Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Solipsisme adalah pandangan yang menyatakan bahwa pengalaman pribadi seseoranglah yang merupakan satu-satunya fakta yang dapat dipercaya.[1] Dengan kata lain, seseorang tidak memiliki landasan untuk percaya akan hal lain kecuali dirinya sendiri.[2]
Solipsisme berasal dari Bahasa Latin solus yang berarti 'sendirian' dan ipse yang berarti 'diri'.[2] Akar dari paham ini dipandang berasal dari pemikiran Gorgias, seorang Sofis.[3]
Pada abad ke-17 dan ke-18, terkadang istilah ini digunakan dalam arti moral untuk menunjuk pada pandangan egoisme.[2]
Ada dua varian solipsisme:
- Solipsisme epistemologi, yang menyatakan bahwa kesadaran manusia tidak dapat mengetahui apa pun selain dirinya sendiri.[2]
- Solipsisme metafisik, yang menyatakan bahwa tidak ada realitas lain selain diri sendiri.[2] Segala sesuatu yang ada merupakan ciptaan kesadaran seseorang pada saat ia sadar akan hal-hal itu.[2] Dengan demikian, hal-hal lainnya tidak memiliki eksistensi.[2]
Solipsisme pertama kali ditemukan oleh sofis filsafat pra-Socrates dari Yunani Kuno bernama Gorgias (483–375 SM) yang dikutip oleh Seorang filosof skeptisme dari Romawi Kuno bernama Sextus Empiricus seperti yang telah dinyatakan:[4]
- Tidak ada yang ada.
- Meskipun sesuatu itu ada, tidak ada yang diketahui tentang hal itu.
- Bahkan jika sesuatu dapat diketahui mengenai hal tersebut, pengetahuan tentang hal itu tidak dapat dihubungkan dengan hal lain.
Banyak inti pembelajaran dari para Sofis adalah menunjukkan pengetahun objektif merupakan ketidakmungkinan yang nyata.
Fondasi dari solipsisme pada dasarnya merupakan fondasi pandangan bahwa pemahaman suatu individu mengenai konsep psikologis apapun seperti berpikir, keinginan, persepsi, dan sebagainya dapat dicapai melalui sebuah analogi yang dibuat oleh keadaan mentalnya sendiri; yaitu melalui abstraksi dari pengalaman dirinya sendiri, pemikiran ini, dan variasi filsafat lainnya telah banyak.[5]
Lukisan George Berkeley oleh John Smybert, 1727
Argumen George Berkeley yang menentang materialisme dan mendukung idealisme menghasilkan beberapa argumen yang tidak dapat ditemui dalam pemikiran Descartes. Ketika Descartes mempertahankan ontologi dualisme, menerima keberadaan materil dunia (res extensa) dan juga menerima pikiran immateril (res cogitans) dan Tuhan, Berkeley menolak keberadaan materil namun tidak menolak akal yang menyatakan bahwa Tuhan itu satu.[6]
|
---|
Umum | |
---|
Perpustakaan nasional | |
---|
Lain-lain | |
---|