www.fgks.org   »   [go: up one dir, main page]

Kecelakaan Helikopter Presiden Iran: Siapa pun yang Diuntungkan, Raisi Martirnya

Kecelakaan Helikopter Presiden Iran: Siapa pun yang Diuntungkan, Raisi Martirnya
Opini: Khairul Fahmi

Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (Isess).

Selasa, 21 Mei 2024 | 09:19 WIB

Jakarta, Beritasatu.com - Presiden Iran Ebrahim Raisi dan Menlu Hosein Amir Abdollahian tewas. Helikopter mereka jatuh di perbatasan Iran dan Azerbaijan. Israel diduga punya andil, salah satu indikasinya, Azerbaijan adalah salah satu negara pro-Israel.

Medan kecelakaan yang memang bergunung-gunung dan berkabut, cuaca yang bisa memburuk sewaktu-waktu, kemudian kondisi helikopter Iran yang sudah sangat tua, membuat kecelakaan itu dapat disimpulkan secara sederhana bahwa itu bukan sabotase.

Tapi mendiang Presiden Amerika Serikat Franklin Delano Roosevelt pernah bilang, tidak ada yang kebetulan di politik. Jika sesuatu terjadi, maka kamu bisa bertaruh peristiwa itu memang sudah direncanakan demikian. Jadi meskipun kecelakaan itu diklaim akibat cuaca buruk, memang sulit untuk menepis sepenuhnya dugaan adanya sabotase dalam peristiwa itu.

Kita jelas tak bisa buru-buru menuding Israel. Karena jika mengacu pada pertanyaan siapa yang paling mungkin bertepuk tangan atas kejadian ini, orang memang akan dengan mudah menjawab Israel. Presiden Raisi ini sangat keras terhadap Israel, dan helikopternya jatuh dalam perjalanan kembali dari Azerbaijan yang notabene pro-Israel.

Bagi saya, berbagai indikasi itu terlalu jelas. Seperti jejak yang sengaja ditinggalkan. Nah bisa saja itu sebenarnya justru digunakan untuk membentuk persepsi bahwa Israel adalah pelakunya. Ya memang bukan tidak mungkin. Tapi jangan lupa, Israel terkenal juga dengan arogansinya dan posisinya saat ini sedang terlibat ketegangan dengan Iran. Artinya, mereka jelas tidak membutuhkan plot yang terlalu rumit jika memang berencana membunuh presiden Iran.

Menurut saya, Israel jelas bukan satu-satunya yang berpotensi jadi tersangka. Dengan berbagai motif dan kepentingan, kelompok anti-Raisi bahkan internal kekuasaan Iran juga bisa saja jadi tersangka. Selain kemungkinan adanya invisible hand di luar tiga terduga tadi, yang bertujuan mengintervensi ketegangan di Timur Tengah, bisa untuk memelihara, meningkatkan atau bahkan meredakan.

Lantas bagaimana kondisi Timur Tengah setelah kematian Ebrahim Raisi? Menurut saya ada dua skenario yang mungkin terjadi. Pertama, meningkatnya ketegangan. Ini terutama mungkin terjadi jika pemimpin utama Iran Ayatollah Ali Khamenei memanfaatkan insiden kematian Presiden Raisi untuk memperkuat persepsi kehadiran Israel di balik kecelakaan dan berhasil meningkatkan solidaritas, baik di dalam negeri maupun di kalangan kelompok proksi Iran di Timur Tengah.

Nah, mengingat konstitusi Iran bahwa pemilu harus disiapkan 50 hari setelah presiden berhalangan untuk melanjutkan pemerintahannya, skenario pertama itu akan berkejaran dengan dinamika di dalam negeri yang kita tahu, pihak oposisi yang dipimpin mantan presiden Rouhani, sedang sangat kuat dan berambisi besar memenangkan pemilu yang awalnya akan digelar tahun depan.

Saya sendiri agak pesimistis dengan skenario ini. Terutama karena memperhatikan faktor domestik Iran dan melihat kurang garangnya sikap dan pernyataan Khamenei terkait kecelakaan yang menewaskan Presiden Raisi. Kita harus menunggu beberapa waktu untuk melihat apakah ini semacam ketenangan sebelum badai atau memang Khamenei memilih untuk bersikap lebih tenang dan tidak provokatif.

Skenario kedua, meredanya ketegangan. Nah saya kira ini lebih mungkin terjadi. Eskalasi yang terjadi dalam sebulan terakhir telah menghadirkan sentimen dalam negeri yang cenderung negatif dan berpotensi menghadirkan ketidakstabilan politik yang memusingkan para penguasa di negara-negara yang terlibat dan berkepentingan dengan konflik Timur Tengah.

Kita tahu, almarhum Presiden Raisi sebenarnya bukan presiden yang sangat kuat pengaruhnya. Dia terpilih dalam pemilu yang hanya diikuti oleh kurang dari 50 persen pemilih Iran setelah sempat kalah dalam pemilu sebelumnya. Masa pemerintahannya diwarnai oleh banyak tekanan dari oposisi, para pegiat HAM dalam negeri bahkan kalangan internasional. Dalam sejumlah situasi, Ayatollah Ali Khamenei bahkan sampai turun tangan untuk memperkuat Raisi dan menekan oposisi.

PM Netanyahu juga begitu. Meskipun terkenal kepala batu, tapi berbagai aksi kontroversialnya telah meningkatkan tekanan dan ketidakpuasan terhadap pemerintahannya, termasuk dari negara-negara yang berkepentingan dan selama ini mendukung Israel.

Di sisi lain, Presiden Amerika Serikat Joe Biden juga tidak kalah repot. Keteguhannya mendukung kepentingan maupun tindakan Israel dan tidak mengambil langkah konkret untuk meredakan ketegangan di Timur Tengah telah melahirkan sentimen negatif baik secara internasional maupun di dalam negeri, yang bisa kontraproduktif terhadap upayanya untuk memenangkan pemilu November nanti.

Nah, baik skenario pertama maupun skenario kedua, sebenarnya sama-sama bertolak pada apa yang disebut sebagai sham sacrifice (pengorbanan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar). Sham sacrifice adalah salah satu strategi dalam catur.

Baik rezim Iran, Israel bahkan Amerika saat ini sebenarnya sedang membutuhkan jalan mundur untuk meredakan ketegangan yang berlarut, menghindari ketidakstabilan politik dan meningkatkan sentimen positif di dalam negeri masing-masing. Dan untuk itu, meskipun mereka bukan pelaku di balik kecelakaan helikopter, tetap saja mereka masing-masing mendapatkan sedikit benefit. Presiden Raisi adalah martir yang sempurna.

Lantas siapa yang paling diuntungkan dengan insiden 'kebetulan' ini? Apakah Khamenei akan tetap kalem atau kembali galak? Apakah ketegangan akan berangsur mereda atau justru meningkat? Apakah oposisi Iran akan kalah atau menang dalam pemilu nanti?

Kita ikuti saja kelanjutannya...

Simak berita dan artikel lainnya di Google News

Bagikan

BERITA LAINNYA

Loading..
ARTIKEL TERPOPULER





Foto Update Icon