ditambahkan variabel lain yang masih bagian dari variabel
utama kendali perilaku, yaitu: pengetahuan, komitmen beragama,
dan trust dengan pertimbangan karena objek yang dikaji terkait
wakaf dan perbankan syariah. Sehingga dapat dinyatakan
penelitian yang dilakukan ini menggunakan Theory of Planned
Behaviour (TPB) dengan modifikasi pada komponen variabel
kendali perilaku.
Pengetahuan yang lengkap mengenai wakaf uang di bank
syariah, didukung dengan komitmen beragama yang besar pada
nasabah atau masyarakat, serta tingkat trust yang besar kepada para
nazhir memberikan dampak pada intensi yang besar pada
masyarakat dalam berwakaf uang di bank syariah. Sikap nasabah
yang bagus, norma subjektif, atau niat yang besar untuk berwakaf
uang, dan kendali perilaku berupa pemberian informasi mengenai
wakaf uang dari perbankan syariah akan meningkatkan intensi
masyarakat untuk berwakaf uang di bank syariah dan akan membentuk perilaku masyarakat untuk berwakaf uang di bank syariah.
Faktor-faktor yang dapat memengaruhi perilaku masyarakat
berwakaf uang di bank syariah tidak saja dari sikap, norma
subjektif, dan kendali perilaku, tapi juga dari variabel pengetahuan,
komitmen beragama dan trust pada nazhir melalui variabel intensi
masyarakat untuk berwakaf uang di bank syariah. Hasil ini mem-
158
berikan model baru dalam melihat perilaku masyarakat, khususnya
dalam berwakaf uang di bank syariah.
5.3.2 Implikasi Manajerial
Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan ini maka
implikasi manajerial yang diajukan adalah sebagai berikut:
1. Variabel pengetahuan berdasarkan hasil deskriptif statistik
menunjukkan hasil yang cukup rendah. Bahwa pengetahuan
masyarakat mengenai wakaf cukup rendah. Sehingga, perlu
ada usaha dari berbagai pihak agar pengetahuan masyarakat
dalam berwakaf uang di bank syariah mengalami
peningkatan. Upaya-upaya tersebut bisa dilakukan oleh
Kementerian Agama, Badan Wakaf Indonesia, Dewan
Syariah Nasional, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Perbankan
Syariah serta oleh nazhir. Upaya tersebut bisa dengan
meningkatkan program-program sosialisasi mengenai wakaf
uang kepada masyarakat.
2. Variabel trust terhadap nazhir juga memiliki nilai yang cukup
rendah dilihat dari hasil deskripsi statistik. Trust yang cukup
rendah tersebut memengaruhi intensi dan perilaku masyarakat
untuk berwakaf. Sehingga, untuk meningkatkan trust pada
nazhir, maka pengelola wakaf uang adalah perbankan syariah,
karena perbankan syariah adalah lembaga profesional dalam
mengelola keuangan. Salah satu upaya meningkatkan trust
terhadap nazhir juga bisa dengan mengadakan pelatihanpelatihan bagi nazhir dalam mengelola wakaf khususnya
wakaf uang secara profesional dan akunta-bilitas.
159
Bab 6. SIMPULAN
Simpulan
1. Hasil analisis PLS menunjukkan bahwa faktor pengetahuan
memiliki
pengaruh
terhadap
intensi,tetapi
tidak
signifikan.Namun,intensi memiliki pengaruh terhadap
perilaku nasabah bank syariah di Jakarta untuk melakukan
wakaf uang melalui perbankan syariah secara signifikan.
2. Setelah
dilakukan
analisis
statistik
dengan
softwareSmartPLS terhadap faktor sikap, menunjukkan
pengaruh yang signifikan terhadap perilaku melalui intensi
nasabah bank syariah di Jakarta dalam melakukan wakaf
uang melalui perbankan syariah.
3. Faktor norma subjektif, berdasarkan hasil analisis statistik
dan kualitatifnya menunjukkan bahwa memengaruhi perilaku
secara signifikan melalui intensi nasabah bank syariah di
Jakarta dalam melakukan wakaf uang melalui perbankan
syariah.
4. Faktor kendali perilaku, setelah dilakukan analisis statistik
dan kualitatif menunjukkan bahwa memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap perilaku melalui intensi nasabah bank
syariah di Jakarta untuk melakukan wakaf uang melalui
perbankan syariah.
5. Hasil analisis statistik dan kualitatif untuk faktor komitmen
beragama
menunjukkan bahwa komitmen beragama
memengaruhi secara signifikan perilaku melalui intensi
160
6.
7.
8.
nasabah bank syariah di Jakarta untuk melakukan wakaf uang
melalui perbankan syariah.
Faktor trust pada nazhir merupakan salah satu faktor yang
memengaruhi perilaku secara signifikan melalui intensi
nasabah bank syariah di Jakarta untuk melakukan wakaf uang
melalui perbankan syariah.
Esensi dasar wakaf uang, yaitu bagaimana mengukur manfaat
dari wakaf uang tersebut bukan hanya pada esensi
keuntungan.
Kaitan antara wakaf uang dan maqashid syariah, yaitu wakaf
tidak hanya tertumpu kepada sesuatu amal kebajikan tertentu,
bahkan wakaf mencakup semua amal kebajikan untuk
maslahat manusia.
Hasil deskriptif statistik untuk variabel pengetahuan menunjukkan
bahwa pengetahuan masyarakat mengenai wakaf uang cukup rendah.
Variabel sikap/akhlak dalam penelitian yang dilakukan ini sudah bagus.
Akhlak tersebut berkaitan akhlak terhadap Allah, akhlak terhadap diri
sendiri, dan akhlak terhadap sesama manusia. Hasil ini menunjukkan
bahwa responden menyadari bahwa membeli produk wakaf uang di bank
syariah dalam rangka meningkatkan sikap/akhlak.
Secara keseluruhan, hasil penelitian yang dilakukan ini
menunjukkan bahwa responden dalam penelitian memiliki norma
subjektif/niat yang besar menggunakan produk wakaf uang di bank
syariah. Niat ini berkaitan karena niat ibadah, niat kurban, dan niat taat.
Hasil deskriptif statistik untuk variabel kendali perilaku secara
keseluruhan menunjukkan bahwa responden akan menggunakan produk
wakaf uang di bank syariah apabila cukup informasi dari bank syariah,
orang tua, teman, dan ustaz (guru/dosen). Hasil ini menunjukkan bahwa
161
faktor internal dan eskternal dalam mengukur kendali perilaku masih
cukup atau kurang memiliki peran dalam mengendalikan perilaku
responden untuk menggunakan produk wakaf uang di bank syariah.
Kurang berperannya faktor internal dan eksternal, karena responden
kurang mendapat informasi mengenai manfaat produk wakaf uang dari
faktor internal dan eksternal tersebut.
Hasil deskriptif statistik komitmen beragama menunjukkan bahwa
responden dalam penelitian yang dilakukan ini memiliki komitmen
beragama yang besar dilihat dari peribadatan atau praktik agama dan
pengetahuan agama. Secara keseluruhan menunjukkan bahwa komitmen
beragama responden dalam penelitian yang dilakukan ini adalah tinggi
juga menunjukkan bahwa responden penelitian yang dilakukan ini akan
menggunakan produk wakaf uang di bank syariah karena berkaitan
dengan komitmen beragama responden yang tinggi.
Secara keseluruhan, deskriptif statistik untuk variabel
trust/kepercayaan responden terhadap nazhir (pengelola dana wakaf)
dalam penelitian yang dilakukan ini, memiliki tingkat kepercayaan yang
cukup. Hasil ini bisa disimpulkan bahwa responden dalam penelitian
yang dilakukan ini memiliki kepercayaan yang rendah terhadap nazhir
(pengelola dana wakaf).
Hasil penelitian yang dilakukan ini menemukan bahwa faktor
pengetahuan dan faktor trust pada nazhir sangat rendah, sementara kedua
variabel tersebut memiliki pengaruh yang signifikan secara tidak
langsung terhadap perilaku nasabah berwakaf uang melalui variabel
intensi. Sehingga perlu perhatian khusus yang lebih fokus untuk dapat
meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai wakaf uang dan
meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap nazhir (pengelola
wakaf uang).
162
Bab 7. AGENDA PENELITIAN MASA
DEPAN YANG DIUSULKAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan ini ditemukan
bahwa faktor pengetahuan dan faktor trust pada nazhir sangat rendah,
sementara kedua variabel tersebut memiliki pengaruh yang signifikan
secara tidak langsung terhadap perilaku nasabah berwakaf uang melalui
variabel intensi. Sehingga perlu perhatian khusus yang lebih fokus untuk
dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai wakaf uang dan
meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadapnazhir (pengelola wakaf
uang). Sehubungan dengan hal tersebut agenda penelitian masa depan
muncul yang berkaitan dengan wakaf uang adalah berkaitan dengan
peningkatan pengetahuan masyarakat mengenai wakaf uang dan
bagaimana upaya meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap
nazhir.
7.1 Peningkatan pengetahuan masyarakat
Sumarwan (2004) menyatakan bahwa, “Pengetahuan konsumen
akan memengaruhi keputusan pembelian. Ketika konsumen memiliki
pengetahuan yang lebih banyak, maka ia akan lebih baik dalam
mengambil keputusan, ia akan lebih efisien dan lebih tepat dalam
mengolah informasi dan mampu merecall informasi yang lebih
baik.”(Thakur, 2005; Park et.al, 2012). Hal ini bisa dijadikan topik
penelitian lebih lanjut perihal analisis pengaruh sosialisasi wakaf
terhadapat meningkatnya pengetahuan konsumen dalam proses
pengambilan keputusan dalam berwakaf, pokok pemikiran penelitian
yang bias dilakukan adalah sebagai berikut :
163
1. Memilih metode sosialisasi wakaf yang tepat;
2. Perencanaan dan strategi sosialisasi wakaf;
3. Pendanaan sosialisasi wakaf (durasi pendanaan dan tujuan
pendanaan);
4. Persiapan sebelum pelaksanaan sosialisasi;
5. Tata kelola institusi pelaksana sosialisasi wakaf.
7.2 Peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap
nazhir
Peningkatan kepercayaan (trust) pada lembaga penghimpun dan
pengelola wakaf yang disebut dengan nazhir, harus dilakukan oleh
lembaga penghimpun dan pengelola wakaf, yaitu nazhir itu sendiri dan
dapat dibantu oleh pemerintah atau otoritas, agar kepercayaan
masyarakat yang disebut dengan wakif semakin meningkat. Hal ini disebabkan kepercayaan mempunyai pengaruh besar pada niat dan perilaku
konsumen untuk melakukan transaksi berupa pembayaran wakaf
khususnya wakaf uang kepada nazhir.
Indikator-indikator kepercayaan yang dapat diteliti lebih lanjut
meliputi: trustworthy, keep the best interest, keep the promises and
commitment, believe the information provided dan genuinely concerned.
Adapun upaya untuk dapat meningkatkan kepercayaan kepada nazhir
yang dapat dijadikan topik penelitian lebih lanjut meliputi:
1. Meningkatkan kompetensi nazhir yang terdiri atas
pengetahuannya, keterampilannya dan perilakunya.
2. Meningkatkan peran serta otoritas untuk membina dan
melakukan sertifikasi kompetensi nazhir.
164
DAFTAR PUSTAKA
Alquran
Buku
A. Zaenudin dan Muhammad Jamhari. 1998, Al-Islam, Jilid 2,
Bandung: Pustaka Setia.
Abdul Halim Al-Balali.,2003, Madrasah Pendidikan Jiwa,
Jakarta: Gema Insani.
Abdul Rahman Shaleh dan Muhbib Abdul Wahab., 2004,
Psikologi Suatu Pengantar Dalam Presprktif Islam, (Jakarta:
Prenada media.
Adam, Shukri., Lahsasna, Ahcene.2013. Cash Endowment As
Source Of Fund In Islamic Micro-Financing. 4th International
Conference On Business And Economic Research (4th Icber 2013)
Proceeding.
Ahmadi, Abu.1999. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta
Ahmed, Habib. 2007. Waqf-Based Microfinance: Realizing
The Social Role Of Islamic Finance Islamic, Research and
Training Institute Islamic Development Bank Group
Ahmed, Habib. 2004. The Role of Zakah and Awqaf in
Property Alleviation. Jeddah: Islamic Development Bank,
2004.,p.28
Ahyadi AA., 2001, Psikologi Agama, Kepribadian Muslim,
Bandung: Sinar Baru.
Al-Nawawi, , Abu Zakariya Muhyiddin , 1992, al-Majmu `
Syarh alMuhaz z ab, Madinah: tnp.
Ajzen, Icek dan Driver, B.L. 1991 Prediction of Leisure
Participation from Behavioral, Normative and Control Beliefs:
165
An Application of Theory of Planned Behavior. Leisure Sciences,
Vol. 13, 185 – 204
Ajzen, I, 2005, Attitudes, Personality, and Behavior, Edisi
kedua, New York: Open University Press.
Ajzen, I., Fishbein, M. 1975. Belief, Attitude, Intention, and
Behavior : An Introduction to Theory and Research. 1st ed.
Addison-Wesley Pub. Co., Reading, Mass
Al Munawar, Said Agil Husin, 2005, Al-Qur’an Membangun
Tradisi Kesalehan Hakiki, Ciputat : PT. Ciputat Press
Al-Balali, Abdul Halim, 2003, Madrasah Pendidikan Jiwa,
Jakarta : Gema Insani
Al-Ghazali, Muhammad, 1993, Akhlak Seorang Muslim,
Semarang: Wicaksana
Ali, Muhammad Daud. 2000.Pendidikan Agama Islam.
Jakarta: Raja Grafindo Persada
Amuda, Yusuff Jelili., Embi, Nor Azizan Che.2013.
Alleviation of Poverty among OIC Countries through Sadaqat,
Cash Waqf and Public Funding. International Journal of Trade,
Economics and Finance, Vol. 4, No. 6, pp. 403 - 408
Amin, H., Chong, R. 2011. Is The Theory of Reasoned Action
Valid for Ar-Rahnu ? An Empirical Investigation. Australian
Journal of Basic and Applied Science, Vol 5. No. 10. Pp. 716-726
Ancok, D., Suroso, N.F., 2008, Psikologi Islam,Yogyakarta:
Pustaka Belajar.
Ancok, Jamaludin, 1994, Psikologi Islam, Yogyakarta :
Pustaka Belajar
Andjani, A. Sari., 1991, Efektivitas Teknik Kontrol Diri Pada
Pengendalian Kemarahan, Jurnal Psikologi, Fakultas Psikologi
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
166
Anshari, 1993, Wawasan Islam : Pokok-pokok Fikiran
tentang Islam dan Ummatnya, Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Arnaut, Muhammad M, 2000, Daur al=waqf fi al-Mujtama’
al-Islamiyah, Damaskus : Dar al-Fikr
Ascarya (Pusat Pendidikan Studi dan Kebanksentralan, Bank
Indonesia). 2005. Analytic Network Process (ANP): Pendekatan
Baru Studi Kualitatif. Universitas Trisakti, Jakarta.
Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, 2002, Mutiara
Hadits I, Semarang : Pustaka Rizky Putra
Assael, H. 1992. Consumer Behavior and Marketing Action.
New York: PWS-KENT Publishing Company
Aswandy, Edy, 2014, Pengaruh Pengetahuan, Kepercayaan
dan Komitmen , terhadap Loyalitas Nasabah Bank Syariah di
Jakarta, Disertasi, Program Doktor, Universitas Trisakti, Jakarta
Azis, Iwan J. 2003. Analytic Network Process with Feedback
Influence, A New Approach to Impact Study. Jurnal, University of
lullinois, Urbana-Campaign.
Aziz, Rahmat., Hitifah, Yuliati, 2005, Hubungan Dzikir
dengan Kontrol Diri Santri Manula di Pesantren Roudlotul Ulum
Kediri, Jurnal Psikologi Islam, Vol 1, Nomor 2
Aziz, Muhammad Ridhwan Ab., Yusof, Mohd Asyraf.2014.
An Initial Study on Student’s Need towards Islamic Waqf Bank for
Education. International Conference on Arts, Economics and
Management (ICAEM'14) March 22-23, 2014 Dubai (UAE)
Azwar, Saifuddin.2002.Pengantar Psikologi Intelegensi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Babacan, Mehmet. 2011. Economics of Philanthropic
Institutions, Regulation and Governance in Turkey. Journal of
Economic and Social Research Vol 13(2) 2011, 61-89
167
Best, Roger J., 2000, Market-Based Management: Strategies
for Growing Customer Value and Profitabiliy, Prentice-Hall, New
Jersey
Beik, Irfan Syauqi. 2013. Mengoptimalkan Wakaf Uang Bagi
Pengembangan UMKM. Iqtishodia : Jurnal Ekonomi Islam
Republika. Republika, Kamis 19 September 2013.
Beit-Hallahmy, B., Argyle, 1997, The Psichology of
Religious, Behaviour, Belief and Experiemce, First Edition, London
: Routledge
Bentler, P.M, 1995, EQS Structural Equations Program
Manual, Encino, CA : Multivariate Software
Bertens, K, 2002, Etika, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama
Bollen, K.A., R. Lennox, 1991. Conventional wisdom on
measurement — a structural equation perspective, Psychological
Bulletin 110 (2). 305–314
Budiharjo, Paulus, 1997, Mengenal Teori Kepribadian
Mutakhir, Yogyakarta : Kanisius
Bukhori, Baidi, 2012, Toleransi terhadap Umat Kristiani
Ditinjau dari Fundamentalisme Agama dan Kontrol Diri (Studi
Pada Jamaah Majelis Taklim di Kota Semarang). Laporan
Penelitian (tidak diterbitkan), Semarang
Byrne, B.M, 2001, Structural Equation Modelling With
AMOS : Basic Concepts, Application, and Programming. Mahwah,
NJ : Lawrence Erlbaum
Capra, M. Umer, “Pengharaman Bunga Bank; Rasionalkah ?;
AnalisisSyar’idanEkonomidibalikPengharamanBunga
Bank”,
(Edisiterjemah, Jakarta: SEBI, 2002),
168
Chin, W.W. 1995. Partial Least Squareis to LISREL as
Principal Componwnta Analysis is to cammon Factor Analysis.
Technology Studies, 2:315-319
Choudhury, M.A., 2013, Handbook of Tawhidi Methodology:
Economics, Finance, Society, and Science. Jakarta : Trisakti
University Press
Cizakca, M. 1995. Cash Waqfs of Bursa. Journal of Economic
and Social History of the Orient, 38(3), 1555–1823.
Çizakça,Murat. 1998. Awqaf In History And Its Implications
For Modern Islamic Economies, Jurnal Islamic Economic Studies
Vol. 6, No. 1, November 1998
Cooper, D.R., Emory, C.W., 1995, Business Research
Methods, 5th edition, Richard D Irwin, Inc.
Cooper, Donald R. & Schindler, Pamela S. 2006, Bussines
Research Methods, 9th edition. McGraw-Hill International Edition.
Cravens, David W and Nigel F. Piercy, 2007, Stategic
Marketing. McGraw-Hill, Boston
Davidoff, L.L. 1988.Psikologi Suatu Pengantar. Edisi Kedua.
Alih Bahasa: Mari Juniati. Jakarta: Erlangga
Day, G. S, 1999, Market Driven Strategy: Processes for
Creating Value, The Free Press, New York.
Day, G. S. 1994. The capabilities of market driven
organizations.Journal of Marketing, 58(October), 37–52.
Direktorat Pemberdayaan Wakaf dan Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Islam, (2008). Pedoman Pengelolaan
Wakaf Uang, (Jakarta: Departemen Agama RI).
Djamil, Abdul. 2012. Tanah Wakaf Yang Bersertifikat Baru
67,22 Persen, www.kemenag.go.id
169
Djunaidi, Achmad, dan Al-Asyhar, Thobieb. 2005. Menuju
Era Wakaf Produktif : Sebuah Upaya Progresif Untuk
Kesejahteraan Umat. Mitra Abadi Press, Jakarta.
Draz, Muhammad Abdullah., 1973, Dustur al-Akhlak Fi alQur’an, Beirut : Muassasah ar-Risalah Kuawait dan Dar al-Buhuts
al-Ilmiyah
Eagly, A. H., & Chaiken, S. 1993. The psychology of
attitudes. Fort Worth: Harcourt Brace Jovanovich.
East, R, 1997. Consumer Behavior: Advances and
Applications in Marketing. London: Prentice Hall.
Engel, James F., Blackwell, Roger D., Miniard, Paul W. 2004.
Perilaku Konsumen. 10th edition.Jakarta: Penerbit Binarupa Aksara
Fanani, Muhyar.2011.Pengelolaan Wakaf Tunai.Journal
Walisongo. Vol 19 No. 1 , pp 179-196
Fathurrahman,
Tata.
2012.
Wakaf
dan
Usaha
Penanggulangan Kemiskinan Tinjauan Hukum Islam Peraturan
Perundang-undangan di Indonesia (Studi Kasus Pengelolaan
Wakaf di Kabupaten Bandung. Disertasi. Universitas Indonesia,
Jakarta.
Fauroni, Lukman. 2012. Wakaf Untuk Produktivitas Ekonomi
Umat. Jurnal Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi, Yogyakarta.
Ferdinand A, 2002. Structural Equation Modelling Dalam
Peneltian Manajemen. Edisi 2, Seri Pustaka Kunci 03/BP UNDIP
Ferdinand, Augusty. 2005. Structural Equation Modeling.
Semarang: BP Undip.
Fishbein, M., & Ajzen, I. 1975. Belief, Attitude, Intention, and
Behavior: An Introduction to Theory and Research. Reading, MA:
Addison-Wesley.
170
Furqon, Ahmad. 2012. Wakaf Sebagai Solusi Permasalahan
Dunia Pendidikan di Indonesia. Jurnal At‐Taqaddum, Volume 4,
Nomor 2, Nopember 2012. P.47-66
Furqon, Ahmad. 2011, Analisis Praktek Perwakafan Uang
Pada Lembaga Keuangan Syariah. Walisongo, Volume 19, Nomor
1. Hal.157-178
Ghozali, Imam., dan Fuad. 2008. Structural Equation
Modelling Teori, Konsep, dan Aplikasi. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
Ghozali, Imam, 2005, Aplikasi Analisis Multivariate dengan
Program SPSS. Edisi ke-3, Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Ghufron, Nur., Risnawita. R S. 2010. Teori – teori Psikologi.
Jakarta: Ar – Ruzz Media
Glock J., Strak, R., 1968, American Piety : The Nature of
Religious Commitment , University of Californai Press
Gray, B. J., dan Hooley, G. J. 2002. Thriving on
turbulence.Journal of Market-Focussed Management, 2: 231–57
Hair, J. F., Black, W.C., Babin, B.J., Anderson, R.E., 2010,
Multivariate Data Analysis (7th Edition), New Jersey : Parson
Prentice Hall
Hamzah Ya’qub., 1993, Etika Islam, Bandung: Diponrgoro.
Hamzah Yaqub., 1988, Etika Islam, Bandung: CV.
Diponegoro, cet. 4.
Handoko, Hani, 2001, Manajemn Personalia dan Sumber
Daya Manusia Edisi Ketujuh, Yoyakarta: Penerbit BPFE.
Hartono, Jogiyanto dan Abdillah, 2009, Konsep dan Aplikasi
PLS, BPFE,Yogyakarta.
171
Hasanah, Uswatun. 2012. Potensi Wakaf dalam
Pembangunan Perumahan Rakyat. Artikeldiunduh dari
www.bwi.or.id
Hasanah, Uswatun.1997. Peranan wakaf dalam mewujudkan
kesejahteraan sosial: studi kasus pengelolaan wakaf di Jakarta
Selatan. Disertasi. Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Hassan, M. Kabir. 2010. An Integrated Poverty Alleviation
Model Combining Zakat, Awqaf And Micro-Finance. Seventh
International Conference – The Tawhidi Epistemology: Zakat and
Waqf Economy, Bangi 2010
Hasyim, Muhammad Ali., 1995, Apakah Anda
Berkepribadian Muslim ?, Jakarta : Gema Insani
Hawkins, D. 1998. Consumer Behavior: Building Marketing
Strategy, (7th Edition). New York: McGraw-Hill.
Heijden, Van der., Verhagen, Tibert., Creemers, Marcel,
2003, Understanding Online Purchase Intention: Contributions
From Technology and Trust Perspectives, European Journal of
Information Systems, 41-48
Hermawan, Nasrullah. 2004. Akuntansi yang Islami
(Syari’ah) Sebagai ModelAlternatif Dalam PelaporanKeuangan.
Jurnal Bank Indonesia
Hery NoerAly dan Munzier Suparta., 2000, WatakPendidikan
Islam, Jakarta: Friska Agung Insani.
Hogh, Michael , Graham Vaughan.2002. Social Physchology,
Third Edition, Prentice Hall, United Kingdom
Horani, Yaser Abdel Kareem Mohammed. 2013. Worldwide
Charity Work Endowment is A model, International Journal of
Advanced Research (2013), Volume 1, Issue 10, 814-824
172
http://www.republika.co.id/berita/duniaislam/wakaf/14/05/07/n5797t-maqashid-syariah-pada-sistemwakaf-1
Huda, Nurul., Anggraini, Desti., Rini, Nova., Hudori,
Mardoni, Yosi., 2015. Akuntabilitas Sebagai Sebuah Solusi
Pengelolaan Wakaf. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 5,
Nomor 3, Desember 2014, Hlm. 485-497
Huda, Nurul., Barata, Amrin., dan Rahadiana, Rizal. 2014.
Potential Endowments (Waqf) Development Strategy Based on
Waqif Household and Economic Infrastructure Index of Provinces
in Indonesia. Thematic Workshop on the Revival of Waqf for Socio
Economic Development Surabaya, September 28-28, 2014. Hal.
240-278
Huda, Nurul., 2006, Perilaku Konsumsi Islami [online],
Tersedia : xa.yimg.com/kq/groups/2. (2 Juli 2015)
Hult G.T.M., danKetchen Jr., D.J. 2001. “Does Market
Orientation Matter? A test of the Relationship Between Positional
Advantage and Performance.” Strategic Management Journal,
22(9): 899-906
Hurlock, E.B, 2001, Psikologi Perkembangan: Suatu
Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (edisi kelima), Jakarta:
Penerbit Erlangga
Idat,
DhaniGunawan.
2003.
Bank
danLembagaKeuanganIndonesia.Bandung. CV Jemmars.
Ikhsanudin.M.2012.Optimalisasi Wakaf Produktif Bagi
Lembaga Pendidikan dan Ormas Islam di Indonesia, Jurnal
Mukaddimah, Vol. 18, No. 1, 2012.
173
Indriwinangsih, Lira & Sudaryanto.2007. Pengukuran
Kualitas Pelayanan Kartu Pra Bayar Pro XL di Wilayah Depok. UG
Jurnal Manajemen dan Pemasaran, Vol. 1 No. 7, Jakarta
Izutsu, Toshihiko, 1993, Konsep-konsep Etika Religius
Dalam Qur’an , Terjemahan Agus Fahri Husain, Yogyakarta :
Tiara Wacana
Jaffar, M. A. and Musa, R.. (2013), Determinants of Attitude
Towards Islamic Financing Among Halal-Certified Micro and
SMEs: A Proposed Conceptual Framework, International Journal
of Education and Research, 1 (8).
Japarianto, Edwin., Laksmono, Poppy., Khomariyah, Nur
Ainy,2007,
AnalisaKualitasLayananSebagaiPengukurLoyalitasPelanggan
Hotel
Majapahit
Surabaya
DenganPemasaranRelasionalSebagaiVariabel
Intervening.
JurnalManajemenPerhotelan, Vol. 3, No. 1, Maret 2007: 34-42
Jaworski, Bernard.,Kohli, Ajay K., Sahay, Arvind. 2000.
Market Driven Versus Driving Market. Journal of the Academy of
Marketing Science 28: 45-54
Kabisi, Muhammad Abid Abdullah. 2003. Hukum Wakaf,
Kajian Kontemporer Pertama dan Terlengkap Tentang Fungsi dan
Pengelolaan Wakaf serta Penyelesaian atas Sengketa Wakaf.
IIMAN, Jakarta.
Kahf, Mondzer. 2006. Alwaqf Al-Islaamiy; Tathawwaruhu,
Idaaratuhu, wa tanmiyatuhu. Daarul Fikr, Beirut.
Kahf, M, (1993), Waqf and Its Sociopolitical Aspects,
http://www.kahf.net/papers.html.
174
Karijin, B., Iris, V., Florence, B.B. and Wim, V. (2007),
“Determinants of halal meat consumption in France”, British Food
Journal, Vol. 109 No. 5, pp. 367-86.
Karnaen dan Syafi’i, 1992.Akuntansi Syariah (Arah, Prospek,
danTantangan), UII Press. Yogyakarta
Kartini Kartini., 2003, Patalogi Sosial, PT Raja Grafindo
Persada.
Kasmir, 2004.Bank danLembagaKeuanganLainnya.Jakarta:
PT. Raja GrafindoPersada
Kertajaya, Hermawandan M Syakir Sula, 2006, Syariah
Marketing, Mizan, Bandung
Khalil, Ibrahim Ahmed .Yunus Ali, Mohammad Shaiban,
2014. Waqf Fund Management In Kuwait And Egypt: Can
Malaysia Learns From Their Experiences, Proceeding of the
International Conference on Masjid, Zakat and Waqf (IMAF 2014)
(e-ISBN 978-967-13087-1-4). 1-2 December 2014, Kuala Lumpur,
MALAYSIA.
Khalil, Jafri. 2008. Standarisasi Nazhir Wakaf Uang
Profesional, Al-Awqaf, Vol. 1, Nomor 01, Desember 2008.
Kholid, Hendra, 2011, Wakaf Uang Perspektif Hukum dan
Ekonomi
Islam.
http://bwi.or.id/index.php/ar/publikasi/artikel/815-wakaf-uangperspektif-hukum-dan-ekonomi-islam.html (2 Juli 2015)
Kirby, E. and Worner, S. (2014). Crowdfunding: an infant
industry growing fast. Workingpaper SWP3, OICV-IOSCO.
Accessed
at
http://www.iosco.org/research/pdf/swp/Crowdfunding-An-InfantIndustry-Growing-Fast.pdf.
175
Kotler, P. 2003. Marketing Management. 11st edition.
Prentice Hall, New Jersey
Kotler, P., Bowen, J., Makens, J., 2003 .Markting for
Hospitality & Tourism.3th edition.Prentice Hall. New Jersey.
Kotler, Philip and Garry Amstrong, 2006, Principles of
Marketing.Milleniumdition, A Simon &Schucer Company,
Ebnglewood Cliff, Pretice Hall International, Inc, New Jersey
Kotler, Philip. 2000. Marketing management: Analysis,
planning, implementation and control, Ninth Edition, Prentice Hall,
Inc, Upper Saddle River, New Jersey.
Kotler, Philip., Keller, K.L., 2008, Manajemen Pemasaran,
Jilid Satu, Edisi Keduabelas, Cetakan Ketiga, Penerbit Indeks
Koufaris, M., Hampton-Sosa, W., 2004, The Development of
Initial Trust in An Online Company by New Customers,
Information and Management, January, (41:3), pp : 377-397
Kussujaniatun, Sri. 2011. Pengaruh Pengetahuan Produk,
Nilai Pelanggan Dan Kualitas Yang Dipersepsikan Terhadap
Kepuasan pelanggan Mobil Toyota. Jurnal Bisnis dan Manajemen,
5(1). h:29-39
Lambert, T. and Schwienbacher, A. (2010). An empirical
analysis of crowdfunding. Louvainla-Neuve: Louvain School of
Management, Catholic University of Louvain. Accessed at
http://www.uclouvain.be/cps/ucl/doc/iag/documents/WP_2012_02_Lambert_Th.pdf
Lee,M.C., 2009. Predicting and Explaining The Adoption of
Online Trading: An Empirical Study in Taiwan. Decision Support
System. 47(2). 133-142
176
Loudon, David L and Albert J. Della Bitta, 2004, Consumer
Behavior Concepts and Appications.Third Edition Singapore, MC
Graw Hill Inc.
Mahamood, Siti Mashitoh. (et.al.) (2007), “Konsep Wakaf
Sebagai Instrumen Pembangunan Hartanah Di Wilayah
Pembangunan Iskandar (WPI)”, dalam Jurnal Pengurusan
JAWHAR, vol. 1, no. 2/2007.
Malhotra, Naresh K., 1999. Marketing Research: An Applied
Orientation, Third Edition, Prentice Hall International Inc, New
Jersey
Mannan, M.A. 1986.Islamic economics: Theory and practice.
Cambridge : Hodder and Stroughton
Mas’ud, Fuad. 2004. Survai Diagnosis Organisasional
Konsep & Aplikasi. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Semarang.
Masy’ari, Anwar., 1990, Akhlak Al-Qur’an, Surabaya: Bina
Ilmu
Medias, Fahmi. 2010. Wakaf Produktif dalam Perspektif
Ekonomi Islam. Jurnal Ekonomi Islam La_Riba, Volume IV, No.
1, Juli 2010. Pp.69-84
Minhaji. 2005. “Nation State dan Implikasinya Terhadap
Pemikiran dan Implementasi Hukum Wakaf”, Kata Pengantar
dalam Abdul Ghofur Anshori, Hukum dan Praktik Perwakafan di
Indonesia. Yogyakarta: Pilar Media
Mitchell, V. and Greatorex, M. (1990), ``Consumer
purchasing in foreign countries: a perceived risk perspective'',
International Journal of Advertising, Vol. 9 No. 4, pp. 295-307.
Mohammad, Mohammad Tahir Sabit Haji.2006. Innovative
Modes of Financing the Development of Waqf Property.
177
http://waqfacademy.org/wp-content/uploads/2013/02/Dr.Mohammad-Tahir-Sabit-Haji-Mohammad-MTSHM.29_10_2009.-Innovative-modes-of-financing-development-ofwaqf-property.-Malaysia.-University-Technology-Malaysia.pdf.
Download 2 Juli 2015
Muhammed, Mustafa Omar., Ahmed, Umar.2015.
Relationship Between Intention and Actual Support Towards The
Construction of Modern Waqf-Based Hospital in Uganda. 10th
International Conference on Islamic Economics and Finance.
Muhammad Syafii. 2000. Sistem dan Prosedur Operasional
Bank dan Asuransi Syariah, UII Press, Yogyakarta
Muhammad, Abu Su’ud, 1997, Risalah fi Jawazi Waqf alNuqud, Beirut: Ibn Hazm.
Mulyadi, Dedy.2007. Analisis Kualitas Jasa Pelayanan Pada
PT. BNI ’46 Cabang X. UG Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol.1
No.1, Jakarta.
Muzarie, Mukhlisin. 2010. Hukum perwakafan dan
implikasinya terhadap kesejahteraan masyarakat: implementasi
wakaf di Pondok Modern Darussalam Gontor, Kementerian
Agama RI
Najati, Muhammad Utsman, 2001, Jiwa Manusia dalam
Sorotan Al Qur’an, Jakarta: Cendekia
Najib, Mukhammad.2003.Perilaku Konsumsi Dalam Islam.
Retrieved from www.tazkiaonline.com
Nasution, Mustafa Edwin dan Hasanah, Uswatun (Eds.),
2005, Wakaf Uang Inovasi Finansial Islam, Peluang dan
Tantangan dalam Mewujudkan Kesejahteraan Umat (Jakarta:
PKTTI-UI).
178
Naumann, Earl; Giel, Kathleen. 1995.Customer Satisfaction
Measurement and Management: using the voice of the customer.
USA: International Thomson Publishing.
Noble, Charles H., Sinha, Rajiv K., Kumar,
Ajith.2002.Market Orientation and Alternative Strategic
Orientation: A Longitudinal Assesment of Performance
Implications.Journal of Marketing. Vol. 66: 25-39
Notoatmodjo, S. 2007, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan,
Jakarta: Rineka Cipta
NSW Department of School Education. 1989. K-6
mathematics syllabus. Sydney: Department of School Education.
Oliver, R. L. 1997. Satisfaction: A Behavioral Perspective on
The Cunsumer. New York: McGraw-Hill, Inc.
Pawlak, Roman & Malinauskas, Brenda.2008.The Use of the
Theory of Planned Behavior to Assess Predictors of Intention to Eat
Fruits Among 9th-Grade Students Attending Two Public High
Schools in Eastern.Family and Consumer Sciences Research
Journal, 37,16-26
Porter, Michael E., 1996, The Competitive Strategy, the Free
Press
Prihatini, Farida., Hasanah, Uswatun., dan Wirdyaningsih.
2005. Hukum Islam : zakat dan wakaf : teori dan prakteknya di
Indonesia. Jakarta: Papas Sinar Sinanti dengan Badan Penerbit
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Rahman, Asmak Ab. 2009. “Peranan Wakaf Dalam
Pembangunan Ekonomi Umat Islam Dan Aplikasinya Di
Malaysia”, dalam Jurnal Syariah, Akademi Pengajian Islam, jld.
17, bil.1/2009.
179
Rahmawati, V., 2012, Intention To Purchase The Private
Label Brand: The Roles Of Financial Risk Perception, Price, And
Value Consciousness For Consumers Of Hypermarket In Surabaya,
diakses 2 Juli 2015, http://www.google.com.
Ramli, Abdul Halim. Sulaiman.2006. Pembangunan Harta
Wakaf : Pengalaman Negara-Negara Islam. Makalah Seminar di
Kuala Lumpur.
Ramli, Asharaf Mohd., Jalil, Abdullaah. 2013. Corporate
Waqf Model And Its Distinctive Features: The Future Of Islamic
Philanthropy. Paper presented at the World Universities Islamic
Philanthropy Conference 2013, Menara Bank Islam, Kuala
Lumpur
Robbins, Stephen, 2006, Perilaku Organisasi, Jakarta:PT
Indeks, Kelompok Gramedia.
Rusmini.2013.StrategiPromosisebagaiDasarPeningkatanRes
ponsKonsumen. JurnalPengembanganHumaniora Vol. 13 No.
1,73-79
Refiana, Laila.2002. Analisis Behavioral Intention : Kasus
Pelaksanaan Hak Cipta Software Komputer,( Jakarta : Penerbit
Universitas Indonesia, 2002).
Riduwan, 2005, Panduan Penyusunan Penelitian, Jakarta :
Rhineka Cipta
Saad, Norma Md., Anuar, Azizah.2009. Cash Waqf And
Islamic Microfinance untapped Economic Opportunities. Islam
and Civilisational Renewal: The Global Financial Crisis. Page.
337-394.
Saaty, Thomas. L. 1999. Fundamentals of the Analytic
Network Process. Makalah di Presentasikan di Tokyo, Jepang.
180
Saladin, Djaslim, 2003, Manajemen Pemasaran, Bandung:
Linda Karya.
Salarzehi, Habibollah. Hamed, Armesh, Davoud, Nikbin.
2010. Waqf as a Social Entrepreneurship Model in Islam.
International Journal of Business and Management Vol. 5, No. 7;
July 2010
Santoso, A., dan Indarini.2010.Studi Deskriptif Tentang
Perbedaan Behavioral Intention Antara Produk Minuman Pocari
Sweat dan Mizone di Surabaya: Pendekatan Fishbein’s Behavioral
Intention Model. Tidak dipublikasikan
Sartika, Dewi., Mubarak, Ali., Larasati, Indari., 2011.
Hubungan Antara Religious Commitment dengan Keputusan
Menggunakan Jasa Bank Syariah pada Dosen Unisba. Prosiding
SNaPP 2011: Sosial, Ekonomi, Humaniora. Hlm.437-448
Sarwono, Sarlito Wirawan.2002.Psikologi Sosial: Individu
dan Teori-Teori Psikologi Sosial.Jakarta: Balai Pustaka
Schiffman, Leon G. and Lesli Lazar Kanuk, 2000, Consumer
Behavior, 7th Edition, Prentice Hall Inc, Upper Saddle River, New
Jersey.
Schwarz, E.J., Wdowiak, M.A, Almer-Jarz, D.A., and
Breitenecker, R.J. (2009), “The Effects of Attitudes and Perceived
Environment Conditions on Students' Entrepreneurial Intent”,
Education + Training, Vol. 51 No. 4, pp. 272-291.
Sekaran, U. 2003. Research Methods for Business: A Skill
Building Approach .2 nd Edition, John Wiley and Son. New York.
Shālih, Muhammad ibn Ahmad ibn Shālih, 2001, al-Waqf fi
al-Syarī’ah wa Atsruhu fi Tanmiyah al-Mujtama’, Saudi Arabia :
Fihrisah Maktabah al-Malik Fahd al-Wathaniyah
181
Shook, C., & Bratianu, C. 2010. Entrepreneurial intent in a
transitional economy: an application of the theory of planned
behavior to Romanian students. International Entrepreneurship
and Management Journal, 6, 231-247.
Shih, Y.Y., Fang, K. 2004. The Use of A Decomposed Theory
of Planned Behaviour to Study Internet Banking In Taiwan.Internet
Research. Vol 14. No. 3. Pp. 213-223
Sholeh, Mohammad, 2000, Pengaruh Sholat Tahajud terhadap
Peningkatan Perubahan Respon Ketahanan Tubuh Imunologik,
Disertasi, Universitas Airlangga, Surabaya
Shook, C., Bratianu, C., 2010, Entrepreneurial intent in a
transitional economy : an application of the theory of planned
behavior to Romanian Students. International Entrepreneurship
and Management Journal, 6, 231-247
Sigit, Soehardi, 2002, Pemasaran Praktis, edisi ketiga,
Yogyakarta: BPFE.
Simamora, Bilson. 2002.Panduan Riset Perilaku Konsumen.
Surabaya: Pustaka Utama.
Simamora, Henry, 2002. Sumber Daya Manusia, Yogyakarta:
STIE YKPN.
Siti Taurat Ali (et.al.)., 1990, Pengantar Etika Islam, Solo:
Ramadhani.
Solomon, Micahel R, Bamossy dan Elnora W,
Askrgaard.2002. Marketing Real People Real Choice, 2rd Edition,
New Jersey : Prentice Hall Inc, Upper Saddle River.
Spreng, R.A.,MacKenzie, S.B.,Olshavsky, R.W.1996. A
reexamination of the determinants of consumer satisfaction.
Journal of Marketing, 60(3), 15-32.
182
Stanton, William, J. 2003, PrinsipPemasaran, Jilid 1,
terjemahan Y. Lamarto, Edisikesepuluh, cetakankesepuluh,
Erlangga, Jakarta.
Sucherly,2003,PerananManajemenPemasaranStrategikDala
mMenciptakanKeunggulanPosisional
Serta
ImplikasinyaterhadapKinerjaOrgansasiBisnisdan Non Bisnis
(Pendekatan
5A),
PidatopengukuhanJabatan
Guru
BesardalamIlmuEkonomi pada FakultasUniversitasPadjadjaran, 22
Maret 2003
Sudarmiatin. 2009. Model Perilaku Konsumen dalam
Perspektif Teori dan Empiris pada Jasa Pariwisata. Jurnal Ekonomi
Bisnis, Tahun 14, No. 1. Maret 2009.(1-11)
Sugiyono, 2004.Metode Penelitian Bisnis, Bandung:
Alfabeta.
Sugianto., Kusnadi, Bambang.2014. PERBANKAN
SYARIAH DAN WAKAF PRODUKTIF: SEBUAH PROPOSAL
PRODUK
SOSIONOMIK.
https://www.researchgate.net/publication/237065926_Perbankan_
Syuariah_dan_Wakaf_Produktif
Suhadi, Imam, 1995. Hukum Wakaf di Indonesia. Dua
dimensi, Yogyakarta
Suhadi,1995. Pengembangan Tanah Wakaf dalam Rangka
Pelaksanaan Undang-Undang pokok Agraria di Kabupaten Bantul
Yogyakarta. Dissertation at Gajah Mada University, Indonesia.
Unpublished
Sulaiman, Ainin., Mohezar, Suhana., dan Rasheed, Ahmad.,
2007, A Trust Model for E-Commerce in Pakistan : An Empirical
Research. Asian Journal of Information Technology, Vol. 6, No. 2
: 192-199
183
Sumarwan, Ujang.2004.Perilaku Konsumen. Cetakan 2.
Bogor Selatan: Ghalia Indonesia
Supranto, J dan Nandan Limakrisna.2007.Perilaku Konsumen
dan Strategi Pemasaran. Edisi Pertama, Jakarta: Mitra Wacana
Media
Supranto. 2001. Pengukuran Tingkat Kepuasaan Pelanggan,
Penerbit : Rineka Cipta, Jakarta
Suparman. 2009. Strategi Fundraising Wakaf Uang. Jurnal
Wakaf dan Ekonomi Islam, Vol. II, No. 2, April 2009, 13-30.
Suseno, F.M., 1993, Etika Sosial, Jakarta: Gramedia
Swasta, Basu dan Handoko, T.Hani.2000.Manajemen
Pemasaran Analisis Perilaku Konsumen, edisi kedua,
Yogyakarta:Liberty,
Syah, lsmail Muhammad, 1992, Filsafat Hukum Islam.
Jakarta. Bumi Aksara
Syukur, Suparman., 2004, Etika Religius, Yogyakarta :
Pustaka Pelajar
Tanenhaus, M., Vinci, Chatelin, Y.M,. dan Carlo, L, 2005,
PLS Path Modelling, Computational Statistic and Data Analysis,
48: 159-205
Thaha, Idris (ed). (2003). Berderma Untuk Semua: Wacana
dan Praktek Filantropi Islam. Jakarta: Teraju.
Tohirin, Achmad.2010. The Cash Waqf For Empowering The
Small Businesses. Seventh International Conference – The Tawhidi
Epistemology: Zakat and Waqf Economy, Bangi 2010
The Cockcroft Report.1982.Mathematics counts: Report of
the Committee of Inquiry into the Teaching of Mathematics in
Schools under the Chairmanship of Dr WH Cockcroft. London: Her
Majesty's Stationery Office
184
Tjiptono, Fandy.2008. Strategi Pemasaran. Edisi III.
Yogyakarta:C.V. Andi Offset
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004
Tentang Wakaf.
Wadjdy, Farid, dan Mursyid. 2007. Wakaf dan Kesejahteraan
Umat (Filantropi Islam yang hampir Terlupakan). Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Wafa, Syed Mohd. Ghazali Wafa Bin Syed Adwam. 2010.
Pembangunan Wakaf Pendidikan Di Malaysia Development Of
Waqfs For Education In Malaysia, Seventh International
Conference – The Tawhidi Epistemology:Zakat and Waqf
Economy, Bangi 2010.
Wahyuni, Dewi Urip. 2008.Pengaruh Motivasi, Persepsi dan
Sikap Konsumen Terhadap Keputusan Pembelian Sepeda Motor
Merek “Honda” di Kawasan Surabaya Barat.Jurnal Manajemen
dan Kewirausahaan.Vol. 10 No.1. (30-37)
Wadjdy, Farid, 2008, Wakaf dan Kesejahteraan Umat
(Filantropi Islam yang Hampir Terlupakan), (Yogyakarta : Pustaka
Pelajar)
Wardiana, Uswah.2004. Psikologi Umum, Jakarta:PT Bina
Ilmu
Wijaya, Tony. 2008. Kajian Model Empiris Perilaku
Berwirausaha UKM DIY dan Jawa Tengah. Jurnal Manajemen
Dan Kewirausahaan, Vol.10, No. 2, September 2008: 93-104
Witjaksono, Beny. 2016. Faktor-Faktor yang memengaruhi
intensi masyarakat berwakaf uang di perbankan Syariah dengan
pendekatan Theory Planned Behaviour Modifikasi. Disertasi,
Program Doktor, Universitas Trisakti, Jakarta.
185
Yaacob, Hisham. 2013. Waqf History And Legislation In
Malaysia: A Contemporary Perspective, Journal of Islamic and
Human Advanced Research, Vol. 3, Issue 6, Month 2013, 387-402
Ya’qub, Hamzah., 1993, Etika Islam, Bandung : Diponegoro
Yazid, 2003, PemasaranJasa: KonsepdanImplementasi,
EdisiKedua, PenerbitEkonsia – FakultasEkonomi UII Yogyakarta.
Zaenudin, A., Jamhari, Muhammad., 1998, Al-Islam, Jilid 2,
Bandung: Pustaka Setia
Zeithaml, V.A., Bitner, M.J.2003. Services Marketing:
Integrating Customer Focus Across The Firm, 3 rd edition. Boston:
McGraw Hill/Irwin.
Zuhaili, Wahbah, 1987. Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh,
Damaskus: Dar al-Fikr.
186
Profil penulis
Dr. Beny Witjaksono, SP, MM lahir di Jember, 10
Oktober 1964, saat ini berkarier sebagai Anggota
Badan Pelaksana di Badan Pengelola Keuangan Haji
(BPKH) Bidang Investasi sejak Juni 2017 dan aktif
mengajar sebagai Dosen Pasca Sarjana di Universitas
Esa Unggul sejak tahun 2017. Sebelumnya yang bersangkutan menjabat
sebagai Direktur Eksekutif Asosiasi Perbankan Syariah (ASBISINDO)
sejak Juni 2015 dan sebagai Ketua Umum Lembaga Sertifikasi Profesi
(LSP) Keuangan Syariah (KS) sejak Oktober 2015. Selama 8 (delapan)
tahun (2007-2015) berkarier sebagai direktur utama di PT. Bank Mega
Syariah, 10 (sepuluh) tahun (1997-2007) berkarier sebagai direktur di
PT. Bank Mega Tbk., 2 (dua) tahun (1995-1997) sebagai direktur di PT
Para Multifinance dan selama 7 (tujuh) tahun (1988-1995) sebagai
karyawan di PT. Bank Ekspor Impor Indonesia (Persero). Beliau
memiliki total pengalaman lebih dari 27 tahun dalam bidang keuangan,
termasuk di dalamnya 12 tahun dalam bidang keuangan syariah. Studi
sarjana S1 dari Fakultas Pertanian Universitas Jember di tahun 1987
dengan predikat lulusan terbaik dan tercepat serta memperoleh
kesempatan sebagai Mahasiswa Teladan mewakili Universitas Jember
hadir pada acara memperingati hari Kemerdekaan Indonesia Agustus
1987. Pendidikan S2-nya diperoleh dari Institut Pengembangan
Wiraswasta Indonesia (IPWI) sebagai Magister Manajemen untuk
bidang marketing, lulus tahun 1995. Pendidikan S3-nya diperoleh dari
Program Study Islamic Economics Finance Universitas Trisakti, lulus
Desember 2016 dengan predikat cumlaude. Hingga saat ini, Dr Beny
juga aktif sebagai peneliti dan pemerhati bidang keuangan syariah.
187