ISSN : 2597-3851
Vol. 3 No. 1 (Agustus, 2019)
PERUBAHAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA PASIEN RAWAT JALAN
DIABETES MELLITUS TIPE 2 YANG DIBERI SEMANGKA
(Changes of Blood Glucose Levels in Outpatient Type 2 Diabetes Mellitus Given
The Watermelon)
Frenky Arif Budiman & Tutut Pujianto
Akademi Gizi Karya Husada Kediri
email: frenkyarifbudiman86@gmail.com
ABSTRAK
Diabetes mellitus (DM) menjadi suatu masalah dalam kesehatan. Dalam penelitian global di tahun 2011
pasien DM sudah mencapai 366 juta jiwa dan sejumlah 13 jiwa tidak menyadarinya jika mereka telah
terdiagnosis DM. Pola makan memiliki hubungan yang erat dengan penyakit degeneratif Diabetes Mellitus
Tipe II. Rekomendasi asupan yang rendah dari karbohidrat dengan jenis yang sederhana dapat
mempenggaruhi level gula dalam darah. Buah-buahan yang dianjurkan untuk dimakan adalah buah yang
kurang manis yang sering digolongkan menjadi golongan buah B (pada umumnya memiliki indeks glikemiks
sedang). Berdasarkan uraian diatas maka perlu adanya penelitian untuk mengidentifikasi perubahan kadar
glukosa darah pada konsumsi buah dengan indeks glikemik medium yang sering tersedia di pasaran yaitu
salah satunya adalah buah semangka. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar buah
semangka meningkatkan gula darah. jenis penelitian ini adalah eksperimental dengan metode Pretest and
Posttest. Subjek penelitian ini adalah pasien rawat jalan dengan diagnosis DM tipe 2 tanpa komplikasi
sebanyak 15 pasien. Data dianalisis secara dekriptif dan statistik menggunakan uji Paired Sample T Test.
Perubahan Kadar gula darah adalah variabel dalam penelitian ini. Pemberian buah semangka diberikan
dalam bentuk potongan dan jus (tanpa gula) dengan kalori sebesar 170 kkal yang diberikan pada waktu pagi
hari sebelum beraktifitas dapat meningkatkan glukosa darah dengan rata-rata kenaikan sebesar 50 mg/dl.
Kata kunci : Diabetes Mellitus, Kadar Gula Darah, Semangka
ABSTRACT
Diabetes mellitus (DM) is a problem in health. In a global study in 2011 DM patients had reached 366 million
people and the number of 13 people did not realize it if they had been diagnosed with DM. Diet has a close
relationship with degenerative disease Type II Diabetes Mellitus. Recommendations for low intake of simple
types of sugar that can affect blood glucose levels. Fruits that are recommended to be eaten are less sweet
fruits that are often classified into fruit B groups (generally have a glycemic index). Based on the description
above, it is necessary to have research to multiply the gold content in fruit consumption with the glycemic
index medium which is often available on the market, one of which is a watermelon. The purpose of this study
was to study increasing the watermelon fruit to increase blood glucose. This type of research is experimental
with the Pretest and Posttest methods. The subjects of this study were outpatients with a diagnosis of type 2
DM without complications of 15 patients. Data were analyzed descriptively and statistically using the Paired
Sample T Test. Changes in blood glucose levels are variables in this study. Watermelon is given in the form
of pieces and juice (without sugar) with calories of 170 kcal given in the morning before activity can increase
blood levels with an average increase of 50 mg / dl.
Keywords: Blood Glucose Levels, Type 2 of Diabetes Mellitus, Watermelon
journal.umbjm.ac.id/index.php/healthy
1
ISSN : 2597-3851
Vol. 3 No. 1 (Agustus, 2019)
PENDAHULUAN
Diabetes mellitus (DM) menjadi suatu masalah
dalam kesehatan. dalam penelitian global di tahun
2011 pasien DM sudah mencapai 366 juta jiwa dan
sejumlah 13 jiwa tidak menyadarinya jika mereka
telah terdiagnosis DM. menurut International
Diabetes Federation (IDF) 2013, negara dengan
penghasilan rendah dan menengah merupakan
sebagai besar tempat tinggal mereka. Dari Hasil
Study epidemiologi, terjadi peningkatan prevalensi
dan insiden pasien Diabetes Mellitus tipe II di dunia
dan peringkat ke ditempati negara indonesia.
Ditjen Bina Yanmedik pada tahun 2009,
melaporkan kejadian pasien dengan diagnosa
Diabetes Mellitus Tipe II sejumlah 2.178 (2,38%).
Pola makan menurut Suiraoka (2012) memiliki
hubungan yang erat dengan penyakit degeneratif
Diabetes Mellitus Tipe II. Pola makan atau
kebiasaan makan adalah Deskripsi tentang
macam-macam, jumlah dan komposisi bahan
pangan yang dikonsumsi dalam kehidupan sehari
hari. Pola makan dengan tinggi lemak, garam, dan
gula melebihi kebutuhan yang merupakan gaya
hidup di perkotaan dapat menjadi akibat timbulnya
banyak penyakit yang salah satunya Diabetes
Mellitus.
Pembatasan asupan karbohidrat terutama
karbohidrat sederhana agar terkontrolnya gula
darah pasien Diabetes Mellitus adalah tujuan dari
penatalaksanaan
diet
DM.
Perkumpulan
endokrinologi indonesia (PERKENI) 2011,
memberikan arahan tentang pemberian asupan
karbohidrat sebesar 45-65 % dari energi total.
Selain itu menurut Pradana (2008), selain dari segi
jumlah karbohidrat yang dikonsumsi, pemilihan
jenis karbohidrat juga menjadi rekomendari lain
dari PERKENI untuk pasien Diabetes Mellitus
karena dapat menjadi penyebab perubahan kadar
gula darah. Menurut aritonang tahun 2011 glukosa
merupakan bahan utama jaringan tubuh untuk
menghasilkan ATP/Energi. Penyakit Diabetes
Mellitus memiliki hubungan erat dengan kadar gula
dalam darah. Meningkatnya kadar gula darah
sewaktu/ acak sebesar 200 mg/dL yang diikuti
dengan gejala banyak makan, banyak minum dan
banyak BAK hingga terjadi penurunan BB secara
drastis tanpa penyebab menurut PERKENI (2011)
sudah bisa menjadi diagnosis untuk penyakit
Diabetes Mellitus.
Rekomendasi asupan yang rendah dari
karbohidrat dengan jenis yang sederhana dapat
mempenggaruhi level gula dalam darah
(Soegondo, 2009).
journal.umbjm.ac.id/index.php/healthy
Di dalam tubuh karbohidrat dengan jenis yang
sederhana langsung dapat dirubah menjadi
glukosa yang akan langsung dapat diserap dalam
pembuluh
darah
sehingga
menyebabkan
peningkatan level gula darah dengan cepat juga
akan menurun dengan cepat. kondisi tersebut
diatas sangatlah berbahaya bagi pasien Diabetes
Mellitus (Maulana, 2010).
Beban
glikemik
menunjukan
deskripsi
mengenai respon leveel gula darah terhadap
makanan yang dikonsumsi, khususnya dalam hal
jumlah dan jenis karbohidrat tertentu di dalam
makanan (ADA, 2010). penelitian cross sectional
pada penduduk Hawai keturunan Jepang
memberikan gambaran terdapatnya hubungan
yang signifikan antara konsumsi karbohidrat
sederhana yang tinggi dengan meningkatnya
kadar glukosa darah (Meyer et al., 2006). Jumlah
asupan karbohidrat 45-65% dari energi total
menjadi anjuran dari konsensus pengelolaan dan
pencegahan DM tipe II (Sidartawan et al., 2006).
Pola makan seimbang menjadi anjuran bagi
pasien diabetes mellitus, namun hasil penelitian
pada pasien diabetes mellitus menyebutkan
sebesar 75% pasien tersebut mematuhi pola
makan atau anjuran diet yang telah diberikan.
penatalaksaan diet pasien Diabetes Mellitus
bertujuan untuk memperoleh kadar glukosa darah
yang normal/ terkontrol. pasien Diabetes mellitus
diharapkan memperhatikan bahan makanan dan
jumlah kalori yang di makan serta jadwal
makannya (Snehalatha, 2009).
Asosiasi Diabetes Amerika tahun 2010
menganjurkan pasien diabetes mellitus agar
mengkonsumsi jenis karbohidrat kompleks dan
tinggi serat, hal tersebut dianjurkan karena bahan
makanan dari karboidrat kompleks dan tinggi serat
akan lambat diuraikan oleh pencernaan maka
dapat membantu menjaga kadar gula darah agar
tetap normal. Selain hal tersebut, jenis karbohidrat
kompleks juga dapat memberikan kalori yang lebih
banyak dan rasa kenyang lebih lama.
Penyerapan glukosa darah dapat diperlambat
dengan
bahan
makanan
yang
banyak
mengandung serat seperti sayur, buah dan kacang
kacangan. oleh karena itu hal tersebut juga dapat
membantu memperlambat kenaikan glukosa
darah. Penurunan glukosa dalam aliran darah juga
dapat terjadi dengan konsumsi makanan yang
cepat dipecat dan lambat untuk diserap (Almetsier,
2006).
Tjokroprawiro pada tahun 2006 menjelaskan
bahwa buah-buahan yang dianjurkan untuk
dimakan adalah buah yang kurang manis yang
2
ISSN : 2597-3851
Vol. 3 No. 1 (Agustus, 2019)
sering digolongkan menjadi golongan buah B.
Buah buahan yang manis digolongkan menjadi
golongan buah A, golongan buah ini dilarang
diberikan kepada penderita diabetes. Buah
golongan A ini boleh dimakan asal dalam jumlah
sedikit atau jarang, dan dimakan sesudah sayur
golongan B.
Buah-buahan juga dibagi menjadi 2 golongan,
yaitu buah golongan A dan buah golongan B. Buah
golongan A adalah penyebutan untuk golongan
buah-buahan yang memiliki rasa manis, sehingga
sering kali harus dihindari untuk diberikan kepada
pasien Diabetes Melitus. contoh buah golongan A
seperti: anggur, mangga, jeruk, sawo, durian,
rambutan. Buah golongan A ini boleh dimakan asal
dalam jumlah sedikit, jarang dan dimakan sesudah
sayur golongan B. sedangkan untuk Buah buahan
golongan B adalah istilah untuk buah-buahan
dengan rasa tidak terlalu manis, seperti pepaya,
kedondong, pisang (kecuali pisang raja, pisang
emas, pisang tanduk), apel, jambu air, jambu bol,
tomat,salak, belimbing, bengkoang, semangka
yang kurang manis (Nurlaili., dkk, 2013)
Berdasarkan uraian diatas maka perlu adanya
penelitian untuk mengidentifikasi perubahan kadar
glukosa darah pada konsumsi buah dengan indeks
glikemik medium yang sering tersedia di pasaran
yaitu salah satunya adalah semangka.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian
eksperimental dengan metode Pretest and
Posttest. Subjek diambil dari populasi pasien yang
menjalani rawat jalan di RS Muhammadiyah Siti
Khodijah Kediri dengan diagnosis DM tipe 2 tanpa
komplikasi. Menurut perhitungan dan loss to follow
up serta berdasarkan kriteria inklusi dipilih secara
random didapatkan subjek yang digunakan dalam
penelitian ini sebanyak 15 pasien. Data dianalisis
secara dekriptif dan statistik menggunakan uji
Paired Sample T Test untuk menggambarkan
seberapa besar perubaan kadar glukosa darah
pasien dengan melihat kadar glukosa darah puasa
dan glukosa darah 2 jam post prandial setelah
diberikan buah semangka dalam bentuk jus tanpa
gula dan bentuk potongan dengan kalori sebesar
170 kkal yang diberikan pada pagi hari sebelum
beraktifitas (Aldyningtyas, 2012).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik subjek
Distribusi frekuensi berdasarkan jenis
kelamin, umur dan IMT dalam penelitian ini
memiliki karakteristik sebagai berikut :
journal.umbjm.ac.id/index.php/healthy
Tabel 1. Karakteristik subjek berdasarkan jenis
kelamin, umur dan IMT
Karakteristik
Subjek
n = 15
%
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
7
8
46,7
53,3
Umur
≤ 40 tahun
41-50 tahun
51-60 tahun
0
8
7
0
53,3
46,7
Normal
2
6,67
Overweight
7
46,7
Pre-Obese
6
20
Obese I
0
0
IMT
Berdasarkan Tabel 1. karakteristik subjek
menurut jenis kelamin pada sebagian besar adalah
berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 8
orang (53,3%) untuk kelompok karbohidrat
sederhana. Umur subjek dikategorikan menjadi 3
kategori, yaitu < 40 tahun; 41 – 50 tahun; 51 – 60
tahun. Pada Tabel 1. dapat dilihat bahwa sebagian
besar subjek berada rentang umur diatas 41 tahun.
Sedangkan Karakteristik subjek berdasarkan IMT
pada Tabel 1. menjelaskan bahwa subjek
sebagian besar subjek berada pada katergori
status gizi lebih atau kegemukan, baik overweight,
pre obese.
Data kadar glukosa darah puasa dan kadar
glukosa darah 2JPP dengan pemberian semangka
serta hasil uji normalitas disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Hasil pengukuran kadar glukosa darah
dan uji normalitas.
Jenis Kadar Glukosa
GDP (mg/dl)
Kadar Glukosa
n = 15
Mean ± SD
132 ± 10,56
GD 2JPP (mg/dl)
182,20 ± 11,63
Selisih (mg/dl)
50,00 ± 9,92
Keterangan :
*
= P < 0,05 (Tidak Normal)
GDP
= Glukosa Darah Puasa
GD 2JPP = Glukosa Darah 2 Jam Post Prandial
SD
= Standar Deviasi
Nilai P
0,987
0,851
0,988
Berdasarkan Tabel 1. Diketahui Data mean
kadar glukosa darah untuk GDP sebesar 132 ±
10,56 dan GD 2JPP sebesar 182,20 ± 11,63.
Uji normalitas data dengan menggunakan
Kolmogorov Smirnov Test, didapatkan nilai uji
3
ISSN : 2597-3851
Vol. 3 No. 1 (Agustus, 2019)
normalitas GDP dengan nilai p = 0,987 dan GD
2JPP diperoleh nilai p = 0,851 bahwa data
kelompok perlakuan karbohidrat sederhana untuk
GDP dan GD2JPP berdistribusi normal.
menjadi mudah terakumulasi, akibat dari proses
hormonal tersebut wanita lebih besar berisiko
mengalami diabetes mellitus (Soegondo, 2006).
Indek Massa Tubuh
Jenis kelamin
Hasil penelitian ini mendapatkan data
sebagian besar subjek memiliki jenis kelamin
perempuan. penelitian ini sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Winarti, ddk tahun
2013, bahwa prevalensi Diabete Mellitus tipe 2
pada wanita memiliki kecenderungan lebih besar
dibandingkan laki-laki. Hal tersebut juga
dikemukakan oleh Bennett (2008) bahwa Kejadian
DM tipe 2 pada wanita lebih tinggi daripada lakilaki. menurut Bannett (2008) menjelaskan bahwa
Wanita memiliki resiko yang lebih besar mengidap
diabetes karena secara fisik wanita memiliki
peluang peningkatan indeks masa tubuh yang
lebih besar. study epidemologi oleh WHO (2013)
memperlihatkan
adanya
kecendrungan
meningkatnya jumlah prevalensi dan insiden
Diabetes Mellitus tipe 2 di berbagai dunia dan
urutan ke empat ditempati indonesia.
Lebih
lanjut
lagi
wuardani
(2007)
menyebutkan baha Prevalensi terjadinya diabetes
mellitus tipe 2 pada wanita lebih tinggi dibanding
laki-laki, yaitu 52,3% terjadi pada wanita dan lakilaki sebesar 39,1%.
Umur
Subjek dalam penelitian, diketahui bahwa
umur responden yang paling banyak adalah ≥ 41
tahun. Hal tersebut sesuai dengan penelitian
Wuardani (2007) yang menyebutkan bahwa
diabetes mellitus tipe 2 cenderung muncul pada
usia di atas 30 sampai 40 tahunan, dan angka
kejadiannya
meningkat
seiring
dengan
bertambahnya usia. Setelah umur 40 tahun
seseorang akan lebih berisiko terkena diabetes
mellitus karena pada umur ini akan terjadi
peningkatan intoleransi glukosa dan dengan
adanya proses aging dalam tubuh akan
mengakibatkan menurunya kemampuan sel
pankreas dalam menghasilkan insulin. Selain itu
menurut Trisnawati (2013), individu yang memiliki
usia yang lebih tua akan terjadi penurunan
aktivitas mitokondria yang akan menyebabkan
peningkatan.
kadar lemak yang selanjutnya dapat
merangsang terjadinya resistensi insulin. Selain
itu, Sindroma siklus bulanan (premastrual
syndrome) membuat distribusi lemak tubuh
journal.umbjm.ac.id/index.php/healthy
Bentuk upaya yang dapat diaplikasikan untuk
menurunkan level kadar gula darah pasien
Diabetes Mellitus yaitu dengan upaya untuk
mencapai status gizi baik. beberapa dari salah
satu metode yang digunakan dalam penentuan
status gizi adalah dengan cara IMT (indeks massa
tubuh). Metode dalam menentukan status gizi
pada seseorang dengan cara membagi BB (kg)
dengan tinggi badan dalam satuan (m) kuadrat
disebut Indeks massa tubuh. hartono tahun 2006
menjelaskan bahwa besar hasil perhitungan IMT
pada seseorang berhubungan dengan kadar gula
darah penderita Diabetes mellitus. Hasil study
penelitian ini memperlihatkan mayoritas subjek
berstatus gizi lebih atau kegemukan hal tersebut
sesuai dengan penelitian Adnan (2013) yang
menunjukan mayooritas pasien Diabetes Mellitus
tipe 2 berstatus gizi lebih atau kegemukan.
status gizi lebih atau obesitas menurut
sanjaya (2009) apabila dibandingkan dengan yang
memiliki status gizi normal akan memiliki resiko
yang lebih besar menderita diabetes mellitus.
tingkat aktivitas fisik yang rendah dan tingginya
asupan zat gizi makro yang sejatinya termasuk
faktor resiko dari status gizi lebih atau obesitas
adalah penyebab adanya pengaruh IMT pada
kejadian
diabetes
mellitus.
berdasarkan
penjelasan diatas maka didalam sel akan terjadi
peningkatan kadar asam lemak / Free Fatty Acid
(FFA).
selanjutkan
keadaan
tersebut
menyebabkan terjadinya penurunan translokasi
alat angkut glukosa ke membran plasma hingga
akhirnya terjadi resistensi insulin di jaringan otot
dan adiposa (Teixeria-Lemos et al, 2011).
Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan
Uji Paired Sample T Test didapatkan nilai p = 0,018
(p < 0,05) yang artinya terdapat perbedaan kadar
glukosa darah antara sebelum dan diberi
perlakuan, dimana terjadi perubahan
kadar
glukosa darah antara sebelum dan sesudah
diberikan buah semangka dengan rata-rata
sebesar 50,00 mg/dl ± 9,92.
Soegondo (2009) mengatakan bahwa
karbohidrat
sederhana
merupakan
jenis
karbohidrat yang mudah diubah menjadi glukosa,
sehingga
karbohidrat
ini
sangat
cepat
meningkatkan kadar glukosa darah. dikalangan
umum monosakarida atau karbohidrat sederana
disebut sebagai zat gula. gula pasir, permen,
4
ISSN : 2597-3851
Vol. 3 No. 1 (Agustus, 2019)
minuman dengan rasa manis, tebu dan beberapa
jenis produk bakery merupakan sumber dari
karbohidrat sederhana. empty calorie adalah
sebutan dari produk makanan tersebut dengan
alasan karena produk makanan tersebut hanya
berisikan energi atau kalori tanpa adanya vitamin
dan mineral untuk tubuh. menurut maulana (2010),
Di dalam tubuh karbohidrat dengan jenis yang
sederhana langsung dapat dirubah menjadi
glukosa yang akan langsung dapat diserap dalam
pembuluh
darah
sehingga
menyebabkan
peningkatan level gula darah dengan cepat juga
akan menurun dengan cepat. kondisi tersebut
diatas sangatlah berbahaya bagi pasien Diabetes
Mellitus (Maulana, 2010).
karbohidrat mempunyai peran didalam tubuh
untuk memenuhi glukosa bagi sel tubuh yang
dapat diubah menjadi
ATP/energi. Glukosa
didalam tubuh kita mempunyai fungsi yang utama
dalam metabolisme karbohidrat. jaringan jaringan
seperti eritrosit, sel otak serta sistem syaraf
memdapatkan ATP/energi dari zat gizi karbohidrat
(Poedjiadi, 2006). Karbohidrat di dalam tubuh
dapat menyebabkan terjadinya peningkatan level
kadar gula darah.
Dalam perencanaan makanan orang yang
mengalami
diabetes
mellitus
harus
memperhatikan jenis, jumlah karbohidrat dan
jadwal makan, agar keseimbangan terhadap efek
hipoglikemik dari pemberian insulin, umumnya
70% dari total karbohidrat berupa karbohidrat
kompleks dan
membatasi
gula
murni.
Karbohidrat kompleks akan dicerna dan diserap
lebih lamban daripada bentuk gula murni,
sehingga dapat terhindar kadar gula darah yang
terlalu tinggi. Sedangkan, untuk konsumsi gula
murni dimasukkan dalam perhitungan total kalori
dan jumlah kalori yang masuk lebih penting
daripada jenis sumber kalori (Perkeni, 2011).
mulut
merupakan
awal
terjdainya
metabolisme zat gizi karbohidrat. Enzim amilase
(sebelumnya dikenal sebagai ptialin) yang
terkandung dalam kelenjar saliva akan bercampur
dengan makanan setelah dihancurkan secara
mekanik oleh gigi. pati atau amilum dihidrolisis
oleh enzim amilase menjadi yang lebih sederhana
dalam bentuk dekstrin. karbohidrat apabila berada
di dalam mulut dalam waktu yang lama, maka
sebagian diubah dalam bentuk disakarida maltosa.
Enzim amilasedalam kelenjar ludah dapat
bekerja dengan ooptimal pada pH yang netral.
Bolus yang ditelan akan masuk ke lambung.
Pencernaan karbohidrat dilakukan oleh enzimenzim disakarida yang dikeluarkan oleh sel - sel
journal.umbjm.ac.id/index.php/healthy
mukosa usus halus berupa maltase, sukrase, dan
laktase (Jorgen, 2015). selanjutnya monosakarida
berupa glukosa, fruktosa, dan galaktosa diserap
melalui sel sel epitel usus halus dan diangkut oleh
sistem sirkulasi darah melalui vena porta
(Winarno, 2009). Semangka memiliki kandungan
karbohidrat sederhana berupa fruktosa. Menurut
ADA (2008), Fruktosa adalah gula yang ditemukan
secara alami dalam buah-buahan dan termasuk
kedalam golongan karbohidrat sederhana.
Karbohidrat sederhana akan lebih cepat diserap
kedalam tubuh karena memiliki struktur yang
sederhana sehingga tidak membutuhkan banyak
tahap untuk bisa diserap kedalam sistem vena
porta.
KESIMPULAN
Pemberian buah semangka diberikan
dalam bentuk potongan dan jus (tanpa gula)
dengan kalori sebesar 170 kkal yang diberikan
pada waktu pagi hari sebelum beraktifitas
dapat meningkatkan glukosa darah dengan
rata-rata kenaikan sebesar 50 mg/dl.
DAFTAR PUSTAKA
Aldyningtyas F, Pinandita T, Harjono. Sistem
Pendukung Keputusan Penghitung Kalori Diet
bagi Diabetesi. Universitas Muhammadiyah
Purwokerto 2012
Aritonang I. 2012. Hubungan karakteristik dan
tindakan ibu dalam pemeliharaan kesehatan
gigi dengan status kesehatan gigi dan mulut
anak di SD Kecamatan Medan Tuntungan.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara Medan.
American Diabetes Association (ADA). 2008.
Nutrition recommendations and interventions
for diabetes. A position statement of the
American Diabetes Association. Diabetes
Care, 31(suppl1):S61-S78.
American Diabetes Association (ADA). 2010.
Dietary carbohydrate (amount and type) in
prevention and management of diabetes.
(Statement). Diabetes Care; 27:2266-74.
Bennett, P. 2008. Epidemiology of Type 2 Diabetes
Millitus. In LeRoith, Diabetes Millitus a
Fundamental and Clinical Text. Philadelphia:
Lippin cott William & Wilkins; 43 (1): 544-7.
Ditjen Bina Yanmedik. 2009. Kunjungan ke
Rumah Sakit, Jakarta.
IDF. 2013. IDF Diabetes Atlas Sixth Edition,
International
Diabetes
Federation
2013.http://www.idf.org/sites/default/files/EN_
5
ISSN : 2597-3851
Vol. 3 No. 1 (Agustus, 2019)
6E_Atlas_Full_0.pdf diakses tanggal 4
Februari 2016
Jorgen V Nielsen, Eva A Joensson., 2015 Lowcarbohydrate diet in type 2 diabetes: stable
improvement of bodyweight and glycemic
control during 44 months follow-up. Nutrition &
Metabolism 5:14
Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes
mellitus tipe 2 di Indonesia 2011. Jakarta: PB.
PERKENI. Hal. 1 - 11, 21, 48 - 9.
Maulana HDJ. 2009. Promosi Kesehatan.Jakarta.
Penerbit EGC; 5.
Perkeni, 2011. Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di
Indonesia. Jakarta : Perkeni.
Suiraoka,.
(2012).
Penyakit
Degeneratif.
Yogyakarta: Nuhamedika
Suyono. 2011. Kecenderungan Peningkatan
Jumlah Pasien Diabetes. Jakarta : Fakultas
Kesehatan Universitas Indonesia.
Soegondo S, Soewondo P, Subekti I. 2009.
Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.
Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FK UI;. p.
13, 15-6, 3344, 123-6, 152, 155-6.
Snehalatha, Chamukuttan dan Ramachandran,
Ambady. 2009. Diabetes melitus dalam Gizi
kesehatan masyarakat. Editor: Michael J
Gibney, et al. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
Sidartawan S, Ahmad R, Asman M, Imam S,
Agung P, Putu Moda A. 2006. Konsensus
pengelolaan dan pencegahan diabetes
mellitus type 2. Jakarta: Pengurus Besar
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.
Tjokroprawiro, A. 2006. Hidup Sehat dan Bahagia
Bersama Diabetes. Jakarta: GPU.
Winarno FG. 2008. Kimia pangan dan gizi.
Penerbit Gramedia. Jakarta
journal.umbjm.ac.id/index.php/healthy
6